19. Mencari Kebenaran

4.7K 312 19
                                    

Malam kembali menyapa bersamaan dengan rintikkan hujan yang terdengar syahdu, rembulan di atas sana seolah menjadi saksi bisu perjalan kedua insan yang sedang dilanda problema.

Binar rumah tangga kehidupan Icha dan Jhovan semakin hari semakin redup, berusaha menyapu kegelapan di temani dengan duri tajam yang membuat keadaan semakin kejam.

"Cha? Kalo besok semuanya kebongkar, lo sanggup berhenti sekolah?" tanya Jhovan.

Lelaki itu menatap Icha yang sedari tadi bersandar di jok mobil seraya menatap jalanan dengan tatapan kosong, Jhovan tahu ini berat untuk istrinya itu.

"Lo berharap itu semua terjadi?" tanya Icha dengan nada ketus.

Jhovan melirik istrinya sendu. "Jangan terlalu dipikirin," saran Jhovan menatap jalanan menuju ke arah rumah Icha.

"Lo bisa ngeyakini orang tua gue, kalo semisal besok mereka harus bohong tentang hubungan kita yang sebenarnya?"

Jhovan terdiam sejenak, bahkan lelaki itu merubah raut wajahnya seolah ketakutan. Lelaki itu takut, takut jikalau memang benar besok adalah akhir rahasia pernikahan tak sempurna itu terbongkar, maka imbasnya akan berpengaruh dengan masa depan wanita di sampingnya itu.

"Sekolah kita sebentar lagi selesai, Cha. Gue gak mau lo gak lulus," ujar Jhovan langsung memasukkan mobilnya ke garasi rumah mertuanya itu.

Icha menggeleng kuat, ia tak mau mengecap pahitnya putus sekolah sebelum merasakan indahnya berpelukan, tangis kebahagian dan perpisahan ketika masa kelulusan itu tiba.

Jhovan menggandeng Icha keluar dari mobil, Icha memandang tangannya yang sudah ditarik masuk ke dalam rumah milik orang tuannya itu.

"Assalamuallaikum," ucap Jhovan dan Icha serempak saat keduanya memasuki rumah dan menghampiri keluarga kecil Icha yang sedang berkumpul.

"Waalaikumsallam," jawab mereka serempak.

Jhovan dan Icha menyalimi mereka semua satu persatu, lalu kedua insan itu duduk di kursi yang sudah disediakan.

"Duduk, Nak ...." perintah Ibu Icha langsung diangguki mereka berdua.

Jhovan tersenyum ramah kepada mertua serta Kakak iparnya itu, sedangkan Icha hanya menatap orang tua serta Kakaknya itu dengan sorot mata kecewa.

"Di luar lagi hujan, tumben malam-malam begini ke rumah Bunda?" tanya Ibu Icha menatap putri-nya itu.

Icha tersenyum pilu, matanya sudah berkaca-kaca. Hampir beberapa detik memilih diam, dengan tangan gemetar Icha memberanikan diri menyondorkan surat dari sekolah.

Ibu-nya langsung mengambil surat itu, dengan raut wajah kebingungan lalu membuka surat tersebut dengan rona wajah tak percaya.

"Kenapa? Kamu buat ulah apa sampai dapat surat panggilan seperti ini?!" tanya Ibunya sedikit emosi.

Ayahnya langsung mengambil alih surat tersebut dari tangan istrinya, pria itu membaca dengan seksama isi surat yang membuat Icha tak bisa berkata-kata.

"Jawab Bunda, Icha!" kesal Ibunya menatap Icha dengan sorot mata tajam.

Jhovan langsung merangkul istrinya itu dengan sayang, Icha nampak ketakuan. Apalagi melihat respon dari Ibu kandungnya itu, Melisha yang mendengar suara kegaduhan di ruang tamu langsung melihat apa yang sedang terjadi sebenarnya.

Martin membuka suara. "Bunda, jangan terlalu menakan Icha."

Ibunya langsung menghembuskan napasnya kasar, Melisha yang baru sampai di ruang tamu langsung duduk di samping Martin dengan raut wajah bingung.

Black Marriage [SELESAI] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang