Prolog

810 81 14
                                    


07 Juli 2003.

Republik Korea Selatan.

Sepoi angin meruntuhkan persendian, dinginnya malam semakin menggila kala salju turun menggempur kota. Terpaan badai mengiringi, mengakibatkan Seoul cukup dilingkupi keheningan karena sebagian orang memutuskan untuk menetap di dalam rumah agar lebih hangat dan aman. Tak ingin mengambil resiko yang nanti akan berujung pada kematian.

Namun ada yang aneh dari cuaca malam ini. Tak hanya badai dan salju yang jadi perbincangan. Kegelapan menyelimuti langit, petir menyambar secara terang-terangan. Layaknya meteor yang jatuh dari pusat bumi, cahayanya berupa api yang siap membakar dalam sekejap hitungan. Peraduannya bagaikan peringatan, pertanda jika perseteruan dua kubu akan segera datang.

Mungkinkah, sejarah lama akan kembali terulang?

“Beraninya kalian mengkhianatiku!”

Jubah perak bermotif emas berkibar marah, iris biru cemerlang dilapisi bulu mata tebal menatap dengan berkilat-kilat. Mempertegas statusnya sebagai Raja, kepala telah dihiasi mahkota yang murni dari hasil tempaan emas bertabur batu permata berwarna biru. Hal yang paling menarik perhatian adalah tongkat setinggi dua meter di tangan kanan. Ukirannya hampir sama dengan mahkota yang melekat di atas kepala. Perpaduan dari warna emas dan biru, menandakan jika ia adalah Raja yang suci dan bijaksana.

“Maafkan kami, Yang mulia. Kami benar-benar pendosa.”

Helaian rambut cokelat yang menutupi sebagian mata tak dipermasalahkan, sekarang fokus hanya tertuju pada sepasang anak muda yang bersimpuh di depan sana. Pengkhianatan adalah hal yang paling ia benci, tentu saja hukuman akan segera menanti. Selain bijaksana, ia adalah Raja yang disiplin. Sangat menolak terjadi kesalahan. Tidak akan ada pengampunan, sudah menjadi tradisi bagi kerajaannya jika yang bersalah harus bertanggung jawab.

“Aku sudah menetapkan peraturan bahwa seluruh penyihir putih tidak dibolehkan untuk datang ke dunia manusia. Tapi kalian begitu keras kepala dan meminta penyihir hitam untuk membawa kalian kemari dengan syarat kalian harus bergabung dengan mereka. Aku sungguh sangat tersinggung sekarang. Kalian jelas tengah menentangku!”

Suara Raja bergema di seluruh penjuru jalan yang saat ini mereka pijak. Kemarahannya benar-benar mengoyak harapan sepasang anak muda yang dimabuk asmara. Ingin hati memulai hidup baru sebagai sepasang kekasih layaknya orang biasa di dunia manusia. Berakhir meminta bantuan kepada penyihir hitam untuk membawa mereka kemari dengan segala macam resiko yang akan mereka terima. Namun naas, pergerakan mereka tercium oleh sang Raja hingga ia jadi murka.

“Sekali lagi mohon maafkan kami, Yang mulia.” Sambil menangis, mereka dengan pasrah mengatupkan tangan ke atas kepala. Memohon dengan teramat tulus agar kesalahan dapat diampuni. Tapi sang Raja melengos, raut wajahnya berubah dingin mencekam bercampur bara api.

“Tidak ada kata maaf. Kalian harus dikirim ke Neraka untuk menjalani hukuman.”

Tongkat sang Raja bersinar terang, cahayanya mampu menyilaukan mata. Namun belum sempat mantra dibacakan, sebuah sentakan menepis ujungnya hingga sang Raja mundur satu langkah. Jubah hitam yang berkibar menarik atensi, kehadirannya dilingkupi cahaya hitam yang sangat pekat, bertentangan sekali dengan cahaya berwarna biru milik sang Raja.

“Jangan mengganggu bangsaku, Raja Salgon.”

Sebuah suara yang sangat dihafal bergumam. Sekarang iris birunya yang sudah berganti menjadi hitam pekat segera memfokuskan pandangan ke arah pria berjubah sekelam malam yang menarik perhatian. Tak ada warna selain hitam yang melekat pada tubuh pria itu kecuali bibirnya yang berwarna merah alami.

WizardryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang