Jika

15 4 2
                                    

Aku mungkin tidak sempurna

Tak sanggup ambilkanmu bintang

Namun Tuhan pasti terus mendengar

Namamu, di dalam doaku

Aku memang bukan malaikat

Tak bersinar dan tak rupawan

Tapi Tuhan pun tahu segalanya

Kulakukan demi engkau

Jika sang mentari tiada

Bulan pun tak kunjung tiba

Ku tak peduli karena kau yang

Sinari siang dan malamku

Aku memang bukan malaikat

Tak bersinar dan tak rupawan

Tapi Tuhan pun tahu segalanya

Kulakukan demi engkau

Jika sang mentari tiada

Bulan pun tak kunjung tiba

Ku tak peduli karena kau yang

Sinari siang dan malamku

🎶🎶🎶🎶


Mataku terbuka saat suara dua orang yang tak asing buatku terdengar dari luar kamar. Aku langsung tersenyum dan berlari membuka pintu. Itu suara Papa dan Bibi. Papa sudah pulang.

"Papaa!" teriakku saat melihat Papa hendak pergi. "Kok balik lagi? Nggak kangen Hana?"

Papa tersenyum dan langsung memelukku, mengusap rambutku penuh sayang. "Tadi Papa mau bangunin kamu, tapi nggak jadi karena Papa pikir mungkin kamu kecapean. Papa nggak tega bangunin kamu. Caellan bilang kamu sakit."

"Udah sembuh. Hana kangen banget sama Papa. Rumah ini sepi kalo Papa nggak ada."

"Kan ada Bibi."

"Tetep aja beda, Pa."

"Ya sudah, yang penting kan sekarang Papa udah pulang. Gimana hubungan kamu sama Caellan, baik kan?"

Aku mengangguk. "Baik. Caellan selalu jagain Hana."

"Baguslah, Papa senang dengernya."

"Iya, Hana juga seneng banget. Caellan perhatian dan nggak pernah buat Hana nangis."

Aku berbohong. Biarlah Papa semakin percaya Caellan bisa menjagaku dengan baik.

"Sekarang kamu cepetan mandi, Papa udah suruh Bibi bikin sarapan spesial buat kita berdua. Abis itu Papa mau ajak kamu jalan-jalan."

Aku melompat girang. Sangat antusias. Rasanya sudah lama sekali Papa tidak mengajak aku jalan-jalan. "Oke, Hana mandi sekarang. Hana udah nggak sabar menghabiskan waktu berdua sama Papa di luar rumah."

"Kita nggak berdua, Papa udah ajak Caellan juga. Jadi kamu harus dandan yang cantik. Caellan itu calon suami kamu."

Mendengar itu, aku hanya bisa mengangguk. Mengucap Aamiin dalam hati lalu tersenyum.

"Papa mau siap-siap dulu. Kamu kalo udah selesai langsung ke meja makan yah sayang. Papa tunggu."

Jika saja Papa tahu bahwa Caellan mau bertunangan atau menikah denganku hanya karena orang tuanya, bukan karena dia mencintaiku. Apa mungkin Papa akan sebahagia sekarang, Pa?

Surat Untuk CaellanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang