“Selamat pagi, Sayang.”
Jiyeon menarik kursi, memilih meletakkan tas sekolah di lantai lalu memandang Ayahnya yang sibuk membaca koran dengan senyuman.
“Pagi juga,” serunya riang. Kemudian tangannya mengambil roti lalu mengolesinya dengan selai cokelat. Pergerakannya jadi melambat saat melihat Victoria ikut duduk di sebelahnya, gadis itu melambaikan tangan sambil tersenyum ke arahnya. Jelas Jiyeon menatap tak suka, guratan kesalnya terlihat oleh sang Ayah.
“Kenapa?” tanya Ayahnya heran.
Jiyeon lekas melemparkan cengiran. “Tidak ada,” balasnya menggeleng. Beralih fokus kembali pada kegiatannya. Jihoon terkekeh, Jiyeon sangat tidak pandai sekali berbohong. Namun karena tidak ingin membuat puterinya itu tak nyaman, dia memilih untuk tetap diam.
“Kenapa kau di sini?” bisik Jiyeon pelan. Bahkan bibirnya terlihat tak bergerak sama sekali. “Aku sudah menyuruhmu pergi kemarin,” lanjutnya masih dengan intonasi yang sama. Victoria mendesah, hantu itu mengerucutkan bibirnya dengan lucu.
“Ish, kau cerewet sekali. Aku akan pergi nanti. Tapi, biarkan aku makan dulu.”
Jiyeon tentu memandang aneh. “Kau gila?” tanyanya pedas. “Kau ‘kan tidak bisa makan,” ujarnya dengan wajah mendengus malas.
“Opps, sorry. Aku lupa.” Victoria menyengir, jarinya membentuk huruf v di udara. Jiyeon menggeleng tak paham, berasa Victoria baru saja mempermainkannya. Karena tak ingin jadi orang gila, ia lebih memilih untuk memakan sarapannya. Irisnya kembali tertuju pada Ayahnya yang masih sibuk membaca koran. Lantas kepalanya bergerak miring, sekarang ia baru sadar jika Ayahnya memakai setelan santai orang rumahan.
“Ayah tak bekerja?” tanya Jiyeon sambil mengunyah.
Jihoon menoleh, kemudian tangannya melipat koran. Senyuman manis diberikan pada Jiyeon. “Tidak, Sayang. Ayah akan cuti kerja selama satu Minggu. Rasanya Ayah terlalu sibuk bekerja. Lagian, Ayah ingin menghabiskan banyak waktu denganmu.”
Jiyeon menelan makanannya dengan gerakan cepat. “Kenapa? Padahal aku baik-baik saja. Aku tak ingin Ayah mengambil cuti karena diriku. Aku tak ingin membuat Ayah kerepotan.” Raut wajahnya berubah menjadi tak enak.
Jihoon tersenyum hangat. “Bukan begitu, Sayang. Ayah memang ingin mengambil cuti dari dulu. Hari ini baru dilakukan.” Sekarang, Ayahnya itu ikut mengambil roti lalu mengolesi dengan selai cokelat. Senyum masih terbingkai di bibirnya, cukup membuat Jiyeon bertanya-tanya. Sikap Ayahnya cenderung berubah setelah bertemu Jungkook. Memang Ayahnya adalah pribadi yang sangat penyayang, tapi dia bukan tipe pria yang rela meninggalkan pekerjaannya begitu saja.
“Apa aku boleh bertanya?” Jiyeon meletakkan pisau dan garpu pada meja. Bibirnya bagian dalamnya digigit. Jihoon yang tengah memotong roti lekas menoleh bingung, alisnya terangkat, menunggu perkataan dari Jiyeon selanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wizardry
FantasyCover : @GENIUS_LAB Garis kehidupan yang dijalani Park Jiyeon tidak semudah yang kalian bayangkan. Kalian pikir, menjadi primadona sekolah mampu menaklukkan dunia? Ck, rasanya ia ingin tertawa terbahak-bahak. Kalian pikir, menjadi puteri pejabat ne...