Sore hari di temani dengan indahnya nabastala jingga, bersamaan dengan itu Icha sedang merenung meratapi nasibnya yang semakin hari semakin tak seirama.
Hembusan angin menerpa kulit putih wanita itu, selama ini luka fisik tak pernah ia dapatkan dari Jhovan. Akan tetapi, luka batinlah yang menyempurnakan pederitaannya selama ini.
Icha sampai ingin menyerah dengan semuanya, ia sudah hampir menjadi istri yang sempurna untuk Jhovan. Setiap malam, apapun yang suaminya minta selalu saja Icha turuti.
"Gue hamil, Wa," lirih Icha menatap indahnya jalanan Kota.
Dewa yang sedang berada di sampingnya langsung menatap Icha tak percaya, lelaki itu langsung menepikan mobilnya di tepi jalan.
"Berarti, berita itu ... ben-nar?" tanya Dewa gugup.
Icha mengangguk menatap Dewa seolah meminta pertolongan. "Tapi, gue gak hamil di luar nikah."
"Lo gak lagi bercanda, 'kan?" tanya Dewa masih tak percaya, pasalnya kalimat yang Icha lontarkan saat ini seperti kalimat menyakitkan bagi wanita itu.
Tangan mungil itu mengusap perutnya sendiri, di sana ada cabang bayi yang ia pertahankan sampai saat ini.
"Gue kira, perjodohan yang berakhir gue harus nikah muda sama Jhovan ... gak akan serumit ini, Wa." Icha mengusap air mata yang sudah jatuh sedari tadi.
Dewa tak mengenali sosok Icha yang sekarang, Icha yang dulunya tegar, kasar, cuek, sadis, dingin, kini berubah lembek seperti adonan kue.
Ingin rasanya Dewa mengusap air mata sahabatnya itu, tapi ia sadar diri dan harus tahu batasan.
"Nangis aja, gue dengerin di sini. Setelah itu gue anterin lo pulang," ujar Dewa menatap Icha yang nampak lemah tak berdaya.
Icha balik menatap Dewa, matanya kembali berkaca-kaca lagi. Dewa tak tahan, lelaki itu langsung memeluk erat tubuh Icha. Wanita itu menangis dipelukkan Dewa, menumpahkan segala rasa sakit di dalam hatinya.
"Seharusnya lo bilang sama gue dari awal kalo lo udah nikah, sampai akhirnya gue dapat berita ini dari orang lain. Tega lo sama gue, Cha," ujar Dewa membiarkan Icha menangis dalam pelukkannya.
Dewa menepuk-nepuk pundak Icha, dirinya seolah memberi kekuatan agar wanita itu lebih sabar lagi.
"Gue gak suka lo nangis kaya gini, Cha. Istigfar dulu. Semua masalah pasti ada jalan keluarnya," kata Dewa.
Lelaki itu melepaskan pelukkan tersebut, ia memegang bahu Icha menguatkan wanita itu suapaya lebih tegar lagi.
"Dengerin gue. Jangan stres, kasian bayi lo. Minta jalan keluar sama Allah, setidaknya ... kalo lo gak bisa cerita sepenuhnya sama gue, lo bisa mengadu semuanya sama yang di atas." Dewa menasehati Icha, kini lelaki itu sedang berproses mendekatkan diri dengan Allah.
Icha tersenyum dibarengi dengan tetesan air mata yang masih saja mengalir bebas di pipinya.
"Kenapa takdir gue bukan sama lo, Wa?" tanya Icha lirih.
Sebenarnya Icha sudah tidak memiliki perasaan apapun kepada Dewa, hatinya kini sudah berusaha menerima Jhovan lapang dada di hidupnya.
"Karena lo tercipta bukan untuk gue," kata Dewa seraya tersenyum tipis.
Sayangnya ... untuk kali ini, hati Icha kembali runtuh lagi dengan ketulusan hati dan raga Dewa yang selalu saja ada di samping Icha di kala ia tak berdaya.
"Kenapa omongan lo bijak banget hari ini?" tanya Icha menghapus air matanya.
Dewa tersenyum senang. "Ini, tuh. Hm ... gara-gara bimbingan tulang rusuk gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Marriage [SELESAI] ✓
Fiksi Remaja"Hamil?" tanya Jhovan langsung diangguki Icha. "Lo itu gak mungkin hamil!" bentak Jhovan melempar test pack itu ke sembarang arah. Bunyi test pack yang jatuh membuat Icha mengalihkan pandangannya, ia menatap alat itu dengan tatapan miris. "Gue hami...