Bonus : Awal mula

183 25 0
                                    

Note. Time set waktu Juna kelas sembilan

...

Jiya terdiam melihat hasil ulangannya yang buruk. Salahkan saja tugasnya di OSIS yang membuat dia harus meninggalkan pelajaran dan saat pertemuan selanjutnya dia sakit. Jadi, sebenarnya dia tidak pernah ikut materi dan langsung ulangan. Wajar 'kan kalau hasil ulangannya buruk?

Jiya milirik hasil ulangan Kirana, teman sebangkunya, yang sesuai KKM membuat gadis di sampingnya ini lolos dari hal yang dibenci oleh siswa pada umumnya, yaitu remedi.

"Ini saya bagikan soal remedi, boleh buka buku, tapi tidak boleh kerja sama. Boleh dikerjakan di sini atau di perpustakaan terserah kalian. Kalau sudah selesai tumpuk di depan."

Perkataan guru matematikanya hanya angin lalu bagi Jiya. Dia masih memproses, bahkan saat soal remedi sudah ada di depannya. Sebenarnya Jiya sudah belajar sendiri dan bersiap untuk kemungkinan remedi, yang mana dia lebih yakin akan remedi karena saat ulangan kemarin dia benar-benar tidak bisa. Selain itu, dia juga sudah meminta bantuan pada Tama, kembarannya, untuk mengajarkan yang tidak terlalu berefek.

"Huhuhu Ran! Gimana sih biar matematika suka sama gue? Ini materinya yang emang susah apa gue yang bego sih?"

Kirana langsung mengambil botol minum Jiya dan menyodorkannya pada pemiliknya. "Santai, minum dulu nih."

Jiya menatap sedih soal remedinya sebelum akhirnya menurut minum sesuai apa yang dikatakan oleh Kirana.

"Lo baca dulu aja materinya. Nih gue ada buku latihan soal. Lo baca juga siapa tahu ada yang mirip?"

Jiya menatap Kirana terharu dan langsung memeluk gadis itu. "Huhuhu makasih Ran. Gue sayang lo sumpah."

Kirana langsung mendorong Jiya karena geli mendengar apa yang dikatakan oleh gadis itu. "Udah gih kerjain, jangan ngeluh terus."

Jiya mengangguk dan berniat mulai mengerjakan saat kelasnya menjadi ramai oleh ungkapan kekesalan siswa pojok belakang. Jiya yang geram pun jadi berdiri dan membawa buku-buku termasuk soal remedinya.

"Mau kemana?"

"Gue mau ke perpus aja. Disini berisik."






Jiya perlahan berjalan masuk ke perpustakaan. Sepertinya pilihannya tepat karena saat ini perpustakaan sedang sepi hanya ada beberapa siswa di sana untuk membaca dan mengerjakan sesuatu, entah mungkin juga remedi seperti dia.

Jiya memilih duduk di tengah, dekat dengan salah satu pemuda yang dia tidak kenal. Jiya tidak peduli, niatnya duduk di sini karena dekat dengan kipas angin.

Jiya mulai membaca ulang materi dan buku yang dipinjamkan oleh Kirana. Awalnya biasa saja, Jiya percaya diri bisa mengerjakan karena dia merasa lebih paham. Jiya dengan rasa percaya dirinya itu mulai mengerjakan, satu soal lancar, dua soal lancar, tiga soal dia sedikit mengeluh, tetapi masih bisa diselesaikan. Masuk soal ke empat dia jadi terdiam mendadak blank, tetapi dia tidak mau menyerah. Akhirnya dia memilih mengerjakan kedua soal terakhir sesuai dengan kata hati. Tentu tidak lupa dengan ungkapan kesalnya.

Hal ini disadari oleh pemuda yang duduk tidak jauh darinya. Bahkan beberapa kali dia mengode supaya tidak berisik yang tidak disadari oleh Jiya.

Jiya menyerah, dia tidak bisa menyelesaikan soal nomor lima. Kepalanya sudah sangat sakit. Perlahan Jiya memilih menidurkan kepalanya di meja dan melihat ke arah kiri yang kebetulan adalah tempat pemuda tadi.

Jiya baru akan memejamkan matanya sebentar saat dia menyadari tumpukan buku yang ada di meja pemuda di dekatnya. Matematika, apa pemuda itu anak olimpiade? Biasanya yang dia dengar anak olimpiade sering belajar di perpustakaan.

Congratulation✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang