" Kau Gila??? Ini masih di area kampus!" Nico mencoba untuk mengambil sisa pil ekstasi yang ada di saku celana David, teman akrabnya.
Molly. Nama jalanan untuk ekstasi yang sedang digandrungi mahasiswa sekarang. Menurut mereka, itu bisa membuat pemakainya mabuk lebih cepat. Tak meragukan bisnis kotor narkoba merebak seperti virus di mana-mana.
David menepis tangan Nico kemudian membuka bungkus kecil transparan yang berisi 2 pil Molly. Mengambil kedua pil dan menelannya.
"Aku butuh ini, Nicolae ! Kau tidak akan pernah tahu rasanya bagaimana kau merasa begitu lapar akan sesuatu." David menggenggam bungkus kosong pil dengan erat.
"Ini ekstasi, David. Ekstasi!!! Kau baru saja keluar dari rehabilitasi. Sepanjang musim panas kau terjebak di sana seperti orang gila! Kau pikir aku bisa melihatmu kembali menderita seperti itu?!" Nico marah, tapi dia mencoba untuk tidak menarik perhatian mahasiswa lain.
" Mereka menawarkan harga murah, Nicolae. Kau terlahir dengan sendok emas di mulutmu. Kau tak bisa memahami apa yang ku hadapi." David memalingkan badannya dari Nico. Tapi dia tak meninggalkannya. Mereka sudah mengenal sejak sekolah menengah pertama.
"Jika kau butuh uang, kau bisa saja.."
"Meminta padamu?? Dan melukai harga diriku?" Senyum sinis terukir di bibir pucat David.Nicolae tidak mempermasalahkan uang. Ia tidak peduli tentang itu selama ia bisa menyelamatkan sahabatnya. Ia tahu kalau sahabatnya rela berhutang demi mendapatkan ekstasi .
"Siapa yang memberikan mu barang itu? Mereka tahu kau kembali dari rehabilitasi? Geng motor sialan itu??"
"Camorra. Sudahlah Nicolae. Sebaiknya aku pergi. Aku akan meneleponmu nanti."
David kembali berpaling dan berjalan lurus tanpa menengok ke belakang.
Nico terdiam. Matanya masih menatap punggung David yang melangkah menjauhinya.
Seharusnya Nico bisa menebak ini. Camorra adalah geng narkoba milik Samuel Perez. Tentu saja dia tidak bisa memberi mereka pelajaran karena secara teknis Nico masih bekerja sebagai mata-mata Samuel Perez.
"Tolong!!!... Tolong aku!!!" Suara seorang perempuan terdengar dari jauh. Nico menoleh.
"Mia??" Kening Nicolae mengkerut. Ia menyipitkan matanya agar bisa mengenali sosok perempuan yang berlari ke arahnya.
"Tolong bantu aku.." nafas Mia terengah-engah. Tangannya mencengkeram lengan Nico.
"Apa yang terjadi?" Nico penasaran. Dia melihat-lihat ke sekitar untuk memastikan kalau Mia tidak sedang di kejar siapa-siapa.
"Ada .. Ada yang terkunci di dalam gudang!" Nafasnya masih tersengal.
"Apa? Gudang? Dimana?" Nico mengguncang tubuh Mia dengan kedua tangannya.
"Mia!!!" Teriak Nico. Beberapa orang bahkan melihat ke arahnya. Mia masih terengah-engah karena berlari cepat begitu jauh.
"Di belakang... Cepat... Ikuti aku"
Ujar Mia sambil mengambil nafas di sela perkataannya. Mia kembali mengambil langkah lari kembali ke tempat Emily berada.Tanpa banyak bertanya, Nico mengikuti Mia. Mereka berdua berlari menuju gudang sampah. Melewati laboratorium penelitan kimia. Dan beberapa bangunan lain.
Tak pernah ada yang menyadari adanya gudang itu kecuali Kendra dan geng nya.
Nico dan Mia tiba di depan sebuah bangunan. Cat nya yang terkelupas menyisakan warna semen yang tertinggal di dinding luarnya. Ditumbuhi rumput liar setinggi lutut. Beberapa dari rumputnya telah menyatu dengan tanah, seseorang jelas menginjaknya dan melewati jalan itu untuk masuk ke gudang.
"Emily...!!!!" Teriak Mia.
Nico menoleh ke arah Mia yang menggedor-gedor pintu sambil mengutak-atik gagangnya.
"Emily?" Ujar Nico pelan. Apakah ini Emiky yang dikenalnya?
"Iya Emily!. Bantu aku untuk membuka pintu ini!!!!" Mia panik bukan kepalang.
"Emily!!!! Mundur dari pintu. Aku akan mencoba untuk mendobraknya!" Teriak Nico. Meskipun ia tidak yakin apakah Emily yang dimaksud oleh Mia adalah Emily yang dikenalnya.
Tak ada jawaban dari Emily, membuat Mia kembali panik.
"Kumohon lakukan sesuatu!!!" Wajah Mia terlihat cemas. Benar dia baru mengenal Emily hari itu, tapi kemudian ia teringat jika Emily belum sempat memakan makan siangnya. Sedangkan waktu di jam tangannya menunjukkan pukul 04.23 pm.
Nicolae mundur mengambil ancang-ancang. Kemudian berlari ke arah pintu dan mendobraknya. Bahu Nicolae mendarat keras pada daun pintu.
Namun tidak berhasil. Pintu tidak terbuka.
Nicolae kemudian menendang pintu dengan kaki kanan hingga akhirnya pintu gudang terbuka.
"Emily!!!"
Mia berlari ke arah Emily yang tidak sadarkan diri di lantai di susul oleh Nico. Nico terbelalak melihat bahwa benar Emily lah yang sedang terkunci di gudang itu.
"Oh tidak.. tidak.. Emily bangunlah!" Mia hampir menangis.
Nico segera memeriksa denyut nadi di leher Emily. Di sentuhnya dengan lembut permukaan kulit Emily. Denyut nadinya terasa lemah di jari Nico.
"Apa yang terjadi???" Teriak Nico. Tangannya masih menopang leher Emily yang lunglai.
"Bantu aku mengangkatnya. Kita harus membawanya ke ruangan kesehatan! Aku akan menjelaskannya nanti." Mia mengambil ponsel Emily yang berada di lantai. Kemudian berdiri.
"Bertahanlah.." ujar Nico tak kalah cemasnya. Nico dengan pelan mengangkat tubuh Emily.
Rambut coklat Emily terjuntai ke bawah. Kaki dan tangannya lemas tak bergerak.
***
" Kendra benar-benar keterlaluan! " Nico mengepalkan tangannya. Ia merasa geram setelah mendengar cerita Mia.
Mia yang duduk di samping Emily masih gelisah karena Emily tak kunjung sadar.
"Gadis yang malang.. mengapa mereka merisaknya? Apakah tidak ada pekerjaan lain yang mereka lakukan?"
"Aku tidak bisa memberikannya hukuman atau teguran. Kau tahu siapa ayahnya." Nico menatap Emily yang masih terus terbaring di ranjang ruang kesehatan.
" Donatur , pebisnis kaya sekaligus anggota parlemen distrik" Mia memandangi Emily dengan pandangan kosong. Kemudian tersentak, dan melihat jam tangannya. Pukul 06.00 pm.
"Astaga Nico. Aku benar-benar harus pergi. Bagaimana dengan Emily?"
"Aku akan mengantarnya. Aku tahu tempat tinggalnya."
"Apa kalian dekat? Ugh .. Kami bahkan belum bertukar nomor ponsel" gerutu Mia. "Tapi.. apa kalian dekat?" Ia penasaran.
"Cukup dekat. Pergilah.."
Mia mengamati Emily sebelum ia pergi.
"Aku pergi dulu, Alien." Bisik Mia.
"Alien?" Tanya Nico.
"Karena dia memiliki mata yang indah seperti bulan. Membuatku sempat mengira kalau dia adalah alien dari planet atau dimensi lain" Jelas Mia tersenyum.
Mata Nico terpaku pada Emily. Tapi bibirnya tersenyum mendengar kata-kata Mia.
"Jaga dia untukku." Mia menepuk bahu Nico. Kemudian setengah berlari keluar ruangan sambil melambaikan tangannya pada Nico .
Nico kembali menatap Emily. Sudah dua jam dia tak sadarkan diri. Ia mencoba menghubungi Jace namun tak ada satupun teleponnya yang diangkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
EMILY ( HUGE REVISION : PENDING )
Romantik⚠⚠⚠18+⚠⚠⚠ ⚠⚠⚠KONTEN DEWASA⚠⚠⚠ "Shut up and kiss me". Emily to Carlo Menceritakan tentang seorang wanita yang bekerja di sebuah Firma Hukum ternama yang bertemu dengan pria misterius yang terjebak dengannya di sebuah lift dan perjalanannya mengungkap...