Meski Harus Kehilangan Segalanya (2)

360 54 2
                                    

"Jadi itu bukan halusinasi atau ... semacam khayalan, gitu?" tanya Ilyas, menyela penjelasan Mirela.

"Apa dia pernah liat kodok-kodok itu? Maksud aku, apa dia pernah bilang ke kamu pernah liat kodok-kodok itu?"

Ilyas menggeleng ragu. "Gue juga gak tau. Cuma seinget gue, dia bilang gak inget kapan kodok-kodok itu masuk ke dadanya."

"Exactly!" Jari-jari Mirela menjentik. "Itu delusi. Dia hanya percaya, hanya meyakini tanpa pernah liat."

Seperti kasus-kasus orang yang meyakini diri mereka rasul, seorang utusan yang mendapat wahyu Tuhan di zaman sekarang ini, juga kasus lain di mana seseorang yakin memiliki kemampuan menyembuhkan orang lain, atau kasus-kasus serupa lainnya. Mirela memberi banyak contoh agar Ilyas mengerti kondisi Hanna.

"Mereka sangat yakin dan tidak peduli bantahan orang lain, kan?" Mirela memerhatikan raut wajah Ilyas yang tampak sangat kebingungan. "Hanna juga begitu, Yas. Itu delusi, hanya keyakinan dia."

"Tapi ... kenapa?" Ilyas benar-benar tidak mengerti, kenapa Hanna meyakini hal konyol seperti itu?

"Yes, why?" Itulah alasan Mirela tidak bisa mendiagnosa lebih lanjut. Pasti ada alasan mengapa Hanna meyakini hal itu. Alasan yang mungkin akan menjadi jawaban keganjilan-keganjilan lain pada diri gadis itu.

"Satu hal," ucap Mirela, "reaksi dia waktu kamu "sentuh" di taman itu, mungkin bisa menjadi clue," imbuhnya kemudian.

Jelas Hanna takut terhadap sesuatu, trauma terhadap sentuhan penuh nafsu seperti yang Ilyas lakukan kala itu. Mirela menduga, Hanna mungkin pernah mengalami paksaan, tekanan, atau kekerasan seksual. Namun, Mirela tidak berani memastikan, itu baru dugaannya saja.

Ilyas terperangah mendengar kemungkinan itu. Kemungkinan yang sangat masuk akal dan menyakitkan, juga membangkitkan amarah pria yang tengah resah itu. Ia kehilangan kata-kata, dan hanya menatap Mirela dengan sorot penuh pengharapan.

"Itu baru dugaan aku aja, Yas. Jangan terlalu dipikirin," kata Mirela, mencoba menghibur.

"Tapi, apa dia bisa sembuh, Mir?" tanya Ilyas penuh harap.

"Aku harus ketemu dia langsung, Yas." Mirela mendesah sambil membetulkan posisi duduk. "Kemungkinan sembuh itu pasti ada, cuma ...."

"Kenapa?" tanya Ilyas tak sabar.

Mirela mengingatkan kecerdasan Hanna, lalu bagaimana gadis itu bisa melupakan sebuah kejadian dengan begitu cepat. Hal seperti ini sangat jarang terjadi. Sepanjang karirnya, Mirela hanya pernah satu kali menangani kasus semacam itu.

"Gangguan kejiwaan sangat sulit disembuhkan pada penderita yang punya kecerdasan di atas rata-rata, Yas," ungkap Mirela.

Saat seseorang dengan tingkat kecerdasan berlebih mengalami gangguan kejiwaan, mereka akan mampu memanipulasi pikiran mereka sendiri. Hal itu semacam bentuk pertahan dari apa yang mereka takuti, tidak inginkan, atau hal yang dianggap merugikan; membuat tidak nyaman dan semacamnya.

Menurut Mirela, Hanna bisa melupakan kejadian saat Ilyas mencumbunya di taman dengan sangat cepat adalah salah satu ciri gadis itu mampu memanipulasi pikirannya sendiri. Kemudian didukung fakta bahwa gadis itu memang cerdas, bahkan bersekolah secara normal.

"Simpelnya, Yas, Hanna mampu mengendalikan pikirannya untuk memilih apa yang ingin dia ingat atau lupakan. Itu semacam bentuk pertahanan diri."

"Jadi ... dia gak bisa sembuh?" Ilyas nyaris putus asa.

"No! Dia hanya butuh dorongan, Yas. Sulit, tapi bukan mustahil. Lagi pula ini baru dugaan aku aja, kita belum tau kondisi Hanna yang sebenarnya, kan?"

Dalam keputusasaan Ilyas mencoba mengangguk. Penjelasan demi penjelasan Mirela hanya menambah kecemasan pria itu. Pikirannya terus terpaku pada sang kekasih yang sekarang berada jauh darinya, dan mungkin sedang bersama Arman.

Hanna Tidak GilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang