The Betrayal

3.2K 118 25
                                    

Emily membuka matanya. Kepalanya terasa sangat berat. Seluruh tubuhnya  nyeri. Pandangannya kabur.

Semakin lama, penglihatannya semakin jelas. Emily mendapati dirinya sedang berada di baris kedua dalam sebuah van yang berjalan. Tangan dan kakinya terikat. Mulutnya tertutup kain yang diikat di sekeliling kepalanya. Ia melihat sekelilingnya dengan cepat. Nafasnya pendek. Jantungnya berdebar. Bagaimana ia bisa tiba disini? Pikirnya.

Emily mencoba untuk membuka ikatan di tangan dan kaki dengan menggesek-gesekkannya namun usaha itu sia-sia. Tali yang mengikat hanya membuat kulitnya luka dan lecet. Keringat mengucur di keningnya.

Emily melihat sosok Nico berada disamping pengemudi. Dengan tenaganya yang tersisa, Emily menendang kursi yang Nico duduki.

"Hey Emily. Tenang lah. Aku berjanji ini tidak akan lama." Jawab Nico santai. Di saat itulah Emily menyadari Nico memang seekor serigala berbulu domba.

Emily benar-benar merasa tertipu. Tidak hanya berhasil menipunya, Nico juga berhasil menipu Jace dan Carlo.

Lagi-lagi Emily merasa terlalu naif. Nico menculiknya disaat ia sedang lengah. Ketika ia sedang tidur.

Seluruh tubuhnya pegal. Entah berapa lamakah ia sudah berada di dalam van ini.

Emily meronta dan berteriak semampunya meskipun mulutnya terikat kain. Van berhenti mendadak di pinggir jalan.

Sebastian dengan marah membuka pintu di sisi Emily kemudian masuk dan menamparnya.

Tamparan keras yang membuat sudut bibir Emily berdarah.

"Diam! Kau sudah cukup membuat kami bekerja keras selama ini. Menurut lah kali ini saja." Suara Sebastian lembut namun tangannya sibuk menjambak rambut Emily hingga kepalanya tertengadah. Emily merasakan beberapa helai rambutnya tercabut paksa dan itu menyakitkan.

Emily tak punya pilihan lain. Ia harus diam.
Sebastian melepaskan rambutnya, Menutup kepala Emily dengan sebuah kain gelap yang tidak tembus pandang dan kemudian kembali ke kursi kemudi. Melanjutkan perjalanan mereka entah kemana.

Nico bahkan diam saja melihat ia diperlakukan seperti itu. Apakah benar Nico pernah peduli padanya?

Tubuh Emily bergetar. Ia ketakutan. Seluruh badannya terasa sakit. Ia merasa sangat sendirian. Dengan tangan yang terikat ke belakang. Ia menangis. Sulit untuknya menangis dengan kondisi mulut terikat seperti ini. Ia hampir tak bisa bernafas. Ia tak mampu melihat apapun. Dan itu membuatnya takut.

Emily berusaha untuk mengatur nafasnya. Berusaha untuk memahami semua kejadian ini dalam keputusasaan. Apakah ia akan hidup atau mati. Ia tak tahu.

Emily menenggak air ludah. Berusaha lagi untuk menenangkan diri. Mencoba untuk memperlambat denyut jantungnya. Meraba apa yang ada di sekelilingnya namun tak ada benda apapun.

Entah berapa lama lagi mereka akan tiba. Percuma ia menenangkan dirinya jika kandung kemihnya terasa penuh sekarang.

"Aku .. Tidak mampu menahannya. Aku ingin buang air sekarang." Teriak emily di sela mulutnya yang terikat.

"Ah sialan." Sebastian merasa terganggu. Namun ia tak ada pilihan lain selain membawa Emily ke semak-semak. Tidak mungkin ia membawanya ke toilet umum dengan tangan dan kaki terikat.

***

"Jace? Bagaimana kau bisa menemukanku?" Tanya Carlo ketika Jace menemukannya di rumah persembunyian Kotaro. Ia berdiri dan hendak memeluk Jace.

"Tidak penting. Kau tahu dimana Emily?"
Jace menepis tangan Carlo sebelum menyentuh pundaknya.

" Dia bersama Nico. Bersembunyi dan mengatur strategi untuk membohongi Perez. Hey.. Ada apa?"

"Kau melakukan kesalahan besar."
"Apa?"
"Nico akan menyerahkan Emily pada Perez." Jace berusaha tenang.

" Tidak mungkin" Carlo meringis tak percaya.
" Percayalah padaku. Kaki tangan Perez adalah yang paling loyal dan setia. Nico telah membohongi kita semua."

" Aku baru saja berbincang dengan bocah itu!"

" Dia itu seekor ular berbisa. Cepat. Kita tidak punya banyak waktu!"

"Sialan!"

Carlo berlari ke dalam kabin sementara Jace berlari ke arah mobilnya.

"Bagasi!" Teriak Carlo pada Jace. Agar Jace membuka bagasinya.

Carlo membawa semua senjatanya dalam 2 buah tas besar dan satu peti dinamit. Kemudian mengangkutnya ke dalam mobil Jace.

" Sial. Kau bisa meledakkan satu buah gedung besar dengan itu semua!" Ujar Jace yang sudah siap di kursi kemudi.

"Itulah rencanaku. Ayo! " Tatapan Carlo tajam ke depan.

***

Van yang ditumpangi Emily berhenti. Sebastian Turun dan membopong tubuh Emily di bahunya. Seakan Emily hanya sebuah bantal yang ringan. Emily terlalu lelah untuk melawan.

Emily mendengar pintu terbuka. Lalu tertutup keras. Dari suara gema nya, Emily tahu bahwa ia sekarang berada di sebuah gedung yang besar. Atau gudang yang besar. Bau lembab menyengat hidung Emily. Tempat ini pasti sudah lama terbengkalai. Apa rencana Perez membawanya kemari?

EMILY ( HUGE REVISION : PENDING )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang