Part 3

225 37 2
                                    

Jimin mendengus, matanya bolak balik melirik jam dinding dan tubuh yang terbaring di sofa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jimin mendengus, matanya bolak balik melirik jam dinding dan tubuh yang terbaring di sofa. Seulgi masih pingsan, belum menampakkan pergerakan sama sekali. Jujur saja, Jimin bosan luar biasa. Sudah lebih dari satu jam dia duduk seperti patung untuk menunggu gadis itu bangun. Namun, meski bokong rasanya sudah mati rasa dan pegal luar dalam, Seulgi tak kunjung membuka mata.

Waktunya terbuang sia-sia.

“Apa dia tidak akan bangun?” tanya Jimin lagi seperti orang bodoh karena berbicara pada orang pingsan. Dia merubah posisinya untuk bergerak maju, kemudian tangannya berusaha untuk menyentuh kening Seulgi, berniat untuk merasakan suhu tubuhnya. Mana tahu gadis itu sudah tidak bernapas, karena pingsan begitu lama.

Mendadak bulu mata lentik itu terbuka lebar-lebar. Jimin sukses tersentak, tubuhnya sampai mundur hingga tersandar pada sofa. Seulgi duduk dengan cepat, reaksinya terlihat berlebihan sekali di mata Jimin. Tangan kecilnya merayap ke tubuh bagian atas, seolah memeriksa sesuatu.

Apa si manusia tidak sopan itu baru saja berspekulasi bahwa Jimin memperkosanya?

“Apa yang kau lakukan?” tanya Jimin dengan risih. Seulgi jelas menatap tak bersahabat, terbukti dari pergerakan tubuhnya yang cepat berdiri lalu berkacak pinggang di hadapan Jimin.

“Seharusnya pertanyaan itu tertuju padamu,” sarkas Seulgi kesal. “Apa yang kau lakukan? Kenapa aku bisa bersamamu? Dan lagi, kenapa kau menyentuhku? Bukankah kau tidak suka bersentuhan dengan sembarangan orang?” lanjutnya menggebu, ekspresi di wajahnya seperti hendak berkelahi dengan Jimin. Ck, layaknya tikus dan kucing. Sepertinya, untuk ke depannya mereka akan selalu bertengkar jika bertemu.

“Jangan sembarangan kalau bicara!” Kali ini giliran Jimin yang berteriak seperti penagih hutang di pasar raya. Urat-urat lehernya sampai menyembul ke luar, sedikit membawa air liur Seulgi diteguk dengan kesusahan.

“Aku hanya memeriksamu, apakah kau masih hidup atau sudah mati. Lagian aku sangat tidak sudi menyentuhmu, apalagi berlama-lama denganmu di ruangan ini.”

Seulgi terpana, sumpah. Baru kali ini ada pria menyebalkan dan juga sesombong Jimin. Merasa paling tampan saja di dunia. Dia pikir Seulgi mau disentuh olehnya? Enak saja, jika pun hanya dia satu-satunya pria di dunia ini, Seulgi tidak akan pernah mau dengannya. Lebih baik dia sendirian seumur hidup. 

Ck, aku juga tidak sudi disentuh olehmu. Jadi, jangan terlalu percaya diri begitu.” Seulgi berdecak kesal. Merasa begitu terhina, bisa-bisanya pria kejam namun tampan itu mengeluarkan frasa pedas melebihi rawit. Jika saja dia bersikap sopan dan lebih menghargainya, mungkin Seulgi akan menempelinya.

Huh, percuma dianugerahi wajah rupawan bila karakter pincang. Kesempurnaan turun menjadi nol besar.

Menyedihkan sekali.

“Di mana ini? Apa kau membawaku ke planetmu? Jangan bilang jika kau ingin menculikku?!” teriak Seulgi histeris, kedua tangan rampingnya sekarang sudah menutup mulutnya dengan ekspresi terkejut.

WizardryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang