congratulation 11

165 28 0
                                    

Tahun kedua perkuliahan, Jiya menjadi lebih sibuk. Jika pada tahun pertama dia hanya iseng mengikuti salah satu event universitas maka tahun ini dia kembali mengikuti beberapa kepanitiaan yang ada.

Dia menjadi lebih dekat dengan teman-teman fakultasnya. Baik laki-laki maupun perempuan. Namun, dia paling dekat dengan Gilang, termasuk Lia juga.

Namun, dia dan Lia berada di fakultas yang berbeda, sedangkan dia berada satu fakultas dengan Gilang.

Gilang orang yang baik, teman yang baik. Awalnya semua normal saja, Jiya nyaman dengan pertemanannya. Sampai Gilang berkata bahwa dia menyukainya.

Jiya bingung harus bagaimana, dia meminta saran pada teman sefakultasnya, pada Lia dan Kirana juga. Banyak pendapat, teman fakultas banyak yang mendukung karena menurut mereka, Gilang dan Jiya terlihat serasi. Berbeda dengan Lia dan Kirana, mereka kurang mendukung karena mereka tahu seberapa besar rasa yang Jiya miliki untuk Juna, kakak kelas mereka itu.

Namun, jujur Jiya lelah. Jiya lelah menunggu dan menahan segala perasaannya. Omong-omong tentang Juna, dia tidak pulang sepanjang tahun ini. Jiya mendengar dari kedua orangtuanya bahwa Juna sibuk dengan berbagai lomba, seminar, dan penelitian.

Jiya tahu bahwa kakak kelasnya itu memang penuh dengan semangat dan ambisi. Selalu ingin mencoba berbagai hal baru dan sibuk mengembangkan diri. Bahkan saking semangatnya, Juna bisa sampai lupa makan dan istirahat.

Masuk tahun ketiga bagi Jiya, yang berarti adalah tahun keempat untuk Juna. Pemuda itu juga belum pulang, benar-benar hilang.

Bagaimana hubungan Jiya dan Gilang? Biasa saja. Dulu mereka memutuskan untuk berada dalam hubungan pacaran. Namun, hal itu tidak bertahan lama, hanya dua bulan. Masing-masing dari mereka merasa lebih baik berteman. Niat awal Jiya menerima Gilang adalah untuk berusaha melupakan Juna yang berujung sia-sia. Bukannya melupakan, dia justru semakin memikirkannya.

Kenapa sih? Jiya lelah, tetapi tidak bisa berhenti.

...


Jiya sedang duduk di sofa ruang tengah, sibuk menonton televisi. Tama ikut duduk di sampingnya, mengambil alih keripik yang ada di pangkuan Jiya.

Jiya melirik. "Tumben libur gini di rumah lo."

Tama ikut melirik. "Lo juga tumben."

"Gue 'kan jomblo."

"Gue juga."

Jiya terdiam. Sebentar, bukannya kembarannya punya pacar? Yang tidak lain adalah sahabatnya sendiri. "Terus Kirana siapa?"

"Gue lagi break sama dia."

"Ngapain lo?"

"Suudzon lo, gue cuma lagi capek sama hubungan jarak jauh. Kita sepakat buat udahan dulu, pikirin dulu masa depan. Kalau Kirana jodoh gue--semoga iya--nanti juga balik lagi."

Jiya mengangguk dan mengerti. Dia hanya takut kembarannya ini menyakiti sahabatnya.

"Terus lo kenapa putus sama Gilang?"

"Kita lebih cocok temenan."

"Halah. Bilang aja lo kepikiran Bang Juna."

Jiya tidak menjawab hanya memberikan lirikan sinis untuk Tama.

"Ji, lo tau ngga?"

"Apa?"

"Bang Juna sakit."

Jiya terdiam. Sebenarnya, dia sudah menduga hal seperti ini akan terjadi.

"Tau darimana lo?"

"Bang Akmal cerita."

"Lah, Kak Akmal pulang?"

Congratulation✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang