"Ayo ikut kakak masuk, Jingga," ajak kak Hanin sambil mengulurkan tangannya.
"Kak Hanin, aku deg-degan nih," ucapku pelan sambil menelan ludah.
"Udah nggapapa kok, ayo masuk. Orangnya baik-baik kok, ngga gigit kamu," balas kak Hanin sambil tertawa.
Perlahan tapi pasti, aku memasuki sebuah momen baru. Ku rasakan telapak kakiku berkelana di antara koridor-koridor rumah. Aku melihat setiap detail yang ada di rumah itu.
"Awas.... Aaaa.... Tidak."
Seseorang tak sengaja bertabrakan denganku. Kita sama-sama terjatuh.
"Haduh, kamu ini Syifa. Ngga pernah berubah. Makanya kalo main liat tempat dong," kak Hanin memarahinya sambil menjewer telinga kanannya.
"Ya maaf dong kak, gitu aja ngambek. Nanti cantiknya ilang lo kak."
"Idih maaf ye. Gombalan kamu tu ga ngaruh ke kakak, udadeh mandi sana, bau tau!"
"Eh bambang, enak aja bilang aku bau. Ganteng gini masa iya belom mandi," jawab lelaki di hadapanku sembari menyisir rambutnya dengan kedua tangannya dan berdiri dengan gaya yang sok cool.
Aku yang melihatnya hanya bisa tertawa pelan sembari menutup mulut berusaha agar tidak ketahuan. Alhasil, itu membuat lelaki depanku melihat ke arahku.
"Eh, ada nak baru nich. Intro dong. Namamu siapa adik manis?" Tanya lelaki jangkung yang memiliki paras tampan, hidung mancung dan kedua mata yang sipit.
"Namaku Jingga Claviana Devi kak. Kakak bisa manggil saya Jingga," kataku memperkenalkan diri.
"Wih, unik. Kakak panggil kamu Claudi aja deh biar beda. Ngga papa kan?" Tanyanya sekali lagi sembari mengulurkan tangan.
"Boleh kok kak," jawabku tersenyum sembari berjabat tangan dengannya.
"Hm... Sok sok an lo Syif, najis tau."
"Bilang aja lo juga mau dipanggil beda, ya kan?" Tanya Kak Hanin.
"Astaga.. ni anak makin ga jelas sumpah. Udah yuk Jingga, kita masuk ke kamar kamu aja," ajak kak Hanin mearik sebelah tanganku.
"Cielah, ngambek terus kerjaan lo Nin."
"Iyedah, serah lu tong."
Kami berdua berlalu, sesekali aku melirik ke belakang untuk melihat bagaimana kak Syifa menatap kak Hanin sembari tersenyum. Aku mengerti pandangan itu berbeda.
"Kak Hanin, kakak mau ngga aku kasih tau sesuatu?" Tanyaku sambil tersenyum.
"Emang apa Jingga?"
"Kayaknya lo kak, Kak Syifa suka deh sama kak Hanin ....Cie.. Cie," ucapku kemudian berlari di depan kak Hanin.
"Ih apaan si Jingga, kok ngeselin gitu."
Detik selanjutnya, aku memutar tubuhku ke belakang. Melihat bagaimana ekspresi gadis itu tersipu malu.
*************
"Oke Jingga, kita udah selesai beres-beres kamarmu. Oh iya, bajumu udah ada di lemari yang ini ya. Sekarang ikut kakak yuk, sambil nyiapin makanan buat anak-anak yang lain."
Aku mengamati isi kamarku. Atapnya yang sudah berumur tua tapi masih bagus. Ada satu kasur untukku yang berhadapan langsung dengan jendela. Sederhana, tapi cukup untukku. Karena ini kali pertama di hidupku, aku bisa merasakan mempunyai kamar seluas ini.
"Eh dek, ayo ikut kakak. Kok malah bengong si... Hati-hati lo nanti kesambet," kak Hanin membuyarkan lamunanku.
"Eh ... Iya kak ayo."
Sesampainya di dapur. Aku langsung mengikuti kak Hanin, awalnya aku masih malu-malu. Di tambah lagi saat semua anak panti tengah berkumpul di meja makan.
"Jingga kamu tunggu sini ya. Aku belom sempet ngenalin kamu sama Bibi Ratna, dia orang yang ngurus kita di sini."
Aku menunggu untuk beberapa saat, sampai datanglah seorang ibu paruh baya menghampiriku bersama kak Hanin.
"Siapa ini nak Hanin?" Tanya Ibu itu.
"Perkenalkan Bi, ini namanya Jingga. Dia ini yatim piatu, aku bertemu dengannya. Dan..."
Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, kak Hanin langsung berbisik di telinga Bibi Ratna. Entah apa yang dia bisikkan. Aku hanya diam mengamati, sebelum akhirnya Bibi Ratna mengawali pembicaraan.
"Nak Jingga, sekarang kamu ngga perlu khawatir ya. Kamu boleh tinggal di sini, anggap ini rumahmu sendiri ya nak," ucap Bibi Ratna.
Detik selanjutnya ia mengelus kepalaku.
"Yaudah nak, ayo makan sama yang lain," lanjutnya sambil menggenggam tanganku. Kami bertiga tiba di ruang makan. Aku bisa melihat bagaimana anak-anak seusiaku menatapku dari bawah sampai ke atas.
"Siapa dia Bi?" Tanya salah satu dari mereka. Gadis berponi yang memiliki lesung di pipinya, membuatnya menjadi gadis yang manis.
"Ayo nak Jingga, perkenalkan dirimu."
Awalnya aku gugup, namun ku beranikan diri untuk memulainya.
"Perkenalkan, namaku Jingga. Umurku 6 tahun," aku memperkenalkan diri dengan kalimat singkatku. Dan kurasa itu cukup.
"Baik anak-anak, beri salam ke Jingga hayoo."
"Haloo Jingga."
Mereka semua memberi uluman senyum. Dan itu membuatku tambah gugup. Sampai akhirnya, gadis berponi itu menghampiriku.
"Kenalin, aku Rosalia Ayu Sri Indani. Kamu bisa panggil aku Rosa."
Setelah perkenalan singkat itu, kami semua makan bersama. Dan aku tak menyangka, kami bisa bersenda gurau. Senyum mengembang di raut wajahku. Dan entah kenapa, aku kembali merasakan manisnya sebuah keluarga.
.
.
.
Thank's sudah mampir
Jangan lupa klik 🌟🌟🌟🌟🌟jika suka
Jangan lupa tinggalkan kritik dan saran juga
😊🙏🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Literatur Bernyawa [COMPLETED]
Ficción GeneralKarya ke 1 Start: 4 Desember 2020 Mendung sekali lagi mencipta gamang. Membuat sendu semakin merasuk dalam raga. Hal ini terjadi pada Jingga, seorang gadis kecil yatim piatu yang bertahan hidup di tengah kerasnya Kehidupan Kota. Kehidupan membuatny...