[Berhasil mendapat logo 'Best Chars' a.k.a. penjualan terbaik dari Chars Publisher]
Please vote if you enjoy 🌟
Genre : School, Teenfiction, Romance, Comedy (70%), Sad (30%)
(Naskah full revisi ✅)
----------
Manito adalah sebuah kata yang berasal da...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Arya sudah beberapa kali bertemu dengan Martha Silviana dalam pertemuan orang tua murid tetapi tidak untuk Jimmy Suryadi—–papanya Lara Scarletta. Cukup mengagetkan sebenarnya karena pria itu lebih cocok disebut sebagai pria lajang daripada ayah beranak satu.
"Perkiraan lo bener. Lo nggak sendirian." Jimmy menyeletuk setelah menghampiri meja di mana Lara dan Arya tempati di warteg terdekat. Keduanya refleks menoleh ke sumber suara.
"Kenalin, bokap gue." Lara melirik masing-masing sekilas untuk saling memperkenalkan dan diperkenalkan. "Pa, dia Arya, temen sebangku aku."
Arya beranjak dari duduknya dan menundukkan kepalanya terlalu hormat hingga keningnya hampir saja menyentuh meja di bawahnya. "Malam, Om. Saya Arya Sergio Utama, temen sebangku Lara sekaligus tutornya. Kebetulan saya juga tinggal di sebelah apartemen Om—–nomor 17. Salam kenal, Om."
"His attitude is so impressive," puji Jimmy bersungguh-sungguh, lantas segera mengulurkan tangan kanannya untuk menyalami Arya. "Menantuable banget—–bercanda, Ra."
Jimmy tergelak setelah mendapat tatapan jengah dari Lara. Pria itu lantas menarik bangku plastik dan duduk di hadapan mereka, sepaket dengan gesturnya yang mempersilakan Arya duduk kembali. "Tapi percaya deh, semua orang tua pasti menginginkan anaknya dapet pasangan yang akhlaknya sempurna meski orang tua tersebut akhlaknya mendekati nol bahkan minus."
"Kayak Papa dong." Lara menyambar, padahal akhlaknya juga sama minusnya.
"Tumben dari tadi ada embel-embel panggilan 'Pa'. Pencitraan, nih?"
Lara berekspresi seakan baru saja sadar kemudian berujar enteng setelah berpikir sejenak, "Kayaknya refleks deh, Pa. Soalnya Arya kan calon penerus bangsa, nggak tega aja kalo dia menyaksikan terlalu banyak adegan yang nggak mendidik."
Tidak tanggung-tanggung, nada bicara Lara juga tersirat seakan-akan Arya di bawah umur.
Arya diam saja, meski perhatiannya tetap siaga. Interaksi antara Lara dengan Jimmy adalah yang pertama kali dilihatnya dan bisa dibilang, dia merasa sangat takjub.
Dipikir-pikir, asyik juga jika dia bisa seperti Lara berbicara sesantai itu dengan papanya sendiri. Walau terkesan barbar dan tidak beretika, Arya tahu dengan pasti kalau rasa hormat Lara sebagai anak tidak luntur bahkan kentara sekali kalau dia begitu menyayangi papanya.
Benar saja, karena dia mendengar Lara bertanya pada Jimmy, "Udah makan belum, Pa? Aku pesenin, ya?"
"Udah, Ra. Papa udah makan."
Menyadari sudah waktunya pamit, Arya beranjak dari duduknya dan berkata, "Kalo gitu saya kembali ke apartemen, ya. Selamat malam, Om."
"Lo kacangin gue?" tanya Lara. Sebenarnya sengaja karena dia tergoda untuk mengusili Arya. "Mana ucapan 'good night'-nya?"
Sesuai yang bisa diduga, Arya tampak speechless tetapi untungnya dia segera menetralkan ekspresinya sehingga tidak terkesan mati gaya. "Selamat malam, Lara."