Welcome to Indonesia. Again.
Setelah dua tahun tak menginjakkan kaki di bumi seribu pulau ini. Kembali ke kota yang macetnya mampu membuat kepala pusing. Kota yang mengenalkanku dengan arti cinta-dan kesakitan. Menarik nafas panjang. Aku membutuhkan waktu yang sangat lama untuk memutuskan untuk kembali lagi. Genggaman tangan seseorang di sebelahku semakin erat. Membuatku menoleh ke arahnya. Dia menunduk. Aku tau pasti pikirannya sedang kalut.
"Everything's fine. I will by your side" ucapku seraya memindahkan tanganku untuk merangkulnya
"Tapi-" aku memotong ucapannya "Nggak ada yang harus ditakutin" sahutku dan membuatnya mengangguk. Walaupun aku tau dia sangat ketakutan. Dapat ku rasakan dari tangannya yang sedikit gemetar.
Membenarkan letak kacamata yang ku gunakan. Melangkah dengan langkah yang sangat mantap. Tak selamanya melarikan diri itu baik. Aku harus berdamai dengan masa lalu. Dan aku akan memberi sanggahan kepada gadis di sebelahku. Revita.
Hal yang sering kita tertawakan adalah kita sama-sama kabur dari masalah. Kita sama-sama bermusuhan dengan masa lalu. Untuk itu, aku memaksanya untuk berdamai dan menghadapi masa lalu yang belum terselesaikan di belakang kita.
Pada awal kita bertemu, akhirnya kita saling bercerita tentang masalah kita. Mau tau apa reaksiku ketika mendengar ceritanya? Aku marah. Namun, semua hanya tertahan. Amarahku tertahan. Jika aku lebih dulu mengetahui bahwa mantan pacarnya dia adalah Jovan, sudah sejak dulu aku menghajarnya. Bagaimana mungkin Jovan dengan bodohnya menyia-nyiakan gadis sebaik Revita?
"Makan dulu?" tawarku. Mencoba untuk menghilangkan kegelisahannya.
"Aku mau pecel lelenya pak Mus" jawabnya dengan senyuman
"Dimana itu? Aku nggak tau" jawabku dengan mengerutkan dahi
"Selama ada aku. Everything's gonna be oke" jawabnya seraya menarikku
♫
Saat ini kita sedang berada di dalam taksi. Memandangi pemandangan di luar taksi. Kapan kota ini akan terbebas dari macet? Perutku sudah berteriak untuk di beri makan. Hanya saja, kondisi jalanan tak memihak kepadaku hari ini.
"Masih macet yaa?" gumam Revita
"Kapan sih Jakarta nggak macet itu, Ta?"
Revita memberi arahan kepada sang supir untuk menuju ke salah satu tempat makan favorit Revita. Mataku memberat. Aku paham ini adalah tanda aku terkena jet lag. Namun, jika harus tertidur di dalam taksi, aku tak mau. Aku menginginkan kasurku.
Revita menyandarkan kepalaku ke bahunya. Dia juga memberikan belaian lembut di rambutku. Membuat mataku makin lama makin memberat.
"Kamu tidur aja. Macetnya masih lama juga ini" ucapnya
Menuruti ucapannya. Mataku makin menutup. Apalagi dengan keadaan yang nyaman seperti ini. Tak lama aku sudah berpindah ke alam mimpi.
Mungkin inilah yang membuatku tak suka jika tidur dalam kendaraan. Kadar sensitifku mulai tinggi. Tiap kali mendengar suara yang membuatku curiga, aku langsung terjaga. Seperti saat ini, saat Revita memanggil namaku, dengan langsung mataku membuka.
"Udah sampe. Yuk, kamu pasti laper kan?" tanyanya seraya menarikku
Setelah membayar taksi tersebut, kita memasuk warung pecel lele tersebut. Tak pernah terbayang dipikiranku bahwa Revita adalah seseorang yang sangat sederhana. Aku tau bahwa keluarganya adalah salah satu keluarga terpandang. Revita dengan semangat memesan makanannya, aku akhirnya ikut-ikut saja memesan makanan seperti dia.
"Wah, si eneng, lama nggak muncul yaa. Tambah cantik sekarang" puji pemilik warung
"Ah, bapaknya bisa aja" jawabnya dengan cengiran lebar
KAMU SEDANG MEMBACA
The Same Feelings
Teen FictionKisah Alvaro Gavriel dan Revita Pradipta yang baru saja dimulai... --Sekuel The Same Things--