Chapter [10]

571 72 3
                                    

Tap your star now!!!
And happy reading gaes❤️❤️
.
.
.
.
.
.

Huff ....

Dante mengusap keringat yang membasahi dahinya. Tangannya memungut sampah yang berserakan di tanah satu persatu. Hampir satu jam ia membersihkan halaman sekolah sebagai hukuman, namun tetap saja masih banyak sampah di sana sini. Saking rajinnya anak-anak membuang sampah pada tempatnya ya gini, sampah jadi menumpuk di mana-mana.

Dante mengipasi wajahnya dengan tangan, tapi tetap percuma. Karena hari ini panasnya tidak main-main. Seragamnya saja sudah sepenuhnya basah oleh keringat. Terik siang ini cukup mengganggu. Dan tubuhnya benar-benar terasa sangat lengket, dia risih. Matanya meliar mencari keberadaan saudaranya yang dengan tega meninggalkan dirinya sendiri bersama alat kebersihan. Denta hanya sedikit membantu, dan setelahnya pergi begitu saja. Dan benar saja, dirinya mendapat bagian paling banyak dalam hukuman. Bukan paling banyak lagi, tapi hampir semuanya.

"Aishh ... Kenapa nggak selesai-selesai sih?!" gerutunya kesal.

Dante melangkah lesu ke arah pohon mangga. Duduk di tanah berteduh di sana dari sengatan matahari. Setidaknya, ia mengisi tenaga terlebih dahulu sebelum menyelesaikan semuanya.

Angin berhembus pelan menerbangkan dedaunan gugur yang belum sempat ia sapu. Mendongak menatap daun mangga yang tenang, melamun sebentar seperti biasanya.

Seharusnya, hari ini ia masih beristirahat di kamar sebab demamnya kemarin. Dan karena ia malas sendirian di rumah ia memilih tetap sekolah. Tapi ujung-ujungnya ia malah cosplay jadi tukang kebersihan sekolah. Huh nasib.

"Eh!" Dante terkejut saat merasakan ada benda dingin yang jatuh di pangkuannya. Kepalanya mendongak dan setelahnya tersenyum cerah saat menemukan sang adik yang memberikan minuman kepadanya. Walau caranya sungguh nggak ada akhlak.

Dante membukanya dan segera meminumnya. Ia sudah terlanjur haus dan untungnya Denta masih punya hati untuk memberikan ia minuman.

"Makasih," ucap Dante.

"Hmmm ...," gumam Denta sebagai jawaban. Lalu pergi setelahnya.

Dante mengelus dadanya berusaha sabar melihat Denta yang melengos begitu saja meninggalkan dirinya lagi.
Padahal, dirinya tadi sudah berharap jika Denta kembali ingin membantunya. Melupakan jika Denta sudah tak punya hati untuk mengasihinya.

"Oi, Den!" panggilnya. Denta menoleh malas. Mengangkat salah satu alisnya isyarat kenapa.

"Bantuin gue."

"Nggak sudi," sahut Denta dan melanjutkan jalannya yang tertunda.

Dante menghembuskan nafas pasrah, "nasib punya kembaran bangsat."
Ogah-ogahan ia kembali menyapu halaman sekolah yang sedikit lagi bisa ia selesaikan. Lebih cepat lebih baik. Dan semoga saja Bu Jani tidak melaporkan bolosnya tadi ke sang papah. Bisa mati dirinya kalau itu benar terjadi.

°°°°

Sorenya, Dante berlari terburu-buru mengejar taksi yang berjalan menjauh. Langkahnya terseok sambil mengayunkan brutal tangannya berharap taksi melihatnya yang berlari kepayahan di belakang. Tapi naasnya, sang taksi semakin jauh meninggalkannya yang berlari putus asa.

Nanteta«HIATUS»Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang