Puisi

21 5 7
                                    

Aku yang pernah engkau kuatkan

Aku yang pernah kau bangkitkan
Aku yang pernah kau beri rasa

Saat kuterjaga
Hingga kuterlelap nanti
Selama itu aku akan selalu mengingatmu

Kapan lagi kutulis untukmu
Tulisan-tulisan indahku yang dulu
Pernah warnai dunia
Puisi terindahku hanya untukmu

Mungkinkah kau 'kan kembali lagi
Menemaniku menulis lagi
Kita arungi bersama
Puisi terindahku hanya untukmu

Saat kuterjaga
Hingga kuterlelap nanti
Selama itu aku akan selalu mengingatmu

Kapan lagi kutulis untukmu
Tulisan-tulisan indahku yang dulu
Pernah warnai dunia
Puisi terindahku hanya untukmu

🎶🎶🎶🎶

Tiga hari setelah acara promosi novel, Vania menghubungiku. Entah ada apa, katanya dia ingin bertemu. Aku yang memang masih merindukannya, tanpa pikir panjang langsung setuju.

Kami memutuskan bertemu di salah satu kafe dekat kampus. Vania sekalian ingin mengurus berkas yang belum lengkap untuk kebutuhan perkuliahan.

Aku sudah menunggunya sekitar setengah jam, tapi sosoknya belum terlihat juga.

Beruntung hari ini kafe sedang mengadakan acara mingguan. Sebuah band, entah apa namanya sedikit berhasil menghiburku dan pengunjung lainnya di atas mini panggung.

Lagu yang mereka bawakan kali ini adalah lagu dari Jikustik berjudul Puisi. Mendengar liriknya, aku malah teringat Hana.

Kapan lagi kutulis untukmu ...
Tulisan-tulisan indahku yang dulu ...
Pernah warnai dunia ...
Puisi terindahku hanya untukmu ...

Mungkinkah kau kan kembali ...
Menemaniku menulis lagi ...

Sore itu, saat Hana tengah sakit. Saat aku merawatnya sampai membaik. Hana memintaku membuatkannya puisi. Berkali-kali aku menolak, tapi dia malah menangis.

Lelah melihat tingkah Hana yang terus merengek, aku akhirnya menuliskan dia sebait puisi. Tentang aku, dia, dan kemungkinan kita bersama. Tentang aku yang belum siap menghapus Vania dalam hatiku.

Bukan cinta yang salah
Bukan pula kamu
Tapi aku;
Maaf, namanya masih ada
Masih ada di dalam benakku
Pun namamu
sudah mengetuk ingin masuk
Dan aku;
Menolak mendengar
Suaramu, detakmu, hadirmu, cintamu
Maaf, aku ... belum bisa
Menerimamu

Saat itu, saat aku mulai membacakannya. Hana jadi berubah diam. Tidak berusara lagi, tidak ingin apa-apa lagi. Dia memaksakan senyum, memintaku pulang. Saat itu, hal yang paling aku ingat adalah kata-kata terakhirnya.

"Kamu juga nggak salah. Cinta memang nggak bisa dipaksa, Caellan. Aku yakin kok  suatu saat ketukan dari aku, suara aku, hadirnya aku, bahkan cinta dari aku sekali pun akan kamu nantikan. Tapi, semisal itu nggak terwujud, percaya deh, aku nggak apa-apa. Cinta memang nggak harus selalu tentang memiliki."

Surat Untuk CaellanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang