Tersirat = tersembunyi di dalamnya.
====================================
Sesak. Satu kata itu yang memenuhi hatinya saat ini. Aluna pergi ke lantai paling atas kampusnya untuk menenangkan diri. Lantai atas yang pantas disebut gudang memiliki halaman cukup luas walaupun banyak barang yang tertumpuk. Ia duduk ditepian, salah gerak saja mungkin ia bisa saja jatuh ke lantai bawah. Tapi ketakutan itu tidak memengaruhi dirinya. Ia hanya takut jika diusir oleh keluarga Bagas jika tak bisa membuktikan kejadian itu bahwa ia tak salah. Ia hanya takut jika foto itu tersebar luas sampai pihak kampus mengetahuinya. Ia hanya takut kemungkinan yang akan terjadi pada dirinya.
Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Air mata yang terus berjatuhan membuat matanya sembab. Ia tak peduli jika hari ini ada kelas, bolos sesekali tak apa, asal hati dan pikirannya bisa tenang.
Ia berteriak, meluapkan sesak yang memenuhi hatinya saat ini. Tangisnya semakin jadi saat ucapan-ucapan kasar melintas di pikirannya. Waktu yang ia miliki tak lama lagi, ia harus segera menemukan sang pelaku, namun ia tak bisa sendiri untuk membuktikannya. Laki-laki yang menjadi korban juga menghilang—Panji. Harusnya mereka berdua mencari sang pelaku, namun kehilangan Panji membuat Aluna tambah bingung harus berbuat apa.
Suara barang jatuh terdengar satu meter dari tempatnya duduk. Aluna menoleh, meja kayu yang tertumpuk jatuh begitu saja padahal tak ada angin. Lalu ia mendengar suara jeritan dari belakang tumpukan meja itu.
Aluna mengusap air matanya. "Siapa itu?" tanyanya sedikit berteriak.
Tak ada tanggapan selain suara jeritan.
"Siapa itu?" tanya Aluna lagi, pikirannya melayang jika suara itu berasal dari penghuni gudang. Dirinya bergedik, menelan salivanya susah payah, bagaimana jika suara itu memang dari penghuni gudang tak kasat mata?
Namun pikirannya salah. Sepuluh detik kemudian, muncul seseorang dengan kacamata yang bertengger di hidungnya tersenyum manis.
Setelah mengetahui siapa orang itu, Aluna bernapas lega. "Kamu ngapain di sini?"
Laki-laki dengan kemeja polos berwarna biru menghampiri Aluna, duduk di sampingnya. "Hai," sapanya.
Aluna mengernyit. "Tau dari mana kamu kalau aku di sini?"
Tanpa menjawab, laki-laki itu menyodorkan tisu. "Untuk hapus air mata kamu," ujarnya.
Aluna mengambil tisu itu, menghapus air matanya yang masih tersisa.
"Aku ke sini karena lihat kamu lari dari kelas," ujar laki-laki itu—Sintong.
Aluna melirik. "Kamu ikutin aku?"
Sintong mengangguk, tersenyum. "Bisa dibilang seperti itu."
Aluna memberikan sisa tisu pada Sintong. "Makasih," ucapnya. "Sekarang kamu bisa pergi, aku mau sendiri," jelas Aluna.
Sintong tak beranjak dari tempatnya, ia melirik Aluna dengan tatapan kasihan. Dia tau kenapa Aluna bisa menangis seperti ini. "Aku ... minta maaf," tuturnya.
"Untuk apa?"
"Atas kesalahan aku," ucap Sintong. Iya, memang sebagian kesalahan Sintong yang ikut campur atas rencana busuk kakak tingkatnya itu.
Hari itu, setelah Sintong menemui Aluna untuk minta tolong memberikan cokelat untuk sahabatnya, Aluna menolak permintaan Sintong. Dengan keberanian yang ia punya, ia memberikan langsung pada Salsa. Sejak awal perkuliahan, gadis berambut pendek itu sudah menarik perhatian Sintong. Namun ia tau, laki-laki culun tak pantas untuk Salsa. Tapi, tak ada salahnya mencoba, kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak Kisah Aluna
ChickLit[COMPLETED] |Telah terbit di play store, link ada di profile, terima kasih😊| Akibat kecelakaan yang menimpa keluarga Aluna saat berumur 7 tahun, ia kehilangan keluarganya. Setelah kecelakaan itu, Aluna diadopsi oleh sahabat orang tuanya. Seiring be...