"Jika kita mengetahui sesuatu yang tak asing bagi orang umum itu biasa, tapi jika kita mengetahui sesuatu yang terdengar asing bagi orang umum, itu baru luar biasa. Percayalah, menjadi berbeda itu unik"
~ Rohma Asti N.Z ~
Dimulai dari hari itu, akan ada banyak pertemuan yang selalu ku nantikan setiap harinya. Setelah pulang, aku langsung menuju kamarku. Rasa-rasanya, ingin aku memiliki ruang kamar sendiri untukku. Karena di sana, aku bisa menyimpan hal-hal indah tanpa seorang pun yang tau. Namun, rasanya itu mustahil.
"Dor!" Teriak seseorang dari belakang.
"Astaga," ucapku kaget sambil memegang dadaku.
"Bengong teros... Kenapa lo? Mikirin apa sampek senyam-senyum ga jelas," ucap Rosa.
"Ngga mikirin apa-apa kok, kak Hanin sama Bibi Ratna ada ga Ros?" Tanyaku spontan.
"Ada, emang kenapa?" Tanyanya.
"Mau bantuin mereka dong, Lo mau ikut?" Tanyaku lagi sembari melangkah ke luar kamar.
"Oke, boleh. Ayok aku ikut," jawabnya cepat.
Akhirnya, kami berdua meninggalkan kamar dan menuju ke dapur. Namun, disana ada satu hal yang membuatku terkejut. Aku bertemu dengan pak Tio lagi. Dan entah kenapa saat makan bersama, Pak Tio tiba-tiba saja berdiri dan berkata di depan kami semua.
"Nak, mulai sekarang bapak ingin makan di sini lebih sering bersama kalian, ngga papa kan?" Tanyanya sambil tersenyum.
Aku hanya mengangguk pertanda setuju sedangkan yang lainnya merasa begitu senang karena akhirnya mereka merasakan sesuatu yang berbeda, entahlah. Mereka merasa seperti memiliki seorang ayah. Setelah aku makan, aku langsung masuk ke kamar sedangkan yang lain berbincang-bincang dengan pak Tio.
"Ada apa sebenarnya dengan Pak Tio ya? Kenapa Bibi Ratna, Kak Hanin seolah-olah nyembunyiin sesuatu dari aku?" Tanyaku pada diri sendiri.
Karena pusing, akhirnya aku memilih untuk membuka hp melihat ih. Aku melihat deretan lokasi alam yang biasanya kujadikan sebagai bahan untuk melukis. Dari kecil, aku terbiasa menyukai seni. Entah itu melukis, menulis puisi, menari. Dan bagiku, musik adalah sebuah alunan melodi yang melekat di hidupku. Hanya saja, semua itu tak pernah terapresiasi. Beberapa menit kemudian, aku meminta izin untuk pergi ke taman dekat panti. Aku menyiapkan semua peralatan melukis. Setibanya di sana, aku mulai duduk dan melukis di atas kanvas putih. Sebagai teman, aku memutar lagu dari kak Eka Gustiwana dengan judulnya tersimpan di hati.
Aku memulainya dengan memakai celemek, lalu menguncir rambutku. Detik selanjutnya aku merapalkan doa sebelum memulai sesuatu. Pada akhirnya, jemariku bermain dengan warna-warna yang ada di palet. Untungnya, saat sore hari, taman itu sepi. Yah, mungkin karena orang-orang di sekitar sini lebih memilih untuk berkumpul di arena lapangan basket dan badminton. Aku melukis sesuatu yang tertimbun dalam benak hati. Di mulai dari rumah sederhana di sebuah desa, dengan sungai yang mengalir deras di bawahnya. Dan ada sebuah jembatan yang menjadi penghubung antara rumahku dan sebrang jalan yang lain.
Setelah 1 jam setengah, akhirnya lukisan itu pun jadi. Saat aku melepas celemek dan membersihkan semua peralatan melukisku, aku mendapatkan notif pesan nomer yang tak dikenal.
~ : Hai
Me : ....
~ : Hai
Me : .....
~ : kok titik si jawabannya? Emang ada soalnya ya?
Me : Lo siapa?
~ : orang yang Lo julukin monyet ompong
KAMU SEDANG MEMBACA
Literatur Bernyawa [COMPLETED]
Ficción GeneralKarya ke 1 Start: 4 Desember 2020 Mendung sekali lagi mencipta gamang. Membuat sendu semakin merasuk dalam raga. Hal ini terjadi pada Jingga, seorang gadis kecil yatim piatu yang bertahan hidup di tengah kerasnya Kehidupan Kota. Kehidupan membuatny...