30 | pulang

4.3K 1K 236
                                    

Pemandangan yang pertama kali dilihat Valerie adalah kakaknya yang lagi tiduran di paha Jimin. Udah lama Valerie nggak liat Jimin ngapelin kakaknya.

"Loh, dokter—" Jimin terlihat kaget saat Valerie jalan beriringan dengan dokter Doyoung. Jelas terlihat kalau lelaki itu tengah tersenyum manis. Mungkin Jimin mengenal dokter Doyoung.

"Gimana, udah sembuh?" Tanya dokter Doyoung sambil mengembangkan senyuman. Begitu tampan dan sulit dipercaya sama nalar Valerie saat ini.

"Udah dok! Keren banget emang dokter tuh. Padahal saya berobat ke dokter lain nggak sembuh-sembuh. Tapi kalau ke dokter, jarak satu bulan setengah setelah berobat langsung sembuh."

Doyoung merasa lega melihat senyuman pasiennya yang sudah sembuh. Beginilah kebahagiaannya. Begitu sederhana. Dia dari dulu memang bercita-cita jadi orang yang bisa bermanfaat bagi sesama.

Doyoung nepuk bahu Jimin akrab. "Bukan gitu konsepnya. Berarti perantaranya memang lewat saya. Saya emang keren. Tapi keren itu murni dari Tuhan. Dan, satu lagi, bukan berarti dokter lain nggak keren, ya!" Jelasnya ditutup dengan gummy smile.

Jimin ngangguk-ngangguk paham. "Siap!"

"Kelenjar kamu beneran udah sembuh?" Tanya Seulgi khawatir. Jimin natap pacarnya penuh keyakinan. "Sembuh, Seul! Sembuh. Sekarang aku udah gak ngerasain sakit lagi."

Dan setelah mendengar Jimin berseru seperti itu, Seulgi bangun nggak tiduran lagi di paha pacarnya. Dia menilik leher Jimin merabanya pelan-pelan. Benar, sudah nggak ada benjolan-benjolan kecil di sana. Pacarnya sudah sembuh.

Semburat kesenangan terpancar di wajah Seulgi. Kemudian dia memeluk Jimin erat.

Valerie bisa merasakan perasaan kakaknya. Dia tau kalau Jimin sudah berjuang cukup lama untuk melawan kelenjar getah bening yang dideritanya. Dan sekarang, melihat Jimin sembuh membuat Valerie ikut senang.

Setelah puas melihat kakaknya yang lagi berbagi senyum haru bersama sang pacar. Valerie kini beralih menatap pacarnya. Dokter Doyoung masih mengembangkan senyuman manisnya. Dan yang membuat lutut Valerie lemas—melihat pancaran mata yang sangat tulus dan menggemaskan.

"Kak," panggilnya.

"Hmm?" Dokter Doyoung menatapnya.

"Aku ikut seneng!"

"Makasih Valerie."

"Eh bentar—" Valerie mengernyitkan dahi saat ia melihat sudut mata dokter Doyoung yang memerah. Seperti sudah menangis. Atau dokter Doyoung lagi sakit mata? Tapi kalau melihat warna kornea dan saluran air mata yang sama sekali nggak mengeluarkan kotoran. Membuat Valerie yakin kalau dokter nggak sakit mata. Lelaki itu pasti sudah menangis.

"Kenapa Val?"

"Kakak nangis ya??"

Dokter Doyoung terlihat gelagapan saat mendapat pertanyaan barusan. Lelaki itu menggaruk tengkuknya sebentar. Pandangan matanya menyebar ke sembarang arah. Seperti dengan sengaja menghindari kontak mata dengannya.

"Kakak kenapa?" Tanyanya lagi saat mulai berjalan menuju ruang keluarga.

Dokter Doyoung memelankan langkahnya. Lantas lelaki itu berdiri di hadapan Valerie sambil menatap Valerie dalam. Ada helaan napas yang cukup samar saat dokter Doyoung mulai membuka mulutnya untuk mulai bicara padanya.

"Val, sebenernya ....."

Valerie gemas, dia menatap dokter Doyoung penuh tanya. Dia sampai nggak berkedip karena penasaran dengan jawaban dokter Doyoung.

"Sebenernya apa kak??"

"Kakak—"

Valerie menarik napas. Mencoba mengatur rasa penasarannya agar nggak memberontak seperti saat ini.

Hello Doctor Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang