Setelah mengajak Revita ke pantai, malamnya aku mengajaknya mengunjungi BitterSweet. Sebelumnya, aku sudah membuat janji dengan mbak Ratih terlebih dahulu. Revita pasti merindukan mbak Ratih. Revita kembali girang saat aku mengajaknya ke BitterSweet. Dan lagi-lagi dia berlari. Aku benci jika melihatnya berlari, tadi saja sehabis berlari dia nyaris jatuh jika aku tak memeganginya.
Dasar gadis kecilku. Aku tersenyum memikirkannya. Apalagi saat tadi dia berkata bahwa perasaannya pada Jovan sedikit demi sedikit menghilang. Tenang saja, aku yang akan mengisi hatinya. Aku yang akan menggantikan posisi Jovan dan akan tetap mempertahankan posisiku di hatinya sampai kapanpun. Karena, jika aku sudah benar-benar mencintai dan berusaha mendapatkan hatinya, tak ada satupun yang bisa menggantikannya dai hatiku.
Seperti biasa, kami menempati tempat duduk di sudut ruangan. Dengan cepat aku mengirim pesan kepada mbak Ratih untuk bertemu dengan Revita. Pelayan datang dan seperti biasa kami langsung memesan pesanan kami. Revita melarangku membeli black coffee saat pelayan itu berkata apakah aku akan memesan black coffee lagi. Sial. Padahal aku ingin sekali black coffee. Dan sialnya lagi, dia memesankanku strawberry milkshake. Dosa apa aku ya Tuhan? Bukankah dia tau bahwa aku nggak suka rasa terlalu manis?
“Kok strawberry, Ta? Kamu tau aku nggak suka manis kan?” protesku saat pelayan sudah pergi
“Sekali-sekali nyobain yang manis apa salahnya sih?”
Aku hanya membuang muka kearah pintu masuk. Dan saat itu aku merasa seseorang memperhatikanku dari jauh. Membuatku menajamkan mataku, namun ternyata orang itu sedang menyapa temannya. Ah, mungkin hanya firasatku saja. Tidak ada yang mengawasi kami. Revita meraih tanganku. Membuatku menoleh kearahnya.
“Maaf, mau aku ganti pesanannya? Jangan marah” ucapnya
“Nggak mungkin aku marah sama kamu, sweetheart. Tenang aja” jawabku sambil membelai rambutnya pelan
“Oke kalo gitu, tiap kita makan bareng kamu harus pesen yang manis. Deal?”
“NO! Aku suka black coffee, sweetheart” keluhku
“Iya, sampe bisa pesen tujuh black coffee dalam satu waktu”
“MBAK RATIH?” Revita langsung bangkit dari duduknya dan memeluk mbak Ratih. Aku rasa, saat aku mengiriminya pesan, mbak Ratih sedang berada di café ini.
“Jadi, Alvaro minum tujuh cangkir black coffee sehari, Mbak?” aku langsung memberi kode untuk jangan ucapkan apapun. Bisa gawat kalau sampai Revita marah. Sayangnya, mbak Ratih memberiku seringaian dan mengangguk mantap. Membuat Revita menatapku sinis.
“Nggak ada lagi black coffee selama seminggu ini!” ujarnya marah
Sial. Ucapkan selamat tinggal pada black coffee. Apakah di sini ada kamera? Aku ingin melambaikan tanganku tanda tak kuat. Mbak Ratih akhirnya bercerita tentang banyak hal. Revita menunjukkan ekspresi terkejut saat mbak Ratih bercerita bahwa dirinyalah pemilik café ini. Dan semuanya mengalir seperti biasa, aku juga ikut menyauti beberapa obrolan namun, lebih banyak jadi pendengar. Kondisiku masih belum sembuh benar setelah insiden pingsan itu.
♫
Badanku terasa digoyang oleh seseorang. Membuat duniaku bergetar. Mencari posisi yang enak dan menghilangkan getaran ini. Aku butuh tidur saat ini. Alam mimpiku benar-benar membuatku nyaman, membuat rasa lelah dalam diriku menguap begitu saja. Lagi-lagi getara itu datang lagi. Membuatku mengerang keras. Mencoba untuk tetap bertahan dalam keadaan ini, namun semua hancur saat mendengar teriakan yang memekakkan telinga.
“ALVARO GAVRIEL! BURUAN BANGUUUNN!!!”
Membuatku terlonjak kaget dan mau tak mau bangun dari tidurku. Ingin aku mengumpat seseorang yang membangunkanku, namun saat yang terlihat di depan wajahku adalah Revita, membuatku urung memarahinya. Aku malah terpaku pada wajah cantiknya pagi ini. Dia sudah terlihat rapi dengan pakaian joging-nya. Itu artinya aku harus lari-lari di pagi hari dimana seharusnya aku tertidur untuk memulihkan kondisiku? Shit!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Same Feelings
TeenfikceKisah Alvaro Gavriel dan Revita Pradipta yang baru saja dimulai... --Sekuel The Same Things--