Jangan forget untuk vote, All.
Enjoy~☘️☘️☘️
"MAS! Kamu kenapa tampar aku?!"
Denta yang berjalan terlebih dahulu berhenti saat sudah sampai didepan pintu kamar rawatnya. Suara bising didalam sana sangat mengganggu kedamaian telinganya. Ia menghela nafas lelah, masalah semalam belum selesai kah? Apakah belum cukup Papah membuat kedua anaknya hampir mati semalam?
"Kemana aja kamu semalam?!" Suara keras Papah membuat Dante yang tertinggal jauh dibelakang buru-buru mendekati Denta yang mematung didepan pintu.
"Mamah sama Papah kenapa, Den?" Karena mustahil Denta akan menjawabnya, ia bersiap membuka pintu. Namun sayang, tepat sebelum handle pintu itu bergerak tangan Denta sudah menghentikan gerakannya. Dante menatap kembarannya bingung. Gelengan kepala dari Denta menjawab kebingungannya. Tapi kenapa dan ada apa?
"Jangan!" Datar sekali Denta berucap, "jangan ikut campur! Please, dengerin gue kali ini." Dante menurut.
"Harusnya aku yang marah sama kamu, Mas! Kenapa kamu tega-teganya bakar kantor aku?! Apa salah aku?"
Genggaman Denta ditangan Dante semakin mengerat. Dingin Denta rasakan pada tangan kembarannya yang sedari tadi ia genggam. Ia tahu saat ini Dante tengah ketakutan, hal itu juga sama dengan yang tengah ia alami sekarang. Walaupun betapa seringnya Papah sering berteriak kepadanya di rumah, belum pernah ia dengar ataupun melihat Papah akan bertengkar dengan Mamah. Keduanya terlihat akur satu sama lain. Namun sekarang, entah apa yang telah terjadi. Sepertinya bukan masalah sepele. Dan ia takut.
Dante membalas genggaman tangan adiknya. Tersenyum kecut karena sepertinya, masalah selalu suka bermain-main dengan keluarganya. Ia menegakkan kembali bahunya yang tadi merosot, ia tidak boleh terlihat lemah. Ada Denta yang perlu kekuatannya. Itu tugasnya sebagai seorang kakak.
"Itu karena kamu berani bermain api dibelakang aku, Rinda! Aku tanya sekarang, udah berapa laki-laki yang udah tidur sama kamu?!" Rinda mulai menangis, suara lantang Fadlan melukai perasaannya.
"Serendah itu aku di mata kamu, Mas? Dan kamu jangan seenaknya nuduh aku. Kamu itu nggak pernah tahu rasanya jadi aku. Tinggal serumah sama orang gila kayak kamu itu buat aku jadi ikutan gila. Kalau aku mau, aku udah ninggalin kamu dari lama. Kamu harusnya tahu diri."
Keributan terus terjadi tanpa tahu bahwa anak-anaknya sedang menguping pembicaraan yang tak seharusnya mereka dengar.
Dante menarik tangan Denta, membuyarkan segala lamunannya dan membuat Denta tersentak karena terkejut.
"Kita pergi aja yuk. Ini bukan urusan kita, nggak seharusnya kita denger," ajaknya.
"Kenapa harus? Mereka yang harusnya pergi. Ini tempat kita, harusnya mereka tau diri."
"Yang lo sebut 'mereka' itu, orang tua kita kalau lo lupa." Denta mengendikkan bahunya tak mau peduli. Denta pengen ganti orang tua saja rasanya.
Dante menghela nafas. Dengan kondisinya yang seperti ini, berdiri terlalu lama membuatnya tersiksa. Kepalanya mulai berulah, ia merutuk sakitnya datang tak tahu waktu. Sudah siang, saatnya minum obat sebenarnya.
Didalam hening cukup lama. Sampai Dante kira, semuanya sudah selesai. Tapi, ucapan Papah membuatnya tertegun dan hampir hilang pijakan. Dan untung saja Denta menangkap tubuhnya yang hampir luruh. Telinganya terasa berdenging. Ia tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan sekarang ini. Ia tak peduli lagi, jika seorang kakak harus terlihat kuat didepan adiknya. Karena ucapan Papah membuat dunia Dante seperti dibalikkan paksa. Ada yang pecah tapi bukan kaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nanteta«HIATUS»
Roman pour Adolescents(SEBELUM MEMBACA FOLLOW DULU, YA! JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT NYA. SO, ENJOY, GUYS!) Laksana Langit dan Bumi, cerita ini hanya mengisahkan tentang bagaimana dua hal berbeda yang harus menjadi sama. Menyatu karena kebahagian orang lain, lalu menderi...