D A R E - 13

57 38 191
                                    

Michele mengatur nafas ngos-ngosannya, bahkan ia terduduk lemas dengan keringat yang membanjiri kening pelipisnya. Setelah menjauhi guru killer, yang hampir memergoki mereka, Cakra segera menuntut gadis itu lari sejauh mungkin.

Ini bukanlah langkah menuju ke dalam ruangan kelas. Cakra menuntut gadis itu berbalik jauh dengan langkah menuju kelas mereka. Michlele yang memperhatikan tempat dimana Cakra menuntunnya itu kini menatap tidak suka.

"Kenapa lo bawa gue kenari?" Michele mendengus kesal. Ini adalah teman belakang sekolah. Kenangan mereka pun disini. Sama seperti tempat ini yang berada paling pojok terbelakang.

"Kalau mau kena hukum, yaudah sih." Cakra bersender di dinding tidak jauh dari arahnya selagi memprediksi keadaan aman. "Lo tau ini tempat apa?" tanyanya bertanya balik.

Karena tiada respon, Cakra menjawabnya, "Tempat gue bolos." Dengan menunjuk bagaian pintu yang masih terlihat tertutup rapat.

Michele hanya mengangah tidak percaya. Setahunya itu adalah pintu belakang sekolah, yang tidak gunakan lagi. Ia juga tidak mengerti, jika pintu itu dapat digunakan oleh mereka si pembolos. 

"Kalau lo mau ajakin gue bolos, gue gak mau," decih Michele meratapi kesialannya di pagi ini.  

"Chele? Lo inget, ini tempat gue minta putus ...."

Kalimat itu membuat Michele mengambil nafas sebanyak-banyaknya. Ia masih ingat, bagaimana lelaki itu memutuskannya seenak jidat dengan alasan bosan.

Cakra melanjutkan pembicaraannya, "... Disini pula, gue minta balikan."

Kenapa perkataannya enteng sekali? Michele yang mendengar lantunan kalimat itu membuat kepalanya tiba-tiba berdenyut.

Tidak sesuai ekpetasi, sebelum mendengar jawaban dari Michele, guru killer berjengot panjang dengan tongkat yang mengiringi langkahnya itu pun menjadi pembicaraan kedua remaja itu terhenti sejenak.

"Cakra! Enak-enakan ya, kamu! Malah bolos disini!" Pak Type, guru tertua pengajar matematika yang tidak jarang membuatnya ngantuk itu pun kini memergokinya di luar area ruangan kelas.

Lagi-lagi tujuaan utamanya, adalah Cakra. Tidak jauh berbeda dengan Michele yang kini meringis dengan kedatangan Pak Type di balik pintu.

"Segera ke lapangan!" Pak Type menunjuk kedua remaja itu dengan tongkatnya menuntut agar bergegas ke lapangan.

"Tongkat ajaib, atau kaki ajaib?" Cakra mengusili guru tersebut. Dilihatnya, kaki Pak Type masih normal. Lalu kenapa mengenakan tongkat?

Sebelum Pak Type mendengar umpatan Cakra, Michele buru-buru bangkit dari tempat duduknya. Ia tidak mau Pak Type memberikan hukuman tambahan, seperti hukumannya jika berada di dalam kelas.

Berbaris memutari bendera merah putih dengan hormat bergabung dengan para murid terlambat lainnya. Pagi ini, nasib mereka tidak seberuntung itu. 

"Kapan lagi kita hukum bareng?" Cakra terkekeh pelan menyilau matahari menatap Michele yang kini tetap fokus dengan posisi hormat. 

Dilihatnya, tiada guru yang mengawasi mereka, Cakra keluar dari barisan meneguk air mineral hingga tersisa setengah gelas. Begitu juga diikuti murid lain berhamburan keluar dari barisan meneduh di pinggir lapangan. Jika bertanda guru pengawas kembali, mereka akan berbaris kembali sesuai dengan bentuk semula.

Cakra memberikan air meneral yang masih penuh mengajaknya berteduh di pingir lapangan.

Michele, yang sibuk menguncrit rambutnya hingga tidak menerima uluran Cakra memberikan air mineral. Kenapa fokusnya tidak beralih ketika gadis itu menguncrit rambutnya?

"Kenapa lo ngikat rambut disini?" ketus Cakra menatap intens.

"Panas! Kenapa? Kan gue cuma ikat rambut," jawab Michele polos seusai mengikat rambut kini meneguk air mineral pemberian Cakra, "Btw, makasih."

PRITTT!

"Yah! Padahal gue belum duduk!" Michele berdecih segera berlarian ke arah barisan. Masih dengan posis sama, berada di dekat Cakra, lelaki itu masih memperlihatkannya membuatnya risih.  "Apaan sih? Berhenti lihatin gue!"

"Bidadari di tengah terik sinar matahari." Cakra merasa kicep kepergok memperlihatkannya diam-diam. Bukan diam-diam lagi, bahkan terlihat jelas ketika ia sedaritadi memperhatikannya.

"Bodoamat, Cak!"

"Bapak sudah hafal dengan wajah-wajah kalian. Jika terlambat lagi, besok-besok ku serahkan pada penilaian point." Disini mereka dapat bernafas lega, membuyarkan barisan dengan melangkahkan kaki menuju kelas masing-masing.

Sangat beruntung jika di dalam ruangan kelas tiada terlihat guru mengajar. Setidaknya lebih tenang, daripada sorotan seisi kelas yang harus memperlihatkan siswa-siswi terlambat di tengah pelajaran berlangsung.

Tanpak darisana Valyn, teman sebangku Michele bersorak tenang dengan kehadiran Michele, meski diantara teman kelas mereka yang datang terlambat.

"Gue kira lo ga datang. Gue gak mau duduk sama dia!" aduh Vay terang-terangan mengusir Andre, yang kini menduduki bangku Michele.

Andre, adalah teman satu bangku dengan Cakra. Tidak heran, jika mereka bergabung. Mengingat teman satu bangku Andre yang sedari ditunggunya belum juga menampakan batang hidung.

Ditengah-tengah Andre bangkit dari tempat duduk kedatangan Cakra, teman satu bangkunya itu membuatnya bersorak kepada Valyn dengan datang, "Gue pergi! Teman gue udah dateng!"

"Pergi sana! Kalau perlu, jangan balik lagi kemari."

Andre menepuk bahu Cakra memperlihatkan kedatangannya dengan Michele bersamaan. Itu membuat Pram, berada di bangku depan mereka itu pun mendongak ke arah belakang.

"Kalian enggak kena hukum bareng, 'kan?"cecar Pram berbondong-bondong memburui pertanyaan. Kedua teman biang kerok Cakra menunggu kabar baik darinya.

"Kalau gue sama Michele berangkat bareng juga emang 'kenapa?"

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dare, or dareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang