33. The truth is hurt

1.6K 407 85
                                    

Brayuda menatap ayahnya tidak percaya. Apa yang baru saja ayah sampaikan kepadanya adalah sesuatu yang sama sekali tidak dia duga. Di luar angannya yang paling gila. Oke, dia tahu kenyataan tentang ibunya, dia juga tahu seluruh masa lalu ayahnya. Bagaimana dulu ayahnya putus sekolah, terdampar di jalan dan kemudian menjadi salah satu preman daerah utara dan mulai membawahi preman-preman lainnya, sampai akhirnya bertemu Sanjaya Darusman dan Ibrahim Daud. Dia tahu itu semua. Tapi ini, sungguh dia masih tidak bisa percaya.

Tubuhnya sudah duduk di salah satu sofa ruangan kerja ayah. Dia masuk ke dalam ruangan ayah karena tahu kebetulan dia belum pulang dan ayahnya gaduh sekali di dalam. Tepat ketika lagi-lagi ayah menyebut nama gadis itu. Gadis yang Brayuda tahu, Rajata sedang awasi. Fayadisa Sidharta.

Salivanya dia telan, matanya menatap sosok itu tajam, tubuhnya kembali berdiri. "Apa Papa bisa ulangi, siapa Fayadisa?"

"Dia adikmu. Fayadisa Sidharta, adalah adik biologismu."

"Jangan-pernah-membohongi-saya. Dasar brengsek!!" Brayuda berteriak marah.

Iwan tersenyum miris. "Jangan cengeng, saya nggak akan bebankan dia ke kamu. Dia selalu bisa jaga dirinya sendiri. Sekarang, saya yang akan cari dan selamatkan dia. Kamu jangan ikut campur. Urus saja keluargamu. Ini dosa saya, saya yang akan bereskan."

"Dasar orangtua gila!! Apa Faya bahkan tahu? Kenapa Papa nggak pernah cerita dan biarkan dia sendiri selama ini? Dasar manusia gila!!!" Brayuda sudah maju dan menghantam ayahnya.

Iwan membiarkannya saja. Ya, dia bersalah, Fayadisa adalah kelemahannya. Karena itu dia meminta Arsyad untuk menjaga Faya. Untuk menjauhkan anak perempuannya itu dari musuh-musuhnya, agar Faya hidup dan tidak mati seperti istrinya yang dia sangat cinta. Karena begitu musuh-musuhnya tahu tentang Faya, gadis itu akan menjadi target baru. Berbeda dengan Brayuda. Predikat anak laki-lakinya sudah mengakar di bawah sana. Tidak ada yang berani menyentuh Brayuda Prayogo. Salah, tidak ada yang sanggup karena kemampuan bertarung anaknya itu luar biasa. Jadi tidak ada yang berani mengusiknya.

Rajata melerai mereka berdua. Iwan tertawa lagi.

"Saya hanya membiarkanmu memukul saya kali ini, bocah tengil. Karena pikiran saya harus kembali waras untuk mencari anak gadis saya."

"Berdoa saja Pa, bahwa Faya nggak akan membenci lo karena sudah meninggalkan dia selama ini. Berdoa saja." Brayuda terengah sementara Rajata sudah menahan bahunya.

"Tidak boleh ada yang tahu. Hanya kamu, saya, Rajata dan Arsyad. Berita ini tidak boleh tersebar keluar. Atau Faya akan mulai diburu. Situasi sedang panas di bawah sana. Herman sudah mulai masuk dan gunakan uang. Apa kamu paham?" Iwan menatap Brayuda tajam.

"Shit!!" Brayuda menyumpah serapah marah.

"Pergi, saya ingin susun rencana dengan Rajata."

"Gue ikut. Dia adik gue. Apa lo punya rahasia lain selain ini, Pa? Adik lagi atau istri yang lain?" Kepala Brayuda menggeleng tidak percaya.

"Jangan buat saya emosi, bocah tengil. Saya hanya cinta satu wanita, dan itu bukan Ibu Faya."

"Dasar orangtua bodoh. Kenapa sampai lupa pakai pengaman."

"Jata, tembak kakinya kalau dia menghina saya lagi." Iwan duduk di kursi kebesarannya.

Rajata mengangguk singkat. Kemudian mereka berdua duduk dihadapan Iwan dan mulai menyusun rencana.

***

Di tempat lain

Yang dia ingat hanyalah wajah Aryo yang emosi dan terluka. Kemudian dia tidak sadarkan diri. Setelah itu dia bangun dan sudah berada di sebuah ruangan berukuran sedang dengan satu kursi. Tubuhnya sendiri berada di lantai. Dia bangun dan mengerjapkan mata untuk menyesuaikan cahaya yang hanya remang-remang saja. Ruangan eksekusi. Dia pernah melihat ruangan jenis ini.

Only if You DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang