Biasalah 🕊️
•
•
•
•
•"Pah! Pah, udah, Pah!" Terengah-engah Dante menengahi papahnya dan Denta yang tengah beradu sengit. Nafasnya tak beraturan karena rasa takut yang menjeratnya. Kakinya terasa sangat kaku untuk digerakkan. Matanya memanas saat melihat Denta yang berdarah-darah ditangan sang papah.
"Pah! Jangan kayak gini. Sadar, Pah."
Tak tahan rasanya saat melihat orang yang sama-sama dirinya sayang seperti ini. Terlebih Denta, ia tak mau adiknya itu sampai terluka."Biarin, Dan! Biar papah bisa puas, biar bisa bunuh gue sekalian ... Akhh---" tinjuan dari ayahnya tak membuatnya gentar sedikitpun. Seperti tak ada takutnya, Denta hanya tersenyum sinis. Bibirnya yang sedikit robek mengeluarkan darah, membuat Denta terlihat semakin menyedihkan.
"Kamu semakin berani sama Papah ya? Kamu lupa saya ini siapanya kamu?!" Fadlan mencengkeram erat kerah baju yang digunakan Denta. Mengungkungnya sampai Denta tak bisa bergerak. Bahkan kesulitan bernafas.
"Iya--khh! Gu--e lupa siapa lo ... Tu--an gila pa--mor ... Akhh!" Denta semakin kesusahan bernafas. Fadlan semakin gelap mata, memojokkan Denta pada tembok dibelakangnya.
"Ucapkan sekali lagi!" Fadlan mengambil vas bunga yang berada di meja tepat di sampingnya. Mengangkatnya keatas bersiap melemparkannya pada kepala Denta yang hanya bisa pasrah memejamkan mata karena banyak kehilangan tenaga. Pikirannya sudah tidak sinkron, amarah membutakan matanya.
"Udah, Den! Jangan ngomong lagi!" Dante memekik dari tempatnya berdiri yang tak jauh dari Denta dan papahnya. Lututnya bergetar hebat. Ia takut diposisi ini. Apalagi ditangan sang papah sudah tergenggam vas bunga dari keramik yang sewaktu-waktu bisa mendarat di kepala Denta yang tak ada takutnya.
"Pa--pah--hahh--berubah."
Brakk ....
"DENTA!!!"
Fadlan yang gelap mata tanpa berpikir panjang mengayunkan vas itu pada Denta. Dan dengan kerasnya,vas itu menghantam dengan keras tubuh anaknya. Tangan yang memegang kerah baju anaknya terlepas dan kemudian lunglai. Bibirnya bergetar karena telah lepas kendali terhadap tubuhnya sendiri. Matanya terbelalak saat tubuh anaknya meluruh tepat di samping kakinya yang bergetar.
"Akhh ... Pah ...." Darah mengalir dari kepalanya yang terluka. Lalu tubuh itu terkulai lemas hilang kesadaran. Membuat perempuan paruh baya yang baru saja datang dengan tampilan berantakan memekik histeris.
"MAS!!! APA YANG KAMU LAKUKAN?!!" Mamah mendorong tubuh suaminya menjauh. Dengan tangan yang bergetar, mamah menggerakkan tubuh kedua putra kembarnya yang sama-sama terkulai. Kenapa menjadi seperti ini? Suaminya benar-benar sudah gila.
"Dante ...." Saat terakhir sebelum matanya terpejam, Denta melihat Dante yang terkulai dengan kepala berdarah-darah. Seharusnya, dialah yang berdarah seperti itu. Kenapa Dante menolongnya? Ini salahnya. Jika terjadi apa-apa dengan Dante, ia patut disalahkan. Tak sempat lebih lama menyalahkan dirinya sendiri, kegelapan yang amat pekat membawa kesadarannya terbang melayang. Membiarkan suara gaduh orang tuanya yang menjadi lagu tidur untuknya.
•••
Hening. Hanya terdengar suara roda yang saling bergesekan dari kursi roda yang didorong oleh para suster. Bergantian, keluar masuk membawanya dari-maupun-akan ke ruang UGD. Papah dan mamah terduduk lelah di kursi dingin yang berada tepat di depan ruangan yang didalamnya terdapat dua anaknya yang sama-sama tak berdaya. Pikiran keduanya masih melayang, terlebih Fadlan. Emosi membutakan perasaannya. Membuatnya menyesal pada akhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nanteta«HIATUS»
Teen Fiction(SEBELUM MEMBACA FOLLOW DULU, YA! JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT NYA. SO, ENJOY, GUYS!) Laksana Langit dan Bumi, cerita ini hanya mengisahkan tentang bagaimana dua hal berbeda yang harus menjadi sama. Menyatu karena kebahagian orang lain, lalu menderi...