Chapter [4]

820 76 5
                                    

Tap you'r star now!

.
.
.

Happy reading🙆

"Good morning my twin ...." Mata Denta membulat ketika menemukan wajah sang kakak yang sangat dekat dengan wajahnya. Reflek saja ia segera bangun. Dan setelahnya pekikan keduanya terdengar.

"Ahh ... Jidat gue," pekik Dante memegangi dahinya yang baru saja berbenturan dengan dahi Denta.

"Ck, kenapa sih Lo udah bertingkah aja? Ini masih pagi," keluh Denta bangun dari kasurnya. Matanya menjelajah mencari ponsel miliknya. Ia melupakan benda elektronik itu.

Kakinya melangkah ke sana ke mari. Tapi, ponselnya tak juga ketemu. Seingatnya, semalam ia melempar ponsel itu. Tapi jika terlempar, pasti tak akan jauh jatuhnya. Denta berdecak mengacak rambutnya yang masih acak-acakan. Matanya kembali menatap sang kakak, Dante sudah rapi saja. Akan pergi ke mana memangnya?

"Cari apa?" tanya Dante heran melihat sang adik yang mondar-mandir dan berakhir menatapnya aneh.

"Hmm ... Lo lihat Hp gue nggak?"

"Oh, Hp ini?" Dante merogoh kantong celananya. Kemudian menyodorkan ponsel yang layarnya sudah retak sepenuhnya. Denta buru-buru mengambilnya. Mencoba menyalakannya tapi tidak bisa. Ia menghela nafas.

"Mati."

"Ya emang. Makanya mau gue buang. Bukanya masih baru ya ini Hp, tapi kenapa udah rusak?"

"Gara-gara Lo semalam. Gue sebel, jadi gue banting deh."

"Kenapa gue?" tanya Dante heran. "Ya udah deh, gue tunggu Lo di bawah. Mamah sama Papah udah nunggu buat sarapan. Cepetan mandi, nggak pake lama."

"Bodo amat, Babu. Udah sana keluar dari kamar gue. Balik sana ke majikan Lo." Denta mendorong tubuh Dante keluar dari kamarnya. Perasaan kesal langsung naik ke ubun-ubun  setelah mendengar nama papah mamahnya tersebut.

"Ck, pengen bebas aja susahnya kek gini. Punya keluarga kok pada ambisius semua, cih!"

°°°

Denta menatap gerbang rumahnya yang baru saja ditutup oleh penjaga rumah. Mulutnya berkali-kali mengumpat. Kakinya menendang apa pun yang ada di dekatnya. Dia kesal, ini hari Minggu tapi dirinya justru dikurung di rumah tanpa boleh ke mana-mana.

"Daripada main keluar nggak jelas, mending kamu belajar. Nilai kamu anjlok banget tahun ini, papah udah suruh pak satpam ngawasin kamu. Awas aja kalau kabur." 

"Hilih bacot." Semakin kesal saja Denta saat perkataan ayahnya terngiang-ngiang di telinga. Rumah sangat sepi, ponselnya pun rusak. Dipastikan, dirinya akan mati bosan.

Dengan langkah menghentak-hentak, Denta berjalan memasuki rumah yang pintunya terbuka lebar. Kalau ada Dante pasti tak akan se sepi ini. Walaupun, ia tetap saja mengacuhkan segala tingkah aneh saudaranya itu. Sayangnya, Dante tak ada. Saudaranya itu ikut papah dan mamahnya ke kantor. Jadi babu pastinya. Huh, Dante memang sebodoh itu. Mau-mau saja dimanfaatkan.

Brakk ....

Denta menutup pintu kamarnya kencang. Mana peduli akan berisik. Lagipula, siapa yang akan protes? Rumah sangat sepi. Ahh, hari Minggu yang sangat suram.

Nanteta«HIATUS»Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang