°°°
Terik mentari siang ini menyingsing kala Juna berjalan beralaskan sandal gunung favoritnya. Itu sandal gunung pemberian abangnya dua tahun yang lalu, masih awet dan terjaga hingga kini. Sebab anak itu tak beda jauh dengan dua tahun lalu. Tinggi badannya hanya tumbuh beberapa jengkal, serta ukuran kakinya masih sama.
Tadinya, Juna mau ke minimarket berniat membeli beberapa camilan untuk menemaninya belajar, tetapi anak itu berhenti berjalan tatkala mendapati dua bocah sebayanya di bawah pohon rambutan.
Dua anak itu Lele dan Icung, terlihat sedang kebingungan di sana. Pohon di sebelahnya telah berbuah. Rambutan di atas sana berwarna kemerahan matang, membuat mata siapa saja terperangah dan tergugah untuk mencicipi buah bulat dengan rambut seperti duri itu.
Lele berdecak tak sabar, "lo aja gih yang naik!"
"Iya, ini mau naik. Tapi ini pohon gak ada yang punya, kan?" Icung celingak-celinguk menatap sekitar.
Sudah Juna duga sebelumnya, kedua bocah bontot itu pasti tertarik dengan buah menggiurkan berwarna kemerahan itu. Lantas, Juna mengamati kedua anak itu sekilas sebelum dirinya berjalan mendekat. Membuang pikirannya untuk ke minimarket. Pikirnya, menunggu Icung memetik rambutan dan meminta beberapa tidaklah memakan banyak waktu.
"Hoi, dak!" Sapanya ketika sampai.
Entah apa yang dipikirkan kedua anak itu, namun Lele dan Icung hanya menatapnya dengan pandangan tak terbaca. Lantas keduanya menoleh bersamaan.
Rencana licik. Dan Juna baru menyadarinya setelah beberapa saat. Ketika Lele dan Icung dengan kejinya menyuruh Juna naik ke pohon itu dengan memaksa. Lantas, dengan terpaksanya, Juna menaiki salah satu tangkai. Belum berada di tempat yang dikehendaki memang, sebab buah-buah kemerahan itu masih sedikit di atas, membuat Juna mau tak mau harus naik beberapa langkah lagi.
Namun sebelum itu, ia sempat meneriaki kedua anak tak tahu diri yang mengorbankannya untuk jadi maling. "Emang kurang ajar lo berdua. Gak ada akhlaknya sama yang lebih tua!"
Benar, ketiga anak itu memang satu angkatan, tetapi umur Juna jelas lebih tua ketimbang keduanya. Lele dan Icung hanya tergelak, kemudian dengan jurus andalannya, Lele mengelak.
"Gak ada peraturan yang lebih tua leyeh-leyeh di bawah pohon. Jadi, kalau lo bisa kenapa harus kita. Ya gak, Cung?" Anak itu menyenggol lengan Icung, membuat Icung mengangguk beberapa kali sembari memberikan jempolnya kearah Juna.
Sedangkan Juna cuma bisa mendumel di atas sana. Sabar, demi buah rambutan yang sudah melambai menggodanya untuk segera dipetik.
Juna hanya harus melangkahkan sebelah kakinya ke atas ranting, kemudian dapat mengambil setangkai rambutan merah itu dengan perasaan gembira setengah mati. Namun sebelum itu semua terjadi, Lele dan Icung di bawah sana telah meneriakinya dengan bisikan-bisikan tak jelas.
"Turun weh, euy!"
"Udah gak jadi we! Kita beli di pasar aja!"
"Buruan turun, ntar mau dibeliin sekilo ku si Icung, Jun!"
"Enak we! Maneh nu beliin mun kitu!"
Juna tak mau ambil pusing. Anak itu kembali menaiki rantingnya. Kemudian sekali lagi, anak itu hendak mengambil setangkai rambutan, Lele dan Icung kembali meneriakinya dengan bisikan yang sangat mengganggu telinga.
"Jangan dipotek, atuhda hayu turun wae, Jun!"
Namun kembali lagi, Juna tak memperindah ujaran kedua anak itu. Apa-apaan, dia sudah berkorban untuk menaiki pohon, dua bocah gendeng itu dengan seenak jidat menyuruhnya kembali turun? Dengan tangan kosong pula. Padahal Juna sudah menyempatkan sedikit waktunya untuk tak pergi ke minimarket saat itu juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elegi Esok Pagi ✓
Fanfiction[END. BUKAN BXB!!!] Pernah dengar mitos tentang capung? Orang Jawa bilang, jika ada capung masuk ke rumahmu, harus segera dikeluarkan karena membawa kesialan. Namun itu hanyalah mitos belaka. Sakania tak akan pernah mempercayai mitos begituan. Lagi...