8. Sang Antagonis Menarik Ujung Rambut Protagonis

1.2K 226 23
                                    

c h e c k f i r s t !
vote, comment your
favorite line on this
chapter, then follow
me if you want to see
more story like this
or news about update.

***

Refleks, aku membalikkan tubuh dan menatapnya lekat-lekat. Ranette terlihat gelagapan dengan reaksiku yang tiba-tiba, sepertinya dia tidak tahu gumamannya terdengar keras di pendengaranku.

"Lady Laurelisias? Ada apa?" Senyum lembut mengembang lembut di bibirnya. Matanya berbinar seakan melihat seorang idola di hadapannya, tetapi kita semua tahu,

itu hanya kebohongan belaka.

Kutepuk-tepuk pundaknya yang mungil, mencodongkan badan mendekat dengan telinganya itu.

Menahan kalimat pertama yang telah kuuntaikan, aku sangat puas melihat ekspresi penuh amarah sekaligus terkejut tercetak jelas di sana.

Kutinggalkan perempuan itu, untuk saat ini saja.

Aku kembali menuju Pangeran Cassile, dia menatapi Ranette yang sedang menggigit bibirnya lalu menatapku secara bergantian. Dia pasti mulai penasaran karena kami sangat menarik perhatian Para Bangsawan di sana. Tetapi sampai tiba ke tempat asrama, Pangeran tidak mengatakan satupun pertanyaan.

"Coba saja membunuhku, kau akan hancur sebelum menyentuh sehelai rambutku. Jadi pastikan, rencanamu itu sangat hebat atau segera kubur dirimu itu dari sini."

Awalnya aku tidak peduli bagaimana Ranette bersikap di dalam novel, aku hanya fokus menyenangi karakter pria yang menghiasi buku itu. Namun mengetahui kedok perempuan itu, aku sangat yakin ada sesuatu yang menjadi penyebab Laurelisias di novel dikalahkan.

Dan hal itu akan terkuak, cepat atau lambat.

"Ini adalah ruanganmu," ucap Pangeran Cassile pendek. Aku melihat sebuah pintu dengan papan kayu kecil berukirkan angka di sebelahnya, pintu itu besar dan sangat cukup meski Laurelisias bertumbuh menjadi sebuah titan.

Aku menunduk sebagai tanda hormat. Cassile hanya terkekeh kecil sambil menunjukkan senyum sinis, tampak jelas ia memikirkan sesuatu di dalam kepala besarnya itu. "Jika anda menatap orang seperti itu, dia akan mengira anda sedang bersiap untuk membunuhnya." Aku ingin mengatakan orang akan mengiranya gila tetapi Cassile adalah seorang pangeran dan aku tidak ingin mati muda.

Kupegang gagang pintu ruangan dan segera memasukinya. Pangeran Cassile masih setia menatapku dengan senyuman gilanya, laki-laki satu ini pasti salah satu tokoh yang memiliki otak gila atau stres berkepanjangan.

Suara pintu yang tertutup menjadi pemisah di antara kami. Aku mulai merebahkan tubuh di atas kasur, nyeri langsung terasa di punggungku. Mereka benar-benar memiliki kualitas kasur yang bagus!

Pikiranku akan Ranette kembali menghantui, aku sangat yakin Ranette mengetahui sesuatu tentang cerita The Flower of Aristocrat. Entah apa dia berasal dari dunia lain sama sepertiku atau dia sebenarnya berasal dari masa depan.

Tetapi bagaimana hal itu mungkin?

Kelopak mataku mulai terasa berat dan perlahan terpejam, mengaburkan pikiran sementara waktu.

"Laurelisias."

Sosok itu datang lagi. Sang Laurelisias asli.

"Claire, kita bertemu lagi." Entah darimana asalnya, meja dan beberapa peralatan minum teh muncul tiba-tiba di hadapan kami. Laurelisias mulai menyesap secangkir teh yang ada di hadapannya.

Rupa elok itu membuatku terpesona, jika seseorang berkata tentang nilai diri dapat dirasakan hanya dengan mengecap keberadaan auranya, maka yang ia maksud pasti orang seperti Laurelisias.

Dia benar-benar Putri Bangsawan.

"Apa yang waktu itu sempat terlewat? Kau bilang sesuatu, sesuatu tentang sihir."

Laurelisias menatapku kemudian meletakkan kembali cangkir tehnya. "Aku kira Cassile sudah memberitahumu?"

Ini ada hubungannya dengan Cassile?

Laurelisias menghela napas, kemudian melanjutkan perkataannya. "Aku pernah mendapatkan kutukan saat lahir, kutukan itu berkata kalau aku tidak akan pernah bahagia." Senyum masam terlukis di bibirnya.

Benar. Seorang Antagonis tidak akan pernah bahagia.

"Lalu aku bertemu dengan Cassile, dan ia memberikan seperempat dari kekuatan sihirnya agar aku bisa bertahan hidup."

Tak heran ia bertingkah seakan dekat sekali denganku.

"Apa yang bisa sihir ini lakukan?" tanyaku sambil menghitung kemungkinan membalikkan cerita jika Laurelisias memiliki sihir yang sangat berguna.

"Maka itu menjadi tugasmu untuk mencari tahu, satu-satunya petunjuk yang kuketahui hanya kekuatan itu tidak bisa mengubah apapun. Nyatanya, memang sebuah takdir yang tertulis tidak bisa diubah."

Aku mengepalkan tangan. "Kalau begitu, aku akan menunjukkan kepadamu. Takdir bisa berubah."

Laurelisias yang tersenyum perlahan mengabur dari pandangan.

Aku menuju pintu kamar setelah menyadari waktu sudah tengah hari, sosok yang sangat familiar berada di hadapanku.

Ranette.

Wajahku terasa kaku, sepertinya ini reaksi alami dari tubuh Ranette. Apakah Laurelisias selalu seperti ini?

"Lady Laure," salamnya.

Aku mengangguk tak acuh, Ranette bukan sosok malaikat yang diberkati kebaikan, jadi aku harus sangat waspada.

Senyuman asing muncul di wajah manis itu, sudut matanya merendah memunculkan ekspresi meremehkan dan menghina. "Aku sangat menantikan kematian keduamu, Laure. Racun di cangkir teh? Konyol sekali," kekehnya.

"Kau ingin bermain terus terang rupanya," ucapku dingin. "Putri Baron sepertimu bahkan tidak layak menatap mataku. Apakah ayahmu membutuhkan kejatuhan untuk kedua kalinya?"

Wajah Ranette memerah. "Mungkin kau lupa, aku akan menjadi Putri Mahkota dan menjadi Ratu, seharusnya kau yang memperhatikan posisimu itu," gertak Ranette menahan amarah.

Aku tertawa kecil. "Akan berarti tidak menjamin apapun, teruslah berimajinasi. Kau kira kali ini akan sama untukmu? Aku tidak akan mengulang kesalahan yang sama."

"Kau bukan protagonisnya, Laure."

"Aku yang menentukan posisiku sendiri, Ranette."

Ranette tampak tertekan dengan jawabanku yang singkat. "Pangeran akan berada di sisiku, cepat atau lambat."

"Aku bukan wanita murahan sepertimu yang menebar kecantikan hanya untuk merayu pria."

"Wanita murahan!?" Ranette membuang muka sejenak, terlihat jelas emosi sudah menguasai dirinya. "Jangan bermimpi untuk berpikir kau lebih baik dariku, Laure. Kau tetap seorang pembunuh dan aku jauh lebih beruntung darimu."

"Aku tidak butuh keberuntungan."

Ranette tersenyum masam. "Kalau begitu mari kita lihat, siapa yang bertahan kali ini." Ia berjalan cepat meninggalkanku.

Ini hanya semakin menarik.

The Antagonist Wants to Live Happily Ever After [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang