12. Revita - Shock

5.5K 288 1
                                    

Okee, AN hari ini cuma mau bilang terimakasih buat semua yang masih setia nunggu kelanjutan kisah Alvaro-Revita aja deh.

Habisnya bingung mau ngomong apa lagi:3

#PeaceUp

--------------

"Cerita yang terhenti, mungkin kah tertulis lagi
Tahun-tahun berlalu masih saja tentang dirimu
Akankah semua kembali kan bersatu
Dirimu, diriku, yang telah lama berlalu." (Masih adakah - BlackBoy Muppets)

Aku masih berdiri terpaku memperhatikan sosoknya dari kejauhan. Hatiku kembali bimbang. Antara menghampirinya ataukah kembali pulang ke rumah saja. Dari tempatku berdiri, aku bisa melihat jelas kalau ia sedang gelisah menunggu seseorang. Sudah jelas kalau ia menungguku. Berbeda dari kemarin, malam ini penampilannya jauh lebih santai. Celana jeans biru yang dipadu dengan kaos putih yang dilapisi kemeja kotak-kotak warna merah-hitam juga sepatu converse warna merah serta rambut yang acak-acakan. Penampilan yang sangat khas Jovan sekali. Melihatnya seperti ini, justru aku merasa Jovan tidak mengalami perubahan di wajahnya, masih tetap terlihat seperti Jovan saat berumur delapan belas tahun. Padahal faktanya, ia sudah dua puluh tahun.

Beberapa kali ia melihat ke jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Hampir setengah jam ia menunggu. Dan tampaknya ia akan tetap menunggu. Melihat bagaimana sabarnya ia berdiri di depan pintu masuk ke bazar. Aku tahu betul, kakinya pasti sudah pegal karna sekarang ia mulai mondar-mandir tidak jelas.

Aku pun berusaha untuk mengatur napas dan menenangkan diri. Setelah berhasil merasa tenang, dengan memasang tampang sedatar mungkin cenderung lebih terlihat malas, aku melangkahkan kedua kakiku untuk menghampirinya. Tentu saja aku hanya akting! Kalau bisa jujur, aku sangat senang karena Jovan mengajakku ke salah satu tempat kenangan kami berdua. Tapi aku harus menutupinya. Jovan tersenyum lega ketika melihatku yang menghapus jarak antara kami berdua. Ia tampak senang melihatku yang akhirnya datang memenuhi undangannya.

"Aku tau, kamu pasti dateng." Celetuknya tanpa menutupi rasa senangnya sama sekali.

"Yakin banget? Kalo ternyata aku lebih milih nggak dateng gimana?" Sahutku. Laki-laki yang berdiri di hadapaku kini terkekeh pelan.

"Percaya sama aku, kamu nggak mungkin nggak dateng, Revi." Jovan mengacak rambutku dengan gemas. Aku pun mengerucutkan bibir. Kenapa sih, semua laki-laki suka banget acak-acak rambut orang? Nggak Jovan, nggak Alvaro, nggak Yuuta, semua sama.

"Udah deh, mending kita masuk sekarang." Ajakku kemudian. Lagi-lagi Jovan terkekeh, ia pun menghelaku masuk ke dalam area bazar. Tetapi langkahnya tiba-tiba terhenti ketika menyadari sesuatu. "Tunggu deh, mereka ini siapa?" Tanya Jovan menunjuk dua orang pria bertubuh besar yang mengenakan setelan serba hitam.

Ah iya, aku lupa dengan keberadaan mereka. Gara-gara aku sudah berjanji pada Alvaro akan melakukan apapun yang ia minta asal aku diberi izin untuk menemui Jovan malam ini, akhirnya dengan terpaksa aku harus membawa dua orang ini juga. Bodyguard yang ditugaskan oleh Alvaro untuk menjagaku. Bahkan sampai sekarang aku tidak tahu siapa nama kedua orang itu.

"Kalian jangan terlalu deket. Jaga jarak lima sampe sepuluh meter dari gue." Perintahku dengan dingin.

"Tapi-" Belum sempat salah satu dari mereka membantah, aku sudah memotongnya dengan cepat dengan melemparkan tatapan membunuh pada mereka berdua.

"Baik, kami mengerti." Sahut yang satunya dengan mengangguk pelan.

Tanpa berkata-kata lagi, aku segera menarik tangan Jovan. Tidak peduli dengan reaksinya yang masih terlihat sekali menyimpan banyak tanya. Pada akhirnya, Jovan pun tidak peduli lagi. Agenda malam ini kan memang untuk bersenang-senang. Dan aku paling tidak suka kalau sampai ada orang yang mengganggu.

The Same FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang