2.6

305 44 44
                                    

°°°

Hari ini Sakania berniat pergi ke makam untuk mengunjungi ayah Mahendra, serta Kai yang telah ditemuinya beberapa hari lalu. Namun sebelum Mahendra datang untuk menjemputnya, ia menyempatkan diri untuk membuat janji bersama Jenar.

Tentu saja itu semua terjadi sebab Raina yang memintanya. Katanya, anak itu juga tak mau kalah dengan Saka. Maka dari itu Raina meminta tolong pada Saka supaya mereka dapat dipertemukan.

Tadinya Sakania sudah merencanakannya matang-matang. Tentu saja dengan waktu yang mepet karena ia juga ada janji bersama Mahendra. Lantas anak itu membuat janji pertemuan pada Jenar di sebuah cafe—yang seharusnya akan dihadiri Raina.

Namun Sakania melenguh pelan. Bibirnya melengkung ke bawah kala mendapati Jenar dengan setelan kasualnya telah berada di depan pagar rumah. Harusnya Jenar langsung datang ke cafe, bukan menjemputnya di rumah macam ini.

Tentu saja hal itu membuat Sakania putus asa. Pikirannya kacau, tentang bagaimana janjinya dengan Mahendra sebelumnya.

Tetapi karena waktunya telah mepet, berakhir Mahendra yang telah bersiap dengan motor peninggalan ayahnya mendengus kecewa.

Mahendra telah sampai di pertigaan gang di dekat rumah Sakania kala menyadari kawannya juga hadir di sana. Pandangannya tercampur aduk dengan pikirannya. Entah bingung, entah kecewa, entah marah.

Padahal Sakania telah mengiyakan janji tersebut. Janji mengunjungi makam ayahnya dan juga bertemu Kai.

Saat ini Mahendra dilanda kekecewaan luar biasa. Namun ia masih berupaya berpikir positif. Mungkin Jenar lebih dahulu membuat janji dengan Saka.

Lantas dengan segera Mahendra mengeluarkan ponselnya. Membuat pesan singkat berupa; Sa, hari ini nggak jadi ya. Diganti aja lain waktu.

Tepat setelah pesan itu terkirim, Sakania di depan sana terlihat fokus pada ponselnya. Anak itu memandang ponselnya dengan perasaan tenang sekaligus senang. Apakah ajakan Mahendra benar-benar memberinya beban?

Setelah Saka membalas pesannya secara singkat, Mahendra dapat melihat bahwa anak itu segera membonceng motor Jenar.

Ia bahkan dapat melihat raut wajah berbinar milik Saka. Kontras berbalik dengan Mahendra. Dengan senyum getir, juga perasaan kecewa. Dengan kebingungan yang menghinggapi, juga pikiran kacau yang melingkupi.

Kalau Sakania memang benar-benar tak bisa ikut dengannya, bukankah seharusnya ia bilang dahulu ke Mahendra? Bukannya Mahendra yang justru membatalkannya secara tiba-tiba seperti ini. Juga Saka tak bertanya hal lebih, mengapa Mahendra dengan tiba-tiba membatalkan rencana mereka.

Mahendra melenguh kecewa dalam perjalanan pulang. Baru kali ini ia terpikat, hingga mendapati sakit hati yang terus saja menggelanyuti pikirannya. Sebab kawannya sendiri yang entah dengan maksud dan tujuan apa, mendadak dekat dengan gadis pujaannya.

Ya, Mahendra sedikit tahu banyak jika ibu dari keduanya berkawan. Dan itulah yang membuat Mahendra merasa kalah sebelum memulai persaingan.

Jenar tentu saja lebih tampan darinya. Mengingat sedari SMP pun, ia banyak digandrungi. Jenar juga lebih pintar darinya. Berbakat, tinggi, berprestasi, serta memukau. Mahendra jelas kalah telak.

Elegi Esok Pagi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang