Nestapa Kerinduan

32 28 63
                                    

" Pandu, terimakasih," kataku lirih di dalam pelukannya.

Dia melepaskan pelukannya dan tersenyum ke arahku.

"Ayo, aku temani untuk bertemu Ayahmu," katanya pelan.

"Benarkah? Kamu mau ikut?" Tanyaku tersenyum sumringah.

"Wah, tumben ni panggil kamu, biasanya aja kalo ngga monyet ompong lah, si ngeselin lah," ucapnya sembari terkekeh.

"Ish nakal emang," kataku sembari menjailinya.

"Eh... Eh... Awas ya ga boleh pegang-pegang. Ga gratis tau," katanya sembari tertawa.

"Ih apaan sih Pandu, ga lucu deh," kataku.

"Yaudah yuk, kita ke rumah sakit," katanya.

"Anterin dulu ke panti asuhan, kita tanya dulu dimana letaknya," kataku.

Akhirnya, kami berdua bergegas ke Panti Asuhan. Sesampainya di depan pintu, aku bertemu dengan Bibi Ratna dan seketika memeluknya.

"Bibi, Jingga mau maafin ayah Jingga," kataku pelan di dalam pelukannya.

"Benarkah nak? Apa Bibi ngga salah dengar?" Tanyanya.

Aku melepas pelukanku dan seketika menenangkannya.

"Iya Bi, Jingga bakal berusaha memaafkan ayah. Sekarang Bibi bisa bantuin jingga ngga?" Tanyaku.

"Apa Jingga? Bibi pasti bantu," jawabnya sembari menangis haru.

"Bibi bisa kasih tau Jingga dimana Ayah dirawat?" Tanyaku.

"Ah, soal itu. Jingga sama temen Jingga ikut saja, kita bertiga naik mikrolet ya. Bibi ikut," katanya.

Akhirnya kami bertiga segera menuju ke RS dengan naik mikrolet. Setelah 15 menit perjalanan, akhirnya kami sampai. Aku langsung bertanya dimana ayah dirawat dan bergegas ke sana. Sesampainya di depan pintu, aku meminta Pandu dan Bibi Ratna untuk menunggu di depan. Ayah yang mengetahui kehadiranku menangis.

"Jingga.." katanya lirih diiringi tangisnya.

Aku yang melihat hal itu seketika menutup pintu dan segera memeluknya.

"Ayah... Maaf .. Maafkan Jingga Ayah," kataku sembari menangis di pelukannya.

Lelaki itu mengelus rambutku dengan jemarinya.

"Nak, apa kau mau memaafkan Ayah?" Tanyanya pelan.

Aku tersenyum dan mengangguk. Hal itu membuat ayah menangis haru, ada senyum di wajahnya. Ia mencium keningku dan memelukku.

"Terimakasih nak, terimakasih," katanya pelan.

Aku mengusap air mata yang membasahi pipinya. Dan aku mencium kening ayah.

"Ayah janji bakal berusaha menjadi ayah yang lebih baik lagi buat Jingga," katanya sembari menggenggam kedua tanganku.

"Jingga berterimakasih buat itu," kataku pelan.

Aku tersenyum ke arahnya, dan ayahpun ikut tersenyum.

"Ayah janji harus cepet sembuh, biar bisa nemenin Jingga ke pameran lukisan," kataku pelan.

"Apa? Anak ayah mau ke pameran lukisan? Wah hebat sekali," katanya dengan bangga.

"Iya ni yah, sebenernya Jingga udah tau event nya dari lama," kataku pelan.

"Wah, yaudah. Ayah mau sembuh cepet aja kalo gitu," katanya tertawa.

"Ehem ehem... Mohon maaf mengganggu, boleh masuk ngga?" Tanya Pandu di depan pintu.

Literatur Bernyawa [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang