°°°
Sebenarnya, menempuh pendidikan di bangku Sekolah Teknik Menengah bukan salah satu pencapaian yang Mahendra Wicaksana inginkan. Ia bahkan tak pernah memikirkan kata STM di kamus hidupnya.
Sebetulnya, ini semua karena secuil rayuan dari teman SMP-nya. Jenar Aldebaran, lelaki yang belakangan ini terus saja menempel pada Mahendra. Bahkan, waktu liburan pasca kelulusan, Jenar terus saja mendatangi rumahnya. Ia turut serta membawa hewan peliharaannya, yang Jenar bilang, kucing oren itu tak bisa ditinggal sendirian di rumah.
Pernah suatu waktu Mahendra bertanya, kenapa dirinya tak berada di rumah saja menemani buntalan berbulu itu. Ya, terus terang saja, Mahendra sedikit risih melihat kehadiran Jenar yang hampir tiap waktu di rumahnya. Jenar tak merasa tersinggung sedikit pun, bahkan, ia menyunggingkan senyumnya hingga matanya serupa sabit. Selanjutnya, Jenar cuma cengengesan sambil berujar lirih, itu sih, bagian dari rencana, katanya. Entah apa maksudnya.
Bagi sebagian orang, Jenar itu aneh. Lelaki itu punya segudang bakat terpendam. Contohnya, mengambil hati para guru di sekolahan. Ya, dengan senyuman manis dan mata sabitnya, para guru jelas terpana dan menjadikannya siswa kesayangan dengan mengecapnya sebagai anak baik-baik dan rajin mengerjakan tugas.
Kalau soal mengerjakan tugas, Mahendra mengakuinya—karena kadang, ia juga mencontek tugas milik Jenar. Tetapi untuk cap anak baik-baik, itu adalah sebuah pembohongan belaka. Baik, dengan melihat muka Jenar yang seperti itu, dia memang kelihatan anak baik, tetapi aslinya--Jenar freak!
Lelaki bongsor itu bahkan pernah menghantam hidung Mahendra dengan bola kasti hingga mimisan. Ya, Mahendra tahu kalau Jenar tak sengaja. Namun yang jadi masalah, bukan hanya bolanya saja yang ia lemparkan dengan keras, tetapi tongkat baseball-nya pula. Kurang jelas ya. Baik, biar Mahendra perjelas. JENAR MELEMPARINYA TONGKAT BASEBALL SERTA BOLA KASTI DAN MEMBUAT HIDUNGNYA MIMISAN.
Hal itu sebenarnya cukup untuk membuat seorang Mahendra Wicaksana mem-blacklist nama Jenar Aldebaran dari hidupnya. Namun, anak itu terus saja mengikutinya ke mana pun.
Hingga pergantian jam pelajaran tatkala Mahendra kepingin kencing. Tadinya sih, Mahendra pikir anak itu tak akan mengikutinya, terlebih, toilet anak lelaki hanya berada sepuluh langkah dari kelas mereka. Namun, Mahendra lagi-lagi dibuat membelalak kala mendapati Jenar tengah mematut diri di kaca—persis di depan bilik yang digunakan Mahendra terbuka.
Anak itu tengah memoleskan pomade murahan yang telah tercolek dari wadahnya. Sembari menatap Mahendra dengan menaikkan kedua alisnya, Jenar tak mengucapkan sepatah kata pun. Membuat Mahendra bergidik ngeri karena aktivitasnya yang menjadi tidak nyaman karena terasa di awasi.
Mahendra sempat berpikir bahwa Jenar bukanlah seorang lelaki yang sama dengan dirinya dan teman sebayanya. Anak itu berbeda, dan parahnya, Mahendra sempat berpikir bahwa anak itu memiliki orientasi seksual yang menyimpang--ah, tidak, itu terlalu menyinggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elegi Esok Pagi ✓
Fanfiction[END. BUKAN BXB!!!] Pernah dengar mitos tentang capung? Orang Jawa bilang, jika ada capung masuk ke rumahmu, harus segera dikeluarkan karena membawa kesialan. Namun itu hanyalah mitos belaka. Sakania tak akan pernah mempercayai mitos begituan. Lagi...