12. X dan Y

5.5K 344 9
                                    

Sore harinya, kini ... Icha, Tari dan Moza sudah berada di pantai. Sekolahnya sudah selesai sejak tadi, mereka memutuskan untuk menyejukkan pikiran masing-masing di tempat yang indah ini.

"Tadi gue ketemu Pak Arya, dia megang kening gue pula. Sayangya, dia nganggap gue gak waras." Moza bercerita kejadian tadi di sekolah, padahal jelas-jelas tidak ada yang mendengarkan keluh kesahnya itu.

Icha sedang asik-asiknya berfoto, sedangkan Tari duduk berdampingan dengan Moza.

"Tari? Menurut lo ... kemungkinan kecil, Pak Arya jodoh gue bukan?" tanya Moza,
Tari tidak mendengarkan perkataan Moza. Gadis itu sedang bergulat dengan pikirannya sendiri.

Moza langsung menatap Tari dengan tatapan sendu. "Huft, ternyata benar kata orang ... yang mengerti kita itu, ya, diri kita sendiri."

"Za, ombak pantai hari ini bagus, ya?" Tari dengan setia menatap ombak di lautan.

Moza mangangguk lirih, matanya menyusuri setiap inci air laut yang bergelombang. Icha menghampiri Tari dan Moza dengan senyuman penuh gairah.

"Bentar lagi ada senja, fotoin gue, ya? Fotonya mau gue post di Ig, biar jadi Seleb terkenal." Icha berkata seraya ikut duduk di samping Tari.

"Hari ini gue cantik, gak?" tanya wanita itu dengan tangan yang membenarkan hijabnya.

Tari dan Moza asal mengangguk saja, padahal kedua remaja itu tidak terlalu medengarkan apa yang Icha katakan.

"Moza, lo mau gak sama abang gue?" tanya Icha seperti menawarkan barang jualan.

Moza langsung menoleh ke arah Icha. "Mapan gak?" Pertanyaan pertama yang Moza tanyakan kepada Icha.

Tari yang mendengar itu langsung mendengus kesal, kedua perempuan di sampingnya itu membuat pikirannya semakin bercabang.

"Bisa diem gak? Kalo mau ngobrol sesi jodoh-jodohan jangan di sini, di ujung pantai sana! Pusing gue dengernya." Tari berdecak kesal, gadis itu langsung menutup telinganya rapat-rapat.

"Apasi! Sensi banget lo, gue tendang juga lo ke ujung Afrika!" cecar Icha dengan nada ketus.

Moza langsung terkekeh geli. "Dia lagi patah hati, Cha. Cintanya sama si Fajar gak bisa bersatu," kata Moza meledek Tari.

Bukannya kasihan, Icha langsung menatap Tari dengan ekspresi lugu, setelahnya wanita itu langsung tertawa terbahak-bahak.

"Lebay lo! Patah hati galau, lemah amat jadi cewek! Haha ...." Icha meledek keras tanpa memikirkan keadaan hati Tari sekarang.

Tari tersenyum getir, wajahnya nampak lesu. Icha memang selalu menyakitkan hati kalau berbicara, itu sudah hal biasa bagi Tari. Sayangnya, perkataan Icha kali ini tak dapat Tari terima.

"Mungkin bagi lo ini hal sepele, tapi lo gak pernah tau perasaan gue yang sebenarnya. Cinta gue emang gak bertepuk sebelah tangan, Cha, tapi cinta gue beda keyakinan ... cinta gue juga mustahil sampai kepelaminan!" Tari menatap Icha sendu, dadanya sesak setelah mengatakan kalimat tersebut.

Icha dan Moza langsung terdiam, sorot mata Tari yang memerah menandakan bahwa gadis itu sedang tidak baik-baik saja.

***

Jhovan sudah berada di rumahnya, ia menatap setiap ruangan yang nampak kosong. Jhovan berjalan ke kamar milik orang tuanya tempati, ternyata sudah tidak ada siapa-siapa lagi di dalam kamar tersebut. Rupanya, orang tua Jhovan sudah pulang tanpa berpamitan terlebih dahulu.

"Untung udah pulang, gue bebas marahin si Icha tanpa takut ketauan bunda sama ayah." Jhovan berkata seraya berjalan ke arah kamarnya sendiri.

Black Marriage [SELESAI] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang