Gerimis membasahi kota. Seluruh langit tertutup awan gelap. Tak ada satu bagian dari kota Milwaukee pun yang luput dari rinai hujan.
Dengan menggenggam gagang sebuah payung berwarna hitam, Jace tertunduk menatap nisan Kotaro. Seseorang yang belum lama dikenal, namun mati di hadapannya malam itu. Keningnya berkerinyit. Kini ia adalah satu-satunya yang dimiliki oleh Emily. Tak ada seorangpun yang dapat melindungi wanita malang itu kecuali dirinya. Bukan risau karena ia harus melindunginya, tapi Jace lebih resah bagaimana cara untuk melawan semua yang datang kepada Emily. Jace tak seperti Kotaro yang sigap dalam bela diri. Ia tak berbekal apa-apa. Satu-satunya yang dimiliki olehnya adalah ia memiliki jaringan pertemanan yang luas.
Masih terbayang dalam ingatannya bagaimana Kotaro dan Carlo berseteru hingga berujung pada kematian Kotaro. Pikiran dan tubuhnya lelah. Namun dia harus tetap menanti Emily. Ia berhutang penjelasan panjang kepada wanita berambut cokelat itu.
"Apa yang terjadi Jace?"
Suara Emily yang dengan tiba-tiba datang menghentakkan lamunannya kembali ke alam sadar. Jace menoleh ke arah Emily, mata Emily terlihat sembab. Ia tentu tidak bisa menerima kepergian Kotaro.
"Kotaro ingin membebaskan penderitaan mu. Dengan cara menyerahkan USB kepada Samuel Perez, Ayah Cassie".
"USB?"
"Itu lah alasan mengapa Samuel Perez memburu mu. Dia tidak mengejarmu karena dendam kau berhubungan dengan Alex. Tapi dia ingin menggunakanmu sebagai umpan untuk menangkap Carlo" Jace menatap langit.
"Apa sebenarnya hal yang penting dari USB ini?"
"Data konspirasi para petinggi pemerintahan Amerika beserta buktinya yang telah dikumpulkan oleh Carlo. Samuel Perez akan menggunakan ini untuk memeras mereka semua dan memperluas jaringan peredaran narkobanya"."Jadi Kotaro ingin menyerahkan itu agar aku berhenti dikejar?" Emily terpaku.
Orang yang sudah dianggapnya sebagai kakak dan selalu melindunginya begitu peduli padanya. Hingga Kotaro sudah menganggap hal lain tak penting lagi kecuali keselamatan dirinya.
Jace mengangguk kemudian berkata lagi "Carlo mengatakan bahwa USB itu tidak boleh jatuh ke tangan yang salah. Karena Kotaro tahu persis di mana letak penyimpanannya, maka dia mengancam Carlo agar menyerahkan USB itu dan kau bisa selamat. Kemudian mereka berdua berdebat, saling memukul sampai akhirnya Carlo menarik pelatuk dari senjatanya dan menembakkannya ke dada kiri Kotaro."
Mata Emily terpejam, sebuah adegan bak aksi film tergambar jelas di benaknya. Satu peluru mematikan yang menembus jantung Kotaro.
"Dia berubah..." Dalam hatinya, Emily memahami tanggung jawab moral yang di pikul oleh Carlo dengan mempertahankan USB itu.
"Ketika aku melihat matanya, aku tidak bisa mengatakan kalau dia adalah Carlo yang sama, Emily. Dia adalah sosok yang sangat jauh berbeda".
"Ribuan kali hal ini berputar di kepalaku. Apakah dia tidak merindukanku? Setelah selama ini? Dia telah melamarku, Jace. Dan aku mengatakan iya".
"Dia memintamu untuk terus bersembunyi. Entah hingga kapan. Sedangkan mata-mata Perez telah menyentuh kampus tempat mu menyamar".
"Tentang itu..."
"Tentang itu, aku lah mata-mata Perez" Nico melangkah mendekat. Memotong pembicaraan Emily dan Jace.
Alis Jace terangkat seakan tak percaya. Bagaimana bisa , ketua himpunan mahasiswa kampus yang juga dikenal dengan sebutan "anak haram" ternyata adalah kaki tangan seorang mafia besar yang merajai separuh dari peredaran narkoba di Amerika.
***
"Kotaro telah gelap mata ingin menyerahkan USB itu. Tapi akhirnya dibunuh. Sekarang kita tahu kalau harga mati bagi Carlo adalah menyelamatkan USB itu. Tapi apa Emily tidak berharga sama sekali baginya?" Jace tahu Kotaro adalah sahabat karib bagi Carlo. Ia pun tidak menyangka kalau Carlo sampai hati membunuh Kotaro.
"Mungkin Carlo merasa bahwa masa depan Amerika berada di USB itu. Dengan tidak mendapatkan USB itu, Samuel Perez tidak bisa menguasai sektor pemerintahan pula." Ujar Nico.
"Hmm... beban moral? Terdengar seperti Carlo yang ku kenal. Tapi dari apa yang ku saksikan semalam... Percayalah.. dia sudah berubah." tukas Jace. "Demi Tuhan kalau dia membahayakan aku dan Emily, aku pun tidak segan untuk membunuhnya". Jace mulai geram.
Emily meletakkan segenggam bunga edelweis yang dibawanya di depan pusara Kotaro. Ujung jarinya menyentuh nama Kotaro yang tertulis di batu nisan.
"Lantas bagaimana aku bisa mengenali Samuel Perez?" Tanya Emily pada Jace.
"Kau ingin menghadapinya sendiri?" Jace penasaran. Keningnya kembali berkerinyit untuk yang kesekian kali.
"Setidaknya aku harus tahu bagaimana rupanya. Kini, aku bahkan tidak bisa mengenali Samuel Perez jika ia berpapasan denganku. Dengan mengetahui bagaimana penampilan dan wajahnya, aku bisa menghindarinya." Jelas Emily.
Jace mengambil ponsel, mengetik sesuatu dan menunjukkan layarnya pada Emily.
" Samuel Perez . 57 tahun. Tinggi 180cm. Wajah khas kaukasia. Selalu memakai stelan jas dan dikelilingi pengawalnya yang berjumlah 4-8 orang. Cincin bermata Zamrud selalu terpasang di kelingking tangan kirinya. Kau akan langsung mengenali seorang Samuel Perez ketika kau melihatnya."
Emily masih menatap foto laki-laki setengah baya di ponsel milik Jace. Menyipitkan matanya, merekam baik-baik wajah dan semua informasi yang diberikan oleh Jace.
"Dan dia adalah seorang penggoda wanita. Jangan terbuai dengan apa yang dikatakannya." Tambah Nico.
Emily menoleh. Tentu saja Nico tahu karena dia sering bertemu dengan Samuel Perez.
Hati Emily bergelitik. Ia takut bagaimana jika ternyata Nico memperdayanya. Apa yang bisa dia lakukan jika Nico mengkhianatinya? Dan membawanya kepada Samuel Perez disaat ia lengah.
"Aku harus tetap berhati-hati dengan Nico"
KAMU SEDANG MEMBACA
EMILY ( HUGE REVISION : PENDING )
Romance⚠⚠⚠18+⚠⚠⚠ ⚠⚠⚠KONTEN DEWASA⚠⚠⚠ "Shut up and kiss me". Emily to Carlo Menceritakan tentang seorang wanita yang bekerja di sebuah Firma Hukum ternama yang bertemu dengan pria misterius yang terjebak dengannya di sebuah lift dan perjalanannya mengungkap...