Prolog

1.8K 195 6
                                    

Permata Mungil

|

◈ ━━━━━━━ ⸙⸙ ━━━━━━━ ◈

Andai tenaganya masih utuh, andai peluh masih belum meluruh, ia yakin akan menggapai dan meraih jiwa mungil yang tengah dipaksa menjauh darinya. Senyumnya mengintip tipis ditemani bulir bening yang mulai mengalir di pipinya.

"Anakku.." lirih, terlampau lirih suara itu menerobos bibirnya hingga tak ada satu pun yang dapat mendengarnya.

"Dokter, bayinya belum menangis sampai sekarang."

Terlihat perempuan yang tubuhnya terbalut setelan khas untuk perawat mendekap bayinya, mencoba memberi akses lebih untuk sang dokter agar dapat melihat kondisi si mungil.

"Bawa ke ruang inkubator. Pastikan dia dapat bantuan untuk bernapas."

"Baik, dokter."

Kiranya itulah percakapan terakhir yang dia dengarkan di antara sang dokter dan perawat. Tak banyak yang dapat diingatnya sebelum bayinya dibawa semakin menjauh darinya, hilang di balik pintu bersama sang perawat.

"Anakku.." lagi, ia terus mencoba memanggil buah hatinya. Lebih keras kali ini hingga sang suami yang terus berada di sampingnya selama persalinan berlangsung, akhirnya dapat mendengarnya.

"Sayang, nanti kita ketemu Jimin. Kamu istirahat dulu, ya?"

"Jimin?"

"Iya, anak kita. Aku sudah punya nama buat dia. Park Jimin."

"Namanya indah."

"Suka?"

Yang ditanya hanya mengangguk lemah sebelum akhirnya dia menutup matanya, merasa lelah mulai datang berbondong menyerangnya.

|

◈ ━━━━━━━ ⸙⸙ ━━━━━━━ ◈

"Mama! Jimin mau itu!"

Telunjuk mungilnya menunjuk sebuah boneka seukuran manusia dewasa yang menjadi pajangan di toko elektronik. Sepertinya boneka maskot toko itu menarik perhatian si mungil.

"Jimin sayang mau boneka? Kita beli boneka yang lebih bagus, ya? Mau? Itu bukan buat dijual, sayang."

"No-no! Jimin mau itu!"

Seperti biasa, tidak ada yang dapat menghentikan si mungil Jimin untuk mendapatkan apapun yang dia inginkan. Apa yang Jimin inginkan, Jimin harus mendapatkannya. Bahkan ayah maupun ibunya sama sekali tidak dapat menghentikannya.

"Iya iya ayo kita beli boneka itu."

Alhasil, ibunya yang berencana pergi ke salon terpaksa gagal karena permata mungilnya memutuskan dia ingin membeli boneka maskot yang seukuran manusia dewasa. Mustahil dia membawanya ke dalam salon.

"Hhhh- untung mama sayang." tawa kecil terlepas dari bibirnya sebelum bibir itu mendarat di pipi gembul si mungil.

"Jimin juga sayang mama."

Am I Wrong? [M] ㅡ Kookmin FFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang