36. Disturber

1.6K 433 112
                                    

Hari kedua, sore.

El Rafi setengah berlari turun dari ruangannya di lantai atas untuk menuju lobby. Pesan dari Mareno dan Brayuda sudah masuk ke ponsel. Alex sudah dia hubungi untuk menuju segera menyusul Dara. Mobil sudah siap di lobby. Dara-nya terluka. Berita itu membuat dia meninggalkan meeting penting dengan investor asing, yang kemudian digantikan oleh ayahnya, Sanjaya, dan juga Hilman.

Jantungnya berdegup kencang. Ingat benar foto preman yang dihajar Mareno dan Hanif hingga babak belur. Entah bagaimana Hanif dan Mareno secara kebetulan berada di sana setelah kembali dari kantor Bapak Besar. Tubuhnya sudah masuk ke dalam mobil ketika sedan mewah Mareno Daud berhenti di belakang.

Hanif, Mareno dan Dara turun dari mobil. Tanpa basa-basi dia memeluk Dara erat, wajah istrinya itu kacau. Dia langsung memindai tubuh Dara cepat-cepat dan menemukan lengan Dara yang lecet.

"Kamu nggak apa-apa?"

Dara tersenyum kecil. "Baik-baik. Untung ada Hanif sama Reno."

Kepalanya menoleh pada Hanif dan Reno. Kemeja mereka digulung dengan bercak darah dimana-mana. "Sorry-sorry." Dia langsung menghampiri keduanya dan mengulurkan tangan. "Terimakasih. Serius terimakasih."

Hanif menjabat tangannya kuat, juga Mareno.

"Serius, Raf? Udah nggak musuhan lagi sama Abang gue?" ujar Mareno sambil menjabat tangan Rafi singkat.

El Rafi menghela nafas berat. "Lo emang brengseknya nggak ada duanya kadang-kadang, Ren."

Mareno tersenyum kecil. "Bawaan dari lahir, susah ilang. Kita pamit. Masih ada urusan."

"Ra, jaga diri. Jangan keluar tanpa penjaga sekarang-sekarang ini. Lagi banyak bahaya," ujar Hanif menatap Dara. "Ternyata Brayuda pelatih yang baik. Istri kamu bikin kabur satu." Hanif beralih menatap Rafi.

"Pamit dulu, Raf," ujar Hanif lagi.

Tubuh mereka sudah berbalik ketika Rafi berujar. "Apa kalian sudah tahu dari Brayuda?"

Langkah keduanya berhenti dan tubuh mereka berbalik lagi.

"Saya sudah bagi info soal apa yang saya tahu."

"Tentang?" Dahi Hanif mengernyit.

"Dimana Fayadisa."

Hanif dan Mareno bertatapan penuh arti.

"Kalian punya teknologi, Brayuda punya preman-preman. Tapi saya, pemilik properti. Saya lacak seluruh pembelian properti atas nama Aryo dan Herman. Saya dapatkan dua yang mencurigakan," papar El Rafi.

"Gue telpon Abang," ujar Mareno cepat.

"Masuk?" tanya El Rafi sambil tersenyum pada Hanif. "Saya bisa sambungkan dengan Arsyad di dalam."

Mereka berdua mengangguk kemudian berjalan beriringan. Hanif dan Mareno berada di depan dituntun oleh Martha. Kemudian Dara menarik El Rafi sedikit ke belakang lalu mengalungkan kedua lengan pada leher El Rafi. Istrinya itu tersenyum. Persis seperti apa yang dia ingat dulu. Senyum tulus yang membuat dia jatuh cinta berulang kali.

"Kamu baik banget." Dara mencium pipinya sesaat.

"Nggak boleh impulsif, Nyonya. Ini banyak orang." Rafi memeluk Dara cepat juga sambil tersenyum. Mereka mulai berjalan beriringan dengan Dara yang masih mengaitkan lengan manja.

"Kamu nggak marah sama aku?" ujar Dara riang.

"Nanti, marahnya di tempat tidur. Urusan kita belum selesai, Nyonya Darusman." Satu tangan Rafi mengacak rambut Dara sayang, lalu mencium puncak kepalanya. "Obati lengan kamu di klinik, oke. Jangan keluar-keluar lagi, Alex sebentar lagi sampai. Aku bantu Hanif dan Arsyad dulu."

Only if You DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang