BAB 08 : HUTAN KEMATIAN

71 10 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







Jiyeon membuka lokernya dengan tatapan dingin. Pribadinya semakin tertutup semenjak kepergian Chanyeol dua hari yang lalu. Rasa bersalah masih bersemayam di hati, hingga untuk sekedar tersenyum saja Jiyeon harus berpikir ulang kembali. Ia tidak mungkin bahagia di atas penderitaan yang tengah Chanyeol jalani. Makanya, Jiyeon berusaha untuk tetap membuat hidupnya terlihat seperti biasa, sebelum bertemu dengan Jeon Jungkook si Raja tampan dari kerajaan penyihir putih.

Dingin dan datar, serta sulit untuk dijangkau.

"Kau masih merasa bersalah atas kepergiannya?"

Seulgi mengikuti langkah Jiyeon yang berjalan cepat menuruni anak tangga, setelah tadi meletakkan beberapa buku cetaknya ke dalam loker. Bukan hanya pada orang lain Jiyeon bersikap apatis, tapi juga pada Seulgi. Jelas saja gadis itu jadi marah dan tak terima, sebab Jiyeon terlihat semakin parah di matanya. Jiyeon berusaha untuk menjauhi orang-orang dan hidup menyendiri. Bahkan Jungkook dan Eunwoo sampai dibuat kelelahan dalam menghadapinya.

Nampaknya, Jiyeon berusaha menghukum mereka semua dengan tingkah menyebalkannya.

"Jangan membahasnya," ketus Jiyeon datar sambil terus melangkahkan kakinya dengan lebar. Seulgi sampai tergesa-gesa dalam mengikutinya.

"Ayolah. Jangan terus menyalahkan diri sendiri. Semuanya memang sudah menjadi takdir Chanyeol. Jadi, kau tidak bisa bersikap seperti ini dalam menghadapinya."

Jiyeon memutar matanya mendengar Seulgi berceramah. Agaknya itu bukan lagi hal baru di telinga Jiyeon, sebab sudah terhitung dari dua hari Seulgi bertindak seperti gadis bijak. Sering memberinya nasihat di pagi hari dan juga malam hari. Mulut Seulgi berubah cerewet, dan itu sungguh menyebalkan bagi Jiyeon.

Ck, sejak kapan gadis modus modelan Seulgi bertobat?

"Pulanglah. Aku sungguh lelah mendengar suaramu." Mereka sampai di parkiran. Jiyeon lekas memindai sekitar, hendak mencari keberadaan Ayahnya. Namun, Jiyeon tidak melihat mobil sang Ayah ada di sana, dan berarti Ayahnya belum datang untuk menjemputnya.

Seulgi mendesah iba. "Jiyeon, sadarlah. Sekarang, kau harus dengarkan aku. Bersikaplah seperti biasa dan hadapi semua musuhmu. Bukankah kau ingin membalaskan dendam pada Ursula karena sudah membuat Chanyeol pergi. Jika kau memang masih ingat, cepat sadar. Kau harus bergerak sekarang." Sekarang kedua tangan Seulgi mengguncang bahu Jiyeon kasar. Berusaha untuk menyadarkan sang sahabat yang mendadak berubah menjadi orang gila belakangan ini.

Kemudian, wajah Jiyeon menunduk sedih. "Dia hiks, dia dihukum karena menyelamatkanku. Sama seperti dulu, ketika dia mencintai Dewi Larima di masa lalu. Hiks, bisa kau bayangkan betapa menderita hidupnya selama ini. Dia hiks, hidup dengan menyedihkan." Untuk yang kesekian kalinya Jiyeon mengeluarkan air mata, padahal baru tadi pagi ia menangis karena kembali mengingat Chanyeol. Meskipun mengenal pria itu baru beberapa hari, tapi Jiyeon entah mengapa merasa begitu menyayangi Chanyeol. Seakan Chanyeol adalah kakaknya, dan Jiyeon bisa terluka jika kehilangannya. Sebabnya, Jiyeon begitu terpukul. Seolah ia juga ikut merasakan bagaimana perasaan yang Chanyeol rasakan sekarang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 05, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

WizardryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang