17. New Plan

1.6K 385 79
                                    

Hanif masuk ke dalam safe house setelah selesai dari markas besar. Dia masih menelusuri dan memantau gerak-gerik dokter Fauzan. Dokter yang praktek di klinik kecil tempat si adik nelayan itu pergi. Ya, akhirnya dia bisa mengetahui kemana laki-laki itu pergi setelah satu-dua hari mengintai. Melakukan penyamaran kecil dan duduk di warung dan berbaur dengan penduduk di sana. 

Arsyad benar, beberapa preman ikut campur. Mungkin Herman, atau mungkin Bapak Besar. Arsyad masih belum mengabarinya hasil pembicaraan antara dia dan Bapak Besar sendiri. Sementara, abangnya sudah berhasil mendesak pihak kepolisian untuk membuka kasus Danika. Mahendra dan Pak Lukman sedang menangani prosesnya yang akan mulai bergulir lagi di pengadilan.

Dia terkejut ketika menemukan Mareno yang duduk di sofa satu dudukan ruang tengah. Lampu-lampu juga tidak dinyalakan. Kepalanya bahkan menggeleng keras untuk memastikan ini bukan salah satu mimpi lainnya. Dia masih terjaga.

"Kenapa? Lo pikir lo mimpi lagi?" Suara dalam dan berat Reno sudah di sana.

Kakinya melangkah ke arah dapur untuk mengambil segelas air dan meneguknya.

"Lexy, nyalakan lampunya." Tubuhnya sudah berada di ruang tengah berdiri menatap adiknya yang masih duduk.

Kemudian lampu-lampu menyala setelah suara Lexy mengkonfirmasi.

"Jadi, Fayadisa? Wow, selera lo berubah banyak." Wajah Mareno tirus dan pucat. Menatapnya datar tanpa ekspresi.

Dia diam, tidak mengerti apa maksud adiknya.

"Gue nggak paham, mulai dari kapan kita berahasia, Bang? Gue nggak paham." Mareno tersenyum sinis sambil menggelengkan kepala.

Mareno merasa sakit hati karena dia tidak diberi tahu apa-apa. Saudara-saudaranya bungkam menutupi sesuatu. Karena itu dia mengikuti Hanif dan menemukan kenyataan bahwa abangnya ini memiliki perhatian khusus pada Fayadisa. Ya, perempuan kuat itu. Siapa yang sangka. Jadi sekarang, dia ada di sini untuk membuat Hanif bicara. Kemampuan bernegosiasinya selalu handal. Sekalipun kali ini dia akan memaksa, atau mengancam jika diperlukan.

"Gue nggak ngerti maksud lo."

Mareno terkekeh kering. "Mungkin lo akan ngerti maksud gue kalau gue bongkar penyamaran Fayadisa. Gampang, karena Aryo sudah curiga."

Ekspresi wajahnya mengeras. Dia tidak suka kemana arah pembicaraan Mareno.

"Atau, cukup gue dekati saja Nafa. Jadi Aryo terpancing dan tambah curiga. Gimana?" Mareno sudah berdiri berhadapan dengannya.

Gerakannya cepat sekali, tangannya sudah mencengkram kerah kemeja adiknya. "Bilang, mau lo apa? Jangan pake basa-basi."

"Lo tanya mau gue apa? Apa lo jadi bego gara-gara jatuh cinta, hah?" Mareno sudah berteriak tinggi. Mata mereka beradu sama-sama emosi.

"Gue sedang cari cewek lo itu sekarang!! Gue dan Arsyad setengah mati cari dia buat lo. Bisa-bisanya lo ngomong begini sama gue? Dasar nggak tahu diri." Dia melepaskan cengkraman itu kasar dan mendorong tubuh Mareno menjauh.

"Gue paham itu, yang gue nggak paham kenapa kalian berahasia sama gue. Kalian tahu sesuatu dan kalian diam!! Gue mau bantu nggak boleh, juga nggak dikasih informasi apapun. Jadi lo semua mau gue ngapain? Diam kayak orang bego? Dasar brengsek lo semua!!" Mareno sudah mendorong tubuhnya juga.

"Mungkin cara kalian ngerti gue, adalah ketika gue bikin kacau. Jadi sumpah Bang, gue bakalan mengacaukan seluruh misi Faya. Sampai kalian mulai bicara," ujar Mareno lagi.

Tubuh Mareno sudah ingin berjalan menjauh dan dia menariknya kembali dan menghantam wajah adiknya itu. Mareno yang tidak terima juga membalas pukulan. Mereka saling menghantam seru. Membuat beberapa perabotan pecah dan barang-barang bergeser berantakan.

Only if You DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang