19. Alvaro - My Princess

5.1K 314 14
                                    

Rasanya aku ingin membunuh Billy dan Daniel yang menciptakan permainan ini. Bisa-bisanya mereka membuat permainan konyol seperti ini. Oke, sebenarnya aku bukan marah karena permainannya. Aku marah karena yang satu kelompok dengan Revita bukan aku, melainkan Kevin. Dan itu sukses membuatku uring-uringan tak jelas seperti ini. Dengan sangat terpaksa aku harus berjalan dengan Valeria.

Langkahku terhenti. Bagaimana mungkin aku lupa kalau Revita sangat takut dengan hal-hal menakutkan? Dan Kevin juga sangat takut dengan hal-hal berbau setan. Bagaimana keadaan mereka berdua? Ah sial, bagaimana kalau Revita menangis seperti dulu lagi saat di rumah hantu? Ingin rasanya aku berbalik arah, namun sekali lagi aku teringat akan peraturan sialan itu.

“Memikirkan Revita?” tanya Valeria

“Mereka berdua penakut. Kenapa bisa satu kelompok? Nggak adil banget”

“Bukan karena lo nggak satu kelompok sama Revita?”
Itu juga salah satu alasannya batinku

Aku hanya terdiam tanpa menjawab pertanyaan Valeria. Melihat gambaran peta yang dibuat oleh Billy dan Daniel. Ah, dasar mereka benar-benar payah dalam menggambar. Mana mungkin mereka dengan bisa membaca gambaran aneh seperti ini? Lagi-lagi aku kepikiran dengan Revita. Apa dia baik-baik saja? Apa Kevin bisa menjaga Revitaku? Revitaku? Ah, semoga suatu saat itu benar-benar terjadi.

“Lo sekhawatir itu sama Revita? Lo ada rasa sama dia?”

“Nggak, biasa aja. Kita Cuma sahabat” jawabku berbohong. Ya, aku berbohong. Karena sesungguhnya aku mencintainya.

“Tapi gue nggak yakin” jawab Valeria

Aku terus berjalan cepat mengikuti peta tersebut sebelum lilin di tangan Valeria habis. Valeria mengikutiku tanpa merasa takut. Tipe cewek pemberani. Tidak kaget sih, bisa dilihat dari perilakunya yang jauh dari kata anggun.

“Jadi, gimana? Lo ada rasa sama Revita? Kalo gitu, lo harus saingan dong sama Jovan?”

Mendengar nama Jovan disebut membuatku mengeratkan genggaman tanganku pada kertas ini. Mencoba menahan emosi yang akan meledak. Tidak! Jovan bukanlah sainganku. Bukankah Revita sendiri yang mengatakan bahwa dia tak ingin kembali pada Jovan? Membuatku memunculkan seringaian kecil.

“Jovan bukan tandingan gue” sahutku

“Jadi bener lo cinta sama Revita?” seru Valeria senang

“Emang segitu keliatannya ya kalo gue suka dia?” ujarku pada akhirnya

“Ehmm…mata lo itu seolah bilang kalo lo bakal ngelakuin apapun buat ngelindungi dia. Bahkan saat peluru menembus jantung lo, lo akan rela asalkan Revita selamat. Isn’t it?”

“Bahasa lo yaampun. Jadi penulis sana” sahutku datar

“Tapi gue seneng kalo Revita sama lo”

“Kenapa?”

“Revita nggak pantes buat cowok yang nggak bisa nentuin perasaannya sendiri. Jovan masih labil dan belum bisa tegas sama perasaannya sendiri”

Aku membenarkan dalam hati apa yang Valeria ucapkan. Jovan memang bukan lelaki yang tegas akan hidupnya. Dia masih belum sanggup menegaskan kemana hatinya berpihak. Dia mudah tergiur bayangan sesaat yang menggoda mata. Namun, saat yang dihatinya pergi dan menghilang, dia merasakan kehilangan yang sangat dalam. Dan dia pantas mendapatkannya karena telah menyia-nyiakan orang yang mencintainya dengan tulus.

Perjalanan masih lumayan panjang. Namun, baik aku maupun Valeria hanya terdiam. Sial, lama sekali sih petualangan sialan ini? Hatiku benar-benar tak bisa fokus saat ini. Pikiranku berada di tempat lain. Pikiranku dibawa lari oleh gadis yang saat ini berbeda rute perjalanan denganku.

The Same FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang