Sepasang kaki jenjang yang indah dengan tumit sepatu yang runcing keluar perlahan dari sebuah mobil sport mewah. Sepatu dengan warna merah pada dasarnya , berhiaskan berlian di sepanjang pinggirannya. Disusul dengan gaun tulle berwarna merah muda lembut. Belum dipastikan siapa pemiliknya, yang pasti, semua mata yang ada pada halaman depan aula ballroom tertuju pada mobil itu dan kedua pengendaranya.
Nico keluar dari kursinya dan mengulurkan tangan untuk membantu Emily. Dengan menyibak gaunnya, Emily terlihat anggun bak seorang putri dari kontes kecantikan keluar dari mobil. Wajah asing bagi para senior di kampusnya. Tentu saja mereka bertanya-tanya, siapakah wanita baru yang bersama Nico.
Gaun tulle panjang dengan belahan setinggi paha. Berjalan dengan penuh percaya diri, pantas jika mengisi panggung catwalk di suatu tempat. Gaunnya yang tak bertali membungkus indah tiap lekuk tubuhnya yang sempurna. Rambut coklatnya yang panjang terpilin kebelakang, menonjolkan sisi wajahnya yang tirus dan tanpa cela. Sebuah kalung berlian berkilau menghiasi leher indahnya. Bagaikan sebuah bintang yang menyinari kegelapan, semua mata menuju pada Emily. Tak terlupa, mata Nico yang sedari tadi menatap gaun Emily yang terbuka di bagian belakangnya. Riasan wajah yang natural tak mengurangi sedikitpun kecantikan wajahnya.
Emily menggandeng tangan Nico, untuk sesaat jantungnya berdegup kencang karena sudah lama ia tak pergi ke acara seperti ini dengan riasan tebal. Namun, Nico menggenggam tangannya. Memastikan bahwa Emily tidak sendirian, menenangkan hati Emily.
Senjata api dan bom adalah hal biasa bagi Nicolae. Tapi pergi ke pesta seperti ini , sangat menyiksanya. Setelan rapi, table manner, dan musik klasik. Sangat tidak mencerminkan dirinya. Dia lebih suka jika tertembak '50 Cal' saat ini juga. Namun ini adalah suatu acara yang tidak boleh dilewatkannya dalam masa-masanya menjadi mahasiswa terlebih dia adalah ketua dewan perwakilan mahasiswa. Tanggung jawab yang besar untuk sebuah kampus yang kecil.
Selagi berjalan menuju aula utama, Emily dan Nico terus bergandengan tangan. Sesekali Emily tertawa karena melihat Nico begitu tidak nyaman dalam balutan tuksedo dan sepatu resminya yang mengkilap.
" Maaf kan aku.." ujar Emily yang tak bisa menahan senyum. Sementara keringat mulai membanjiri kening Nico. Nico hanya terdiam. Tanpa reaksi. Mungkin ia gugup, sehingga tak mampu mengatakan sepatah katapun.Tak tahan lagi, Emily berhenti berjalan dan kemudian mengambil sebuah sapu tangan dari dalam tas pestanya.
Dengan perlahan dia mengelap kening Nico yang basah, lalu tersenyum lebar.
"Sudah.."
Tanpa kata-kata, Nico kembali menggenggam tangan Emily dan melingkarkannya pada tangannya sendiri. Mereka berjalan menuju pintu masuk Aula yang dijaga oleh tiga petugas keamanan bertubuh besar.
Tiba-tiba, dari arah belakang Emily dan Nico terdengar suara tertawa beberapa orang yang sangat keras. Emily menoleh ke belakang, ternyata itu suara Kendra dan teman-teman gadisnya. Mereka berjalan seolah merekalah pemilik tempat itu.
Kendra dan teman-temannya muncul dan mengedipkan mata pada Nico dan Emily. Kemudian ia melambaikan tangan.
" Setelan yang bagus, anak haram. Kau juga pencuri." Kendra lalu lanjut berjalan dan tertawa dengan teman-temannya.
Emily menatap Nico. Seisi kampus barangkali sudah tahu julukan 'anak haram' ini untuk Nico. Tapi tak ada yang tahu kenapa. Masih enggan untuk bertanya, Emily memilih diam.
Di dalam aula Ballroom, sudah banyak sekali orang yang datang, mulai dari para senior hingga dekan dan dosen kampus. Alunan musik klasik menambah elegan suasana dalam aula yang temaram.
Nico memberikan segelas minuman kepada Emily, dengan perlahan Emily menyambutnya.
" Bagaimana perasaanmu? "
" Dengan tuksedo ini? Tidak nyaman sama sekali. Aku lebih memilih untuk bertelanjang."Mendengar itu, Emily tertawa. Untuk sesaat Nico berhenti menghirup minumannya, matanya kembali terpaku pada leher Emily. Entah apa yang mengalihkan perhatiannya. Tapi malam ini setelah melihat tubuh Emily, Nico seakan terhipnotis pada keindahannya.
" Hey Nico.. tak ku sangka aku akan melihatmu mengenakan setelan serapi ini.." ujar seseorang yang tiba-tiba datang dan menggenggam tangan Nico. Mereka nampak akrab.
"Ah, David... Terimakasih. Kau nampak luar biasa mengenakannya. Perkenalkan, ini Emily. Mahasiswi baru di kampus kita. "
Laki-laki bernama David itu menyalami Emily, Emily pun menerima uluran tangannya dan tersenyum.
" Senang bertemu denganmu David. " Emily tersenyum pada David. Teman-teman Nico yang lain mungkin sedang berada di suatu tempat.
" Wah... Tidak pernah terdengar bersama dengan seorang gadis, kini kau sudah tumbuh dewasa, Nicolae!" David menepuk pundak Nico dengan bangga .
" Kau benar-benar.. aku hanya tak tertarik pada gadis biasa, David." Nico berujar. Setengah tak percaya, Emily mengangkat alisnya ketika mendengar Nico mengatakan itu pada David.
" Jadi.. Emily adalah gadis yang luar biasa? Hahaha, baiklah. Aku akan menyingkir agar kalian bisa menikmati pesta. Sampai jumpa lagi.. Emily.." David menganggukkan kepalanya untuk undur diri pada Nico dan Emily.
"Sampai jumpa lagi, David" ujar Nico dan Emily hampir bersamaan. Emily langsung menoleh ke arah Nico. Spesial??? Dirinya??
" Seberapa spesial kah aku?" Emily meletakkan gelasnya di meja dan mendekat kepada Nico. Badan mereka hampir bersentuhan. Kedua tangan Nico tanpa sadar melingkar di pinggang Emily yang sempurna lekukannya. Jarak yang begitu menggoda. Tak sekali dua kali Nico mencuri pandang ke arah bibir Emily yang dihiasi lipstik merah muda yang lembut senada dengan gaun mewahnya.
" A.. aku..." Nico terbata, tak ada satu katapun yang mampu keluar dari mulutnya. Nico tidak boleh jatuh cinta pada Emily. Gadis itu targetnya.
"Ehem" Nico memalsukan batuknya dan melihat sekitar.
Emily pun dengan cepat menjauh dan mengendalikan diri. Meraih gelas minumannya dan meminum habis isinya."Heii... Pelan-pelan!" Nico berusaha menyuruh Emily untuk meminum cocktailnya dengan pelan. Namun teguran itu diindahkannya. Emily tetap meminumnya hingga habis.
"Jadi.... Ada apa dengan anak haram?" Akhirnya Emily memberanikan diri menanyakannya. Nico berdiri tegak. Pandangannya jauh. Kosong. Seperti teringat akan sesuatu. Ada sedikit rasa bersalah di dada Emily.
, pertanyaannya hanya merobek luka lama dalam batin Nico. Sebagai seorang yang memiliki empati tinggi, Emily sadar bahwa ia telah bertanya terlalu jauh hingga ke ranah pribadi Nico. Hal yang ditutupnya rapat-rapat."Kau tahu siapa ibuku?" Tambah Nico, memecah keheningan antara mereka berdua. Tanpa menjawab, Emily hanya menggelengkan kepalanya.
Belum sempat Nico menjawab, Emily menggenggam bahunya dengan kuat. Nico terkejut, dan meraih tangan Emily. Wajahnya pucat, seperti melihat hantu.
" Emily?? Apa kau baik-baik saja?" Nico terdengar khawatir.Dengan mata terbelalak dan hampir berkaca-kaca, Emily menjawab dengan terbata, jari tangannya menunjuk ke suatu arah,
" Carlo... Dia di sana.."
KAMU SEDANG MEMBACA
EMILY ( HUGE REVISION : PENDING )
Romance⚠⚠⚠18+⚠⚠⚠ ⚠⚠⚠KONTEN DEWASA⚠⚠⚠ "Shut up and kiss me". Emily to Carlo Menceritakan tentang seorang wanita yang bekerja di sebuah Firma Hukum ternama yang bertemu dengan pria misterius yang terjebak dengannya di sebuah lift dan perjalanannya mengungkap...