Please, kalian pembaca baik, 'kan? Jangan sider, ya ... wahai akang teteh anu kasep sareung geulis. 😁😉
-
-
-Kantin.
"Gimana, Cha? Lo beneran ketauan udah nikah?" tanya Tari dengan nada pelan.
Icha terdiam sesaat, wanita itu menatap Tari dengan tatapan kosong. Gemerlap cahaya kehidupan bahagia seolah lenyap begitu saja.
"Gue gak bisa lagi nutupin ini semua, Tar. Gue yakin, Sarah punya seribu satu cara buat ngeyakinin para guru kalo gue beneran udah nikah," lirih Icha seraya memainkan botol kecap manis yang berada di hadapannya.
Tari bersikap biasa saja, gadis itu tidak ingin menambah beban di pundak sahabatnya itu. Cahayanya sudah semakin redup, mana mungkin Tari pergi di saat rona haru biru sedang menyelimuti perjalanan kisah batra rumah tangga Icha.
"Cha, besok orang tua lo dipanggil?" Icha mengangguk pasrah.
"Ada yang mau gue sampaikan sama lo, Cha. Tentang Melisha dan Jhovan, lo berhak tau soal ini." Tari beberapa kali menghela napas tak tenang.
Gadis itu menatap dalam mata sahabatnya, meski ini bukan waktu yang tepat. Akan tetapi Icha berhak tahu, Tari juga butuh kejelasan yang jelas tentang fakta yang membuat dirinya merinding sendiri.
Flashback.
Saat di mana Tari ingin mencuci tangan di toilet perempuan tepat berdampingan dengan toilet laki-laki. Langkahnya terhenti di kala ia melihat Jhovan dan Fajar sedang mengobrol di pojok dinding toilet berbatasan dengan toilet perempuan.
"Gila, mereka homo? ... Kenapa tatapan Jhovan serius banget lagi natap si Fajar, posisi mereka berdiri aja kaya orang pacaran." Tari bermonolog sendiri, gadis itu dengan jiwa kepo-nya sedikit mendekatkan jarak tersebut dengan mereka.
Gadis itu mengintip di tiang besar yang mampu menutupi tubuh setengah gemuknya itu, telinganya ia buka lebar-lebar agar pembicaraan Jhovan dan Fajar mampu ia cerna.
Fajar tiba-tiba membuka suara. "Lo yakin itu si Melisha?"
Jhovan mengangguk tanpa ragu sedikit pun. "Iya, gue ingat jelas kalo itu si Melisha. Dia juga yang mapah gue ke dalam kamar," ujar lelaki itu.
Fajar langsung memijat pelipisnya pusing, menatap Jhovan mencari kebohongan yang sangat ia yakini ini tidak benar.
"Setelah itu, lo ngelakuin apa sama dia?" tanya Fajar seolah ingin tau jauh apa yang terjadi sebenarnya.
Jhovan terdiam, lelaki itu seolah tidak tahu apa yang dilakukan dirinya dengan Melisha waktu itu.
"Gue kehilangan kesadaran, entah apa yang gue lakuin ke Melisha sampai-sampai kalo gue papasan sama dia ... dia langsung menghindar," ujar Jhovan langsung memjamkan matanya.
"Lo salah liat kali, gue yakin yang lo liat itu si Icha bukan si Melisha. Namanya juga orang mabuk, Jho."
Jhovan membuka matanya perlahan, ia menatap pepohonan yang bergerak oleh tiupan angin kencang.
"Tapi, selepas gue bangun. Lo tau? Bukan si Melisha yang gue liat, tapi bini gue."
Tari bergedik ngeri mendengarnya, obrolan dua lelaki itu yang terbilang sedikit 'dewasa', hal yang membuat ia tak percaya adalah di mana mereka berdua menyebut nama Melisha dengan sangat jelas tanpa ragu sedikit pun.
"Gue bisa menyimpulkan apa yang mereka bicarakan barusan, meski obrolan mereka merusak otak suci gue." Tari mendengus kesal di akhir kalimatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Marriage [SELESAI] ✓
Roman pour Adolescents"Hamil?" tanya Jhovan langsung diangguki Icha. "Lo itu gak mungkin hamil!" bentak Jhovan melempar test pack itu ke sembarang arah. Bunyi test pack yang jatuh membuat Icha mengalihkan pandangannya, ia menatap alat itu dengan tatapan miris. "Gue hami...