Tap you'r star now!
.
.
Plakk...
Suara tamparan menggema mengisi heningnya ruangan yang berisi empat orang. Ruangan yang luas itu menjadi hening. Laki-laki paruh baya dengan wajah memerah menatap tajam pada remaja di hadapannya yang menunduk dalam meresapi bekas tamparan yang membuat pipi kanannya memerah.
"Pah!" pekik remaja lain yang sedari awal hanya menatap cemas.
"Nggak usah bela adikmu lagi, Dante! Makin liar dia kalau dibiarin!" tegas sang kepala keluarga yang matanya masih menyiratkan emosi.
"Tapi, jangan main tangan juga, Pah!" protesnya tak setuju.
"Diam kamu! Kali ini nggak usah jadi pahlawan buat dia yang nggak pernah tahu diri. Sekali-kali dia harus dikerasi biar—"
"—Pah! Please, nanti biarin aku ngomong sama Denta. Papah bisa istirahat. Papah pasti capek, kan?"
Pria paruh baya itu menghela nafas panjang. Rautnya yang tadinya menegang, kini mulai tenang. Dia memandang kedua putranya, Dante dan Denta. Putra kembarnya yang ia jaga mati-matian sejak dulu, tapi kini yang satu mulai berulah. Dan itu membuat kepalanya pusing bukan main.
"Denta, sebagai hukuman buat kamu, bersihkan gudang sekarang. Dan Papah minta renungkan kesalahan kamu hari ini di gudang. Dan kamu Dante, kembali ke kamar dan belajar. Nggak ada penolakan!"
Hanya anggukan samar yang mereka berikan. Mamanya yang menatap dalam diam keributan itu sejak awal mendekati kedua putranya. Dia memberikan pelukan singkat pada masing-masing putra kembarnya.
"Kalian jangan nakal, ya. Kasihan papah yang capek pulang kerja terus marah-marah karena kalian nakal. Kalian kan udah besar, udah SMA. Jadi jangan ulangi kesalahan ya. Terutama kamu Denta," pesan mamanya bagai menasehati anak kecil. Dante dan Denta hanya menganggukkan kepalanya.
Setelah nasihat singkatnya selesai, Mamah pun berlalu begitu saja dari hadapan kedua putranya, menyusul suaminya yang pergi terlebih dahulu. Hening panjang langsung menyelimuti suasana di sekitar Dante dan Denta.
"Denta, gue mau ngomong." Dante mencegah langkah Denta yang akan meninggalkan tempatnya. Denta menoleh malas pada Dante yang menahan tangannya.
"Nggak perlu. Gue udah tahu arah mana yang bakal lo omongin nantinya." Denta melangkah pelan meninggalkan Dante yang hanya memandang kepergiannya dalam diam. Dia tak peduli dengan semua masalah yang baru saja terjadi. Tak mau peduli begitu tepatnya.
☘️☘️☘️
"Hatchi ...." Dante mengusap hidungnya yang berair. Bersin ini tak kunjung berhenti sedari awal ia memasuki ruangan berdebu ini.
Tangan kanannya membawa sapu ijuk yang akan ia gunakan untuk membersihkan ruangan ini. Walaupun sedikit kaku dan bersin yang tak mau berhenti, ia memaksakan untuk tetap membantu. Dia tak terbiasa menyapu, maka bukan salahnya kalau nantinya tak akan bersih total.
"Dante!"
"Kak," ralat Dante tak terima.
"Bodo amat. Mending lo keluar. Gue nggak mau ketularan virus dari lo."
Dante terkekeh. Tangannya kini mengusap matanya yang ikut berair. Dasar bersin sialan. Bisa dipastikan, besoknya ia akan terkena flu.
"Dek, omongan papah tadi jangan dimasukin ke hati ya. Lo tahu sendiri kan gimana keras dan tempramen nya papah? Nggak ke lo aja, tapi juga ke gue. Dan gue harap lo ngerti. Maksud papah itu sebenarnya baik." Dante mendekati adiknya yang juga membersihkan gudang di sisi lain yang agak jauh dari posisinya.
Matanya memindai pipi tembam sang adik. Warna merah masih tercetak jelas di pipi sebelah kanannya. Tangannya terulur menyentuh pipi gembil Denta. Namun, tangannya segera ditampik dengan kasar. Denta mendorong tubuhnya hingga mundur beberapa langkah ke belakang.
"Nggak usah pegang-pegang!" pekik Denta setelahnya.
Denta memalingkan wajahnya, bersembunyi dari tatapan Dante yang menelisik. Dia tak suka berada di posisi ini. Dia tak ingin sang kakak tahu kesedihannya. Cukup sudah Dante terluka karenanya. Iya, sang kakak terluka karena selalu membelanya. Dan tak ayal, Dante selalu terkena imbasnya. Ia tak ingin itu terjadi lagi.
"Lo nggak usah sok jadi pahlawan lagi buat gue, Dan. Gue nggak butuh itu. Yang gue butuhin cuma elo yang dulu, bukan lo yang sekarang. Jangan jadi orang lain, lo berhak jadi diri lo sendiri. Dan sekarang ini, gue mau lo jangan deketin gue selagi lo belum jadi diri lo sendiri."
Denta menjatuhkan sapu yang ada di tangannya. Bunyinya sampai menggema mengisi lengangnya suasana ruangan berisi adik kakak yang saling berseteru. Setelahnya, ia meninggalkan sang kakak yang masih terdiam.
Dante menatap gamang pintu yang telah menelan tubuh adiknya. Kini matanya beralih menatap sapu ijuk yang tergeletak mengenaskan di lantai gudang yang berdebu. Nasib sapu itu mengenaskan, sama seperti dirinya yang bernasib mengenaskan juga.
"Hatchi ...." Dante bersin kembali. Matanya berair, kini bukan karena bersinnya. Tapi karena rasa sesak di dada yang berakhir menjadi air mata.
Apa benar dirinya sudah berubah? Bukankah Denta yang selama ini berubah? Dan apa tadi, Denta menyuruhnya menjauh. Apakah ia bisa? Menjauhi adik tersayangnya itu hal mustahil baginya. Sesayang itu ia pada sang adik. Bahkan, ia rela menaruhkan nyawanya untuk selalu membuat Denta bahagia.
Dan menurutnya, dirinya masih sama seperti dulu kok. Masih tetap tampan dan selalu tampan. Apa yang berubah? Aish, lupakan!
Tapi nyatanya, seberapapun Dante melindungi Denta, hanya akan percuma. Karena Denta, semakin dikekang dia akan semakin bebas. Dan semua itu pasti akan berimbas pada dirinya yang terlalu peduli. Dan nantinya ia hanya akan tersakiti sendiri.
Kadang, kepedulian mu hanya akan dipandang sebelah mata. Jangan terlalu peduli jika tak ingin apa yang kamu genggam dan pertahankan hilang. Bersikaplah sewajarnya saja.
_
___ Nanteta ____
Please :
After read, Vote + Comment + Share.
Kalian seneng bacanya, aku seneng nulisnya.
Support dari kalian akan sangat membantu.___________
Hello gess.. Jumpa lagi dengan ku😁
Masih tetep gaje kek lapak sebelah.
Tapi nggak papa, aku niatnya cuma nulis buat penghilang stress di kala pandemi yang tak kunjung minggat. Padahal udah berkali-kali ku usir.😂
Happy reading...
Jangan lupa Vote dan Comment nya. Biar aku bisa tahu siapa sih orang baik hati yang mau ngasih aku bintang yang bakalan berbekas di hati😁
salam_shinyaya
Publish: 21-1-21
Wkwk... Tanggal cantek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nanteta«HIATUS»
Teen Fiction(SEBELUM MEMBACA FOLLOW DULU, YA! JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT NYA. SO, ENJOY, GUYS!) Laksana Langit dan Bumi, cerita ini hanya mengisahkan tentang bagaimana dua hal berbeda yang harus menjadi sama. Menyatu karena kebahagian orang lain, lalu menderi...