Park Jiyeon mendadak seperti orang bodoh. Mata bulatnya sekarang tengah memindai ruangan besar mewah dengan fasilitas yang mampu membuatnya menganga. Padahal ini adalah ruang kerja, namun sudah seperti apartemen saja. Ada televisi yang tergantung secara otomatis di depan sofa yang di dudukinya. Sebelum Jungkook pergi rapat, Raja tampan itu sempat menekan remote hingga televisi langsung muncul dan menyala. Bukan hanya itu yang menjadi titik fokus, ada sebuah pintu di ujung meja kerja yang Jiyeon duga adalah sebuah kamar. Tadi Jungkook sempat masuk ke sana untuk mengganti pakaian kerajaan dengan jas kantoran. Walaupun anak orang kaya, Jiyeon baru pertama kali melihat ruang kerja direktur seperti ini.
Golden Grup nama kantornya. Jiyeon baru tahu jika perusahaan ternama itu di pimpin oleh seorang Raja Salgon Brian dari kerajaan penyihir putih. Perusahaan yang berjalan pada bidang properti, cukup mempunyai banyak investor. Kenapa Jiyeon baru tahu yah, padahal ia sering mendengar sang direktur disebut di berita.
"Sebenarnya untuk apa aku di sini?" Iris cokelat segera menyipit, suaranya terdengar mencicit. Gugup entah sejak kapan mulai menyerang, yang jelas sekarang tangannya sudah basah oleh keringat dingin. Pergerakan berakhir tidak nyaman, saat menyadari jika sepasang mata tajam masih memperhatikan di sudut ruangan. Bayangan pedang yang menodong kembali teringat, rasa takut mulai bersemayam tak tenang. Agaknya jika dipahami lebih dalam, pria yang Jiyeon duga pengawal pribadi Jungkook itu tidak menyukai dirinya.
"S-siapa namamu?"
Sebenarnya suara sedang hilang karena gemetar, namun mulut sudah gatal ingin berkoar. Jungkook memaksa sang pengawal pribadi untuk tetap tinggal, walau awalnya pria itu merasa enggan. Katanya tadi, demi keselamatan. Jungkook hanya tidak tahu saja, jika Jiyeon lebih merasa nyawanya akan melayang jika ditinggal berdua dengan pria tampan namun minim ekspresi itu.
"Park Jimin." Suara beratnya terdengar malas. "Karena aku kalangan bawah, kau bisa memanggil namaku. Tapi untuk ke depannya, jangan melakukan hal yang sama pada, Yang mulia." Memang tidak ada yang perlu Jiyeon takutkan dari nada suaranya, namun sorot mata tajam yang menghunus seakan memperjelas jika ucapannya adalah perintah mutlak yang harus Jiyeon patuhi.
Ugh, seram sekali. Lebih seram dari hantu yang ia lihat tadi pagi di sekolah.
"Ah, baiklah." Jiyeon berdehem sejenak. "Tadi, aku hanya keceplosan." Kembali Jiyeon menautkan tangan pada pangkuan setelah merapikan rambutnya yang melekat pada kening karena berkeringat.
"Namamu?" Jimin ikut bertanya, namun wajahnya tidak menatap sama sekali. "Tidak mungkin bukan jika namamu juga sama seperti Ratu," lanjutnya sopan kendati Jiyeon menangkap nada yang menjengkelkan.
"Tidak." Maka, tangan lekas tersilang. Memberi tanda jika praduga yang dilontarkan tidak benar. "Namaku Park Jiyeon." Senyum canggung Jiyeon berikan. Dari sekarang ia harus menjaga omongan. Park Jimin adalah tipe pria yang penuh hati-hati. Tidak bisa menerima orang baru begitu saja. Apa lagi pertemuan pertama mereka berakhir tidak bagus, karena ia tak sengaja menyebut nama sang Raja dengan tidak sopan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wizardry
FantasyCover : @GENIUS_LAB Garis kehidupan yang dijalani Park Jiyeon tidak semudah yang kalian bayangkan. Kalian pikir, menjadi primadona sekolah mampu menaklukkan dunia? Ck, rasanya ia ingin tertawa terbahak-bahak. Kalian pikir, menjadi puteri pejabat ne...