°°°
"Nah kalau kalian nemu soal begini, cara mengerjakannya seperti ini," Terang guru muda yang menjabat sebagai wali kelas Mahendra.
"Paham kalian?" Lanjutnya.
Hampir semua anak mengangguk, lantas menjawab dengan bersamaan. "Paham, bu."
"Nah kalau soal yang didapat kayak gini, caranya hampir sama." Jemari guru muda itu menari di atas papan tulis. Membuat coretan-coretan bernamakan rumus dan tetek-bengeknya.
"Begini. Paham kalian?" Tanyanya kala selesai dengan tulisannya.
"36... 37.... Udah tiga puluh tujuh kali bu Sira nanya 'paham kalian?' ke kita." Mahendra menuntaskan coretannya pada buku. Membuat bulatan dengan corak merah pada angka ke-37.
"Lo ngitungin dari tadi?" Jenar menatapnya tak percaya. Namun Mahendra malah menaikkan alisnya dengan bangga.
Juna yang duduk di hadapannya sampai berbalik hanya untuk mengatakan. "Lo gak ada kerjaan banget, Hen."
"Ssstt... Gue gak nerima hinaan. Gue tau ya, lo sendiri dari tadi cuma ngegambar."
Alih-alih marah dan membuat sanggahan, Juna justru kembali berbalik ke depan. Kepalanya bolak-balik menatap depan, lalu menunduk. Hanya untuk menyalin tulisan gurunya di papan tulis ke bukunya.
Memang benar sedari tadi Juna menggambar, namun anak itu tetap memperhatikan apa yang gurunya terangkan.
"Oh iya, nanti jangan pulang dulu. Bang Mark mau ketemu katanya." Nana yang lebih dahulu selesai dengan catatannya mengingatkan.
"Ketemu siapa?"
"Ketemu kita lah!"
Lantas pandangan Mahendra berkedut. Ia curiga bahwa Juna telah memberitahu Mark pasal adegan nyolong rambutan kemarin sore.
"Lo cepuin ke bang Mark ya, Jun?" Tanya Mahendra langsung.
Juna kembali menoleh, "cepuin apa?"
"Alah siah, ngaku we lu cepu kan ke Mark!" Tuduhnya berbisik.
Juna yang merasa terganggu, tak menggubrisnya. "Apaan sih, gak jelas."
Tak mau ikut campur keduanya, Jenar melenguh. Anak itu menggaruk belakang kepalanya yang gatal, lantas bermonolog dengan tetap menatap papan tulis. "Gue kalo gak ikut, bakal kena hajar gak ya?"
Sialnya hal itu didengar Mahendra yang duduk sebangku dengannya. "Kenapa gak ikut?"
"Ada acara, sama Bunda."
Nana kembali melongok, "gak pa-pa. Nanti lo langsung ijin ke Mark aja, Jen."
🌻
"Yaudah kalau gitu, Jenar pulang duluan ya, bang!"
Lantas anak yang dipamiti mengangguk. "Iya, hati-hati, Jen!"
Mahendra menatap sebal kepergian Jenar. Sebab anak itu baru saja pamit untuk pulang lebih dahulu. Meninggalkannya bersama bocah-bocah tengik yang sudah bau mentari. Entah hari ini agendanya apa, yang jelas Mahendra cuma menurut saja pada ketua basisnya.
Mark mulai mengomando kembali. Namun tak seperti saat acara penataran, lelaki dengan usia terpaut satu tahun di atas Mahendra itu berucap dengan santai.
"Duduk dulu deh, kalian," ujarnya sembari mendudukkan diri di kursi kayu.
Pergerakannya diikuti Nana yang langsung duduk di seberang. Setelahnya Juna, lantas Mahendra yang mengikuti. Setelah beberapa waktu, Icung dan Lele belum juga duduk. Kedua anak itu justru menunduk tepat di belakang Mark.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elegi Esok Pagi ✓
Fanfiction[END. BUKAN BXB!!!] Pernah dengar mitos tentang capung? Orang Jawa bilang, jika ada capung masuk ke rumahmu, harus segera dikeluarkan karena membawa kesialan. Namun itu hanyalah mitos belaka. Sakania tak akan pernah mempercayai mitos begituan. Lagi...