37. Till we meet again

1.6K 416 93
                                    

Hari ketiga, siang. Beberapa jam sebelumnya

Aryo kembali berada di depan pintu kamar Faya, setelah mendapatkan berita terbaru dan menyusun rencana selama 2 jam lamanya. Nafasnya dia hirup banyak-banyak sambil berusaha menenangkan diri. Anak-anak Wibowo si penjilat itu akan datang, hari ini juga. Sial, dia tidak menyangka secepat ini. Sepertinya Wibowo sudah tidak sabar untuk menyerangnya. Ya, akhirnya si penjilat itu punya alasan. Emosinya sudah naik membayangkan senyum menyeringai Wibowo yang menyebalkan.

Ketika dia masuk, Faya sedang duduk dan mengeringkan rambut panjangnya sambil menatap ke luar jendela. Lagi-lagi dia terpana. Tubuh gadis itu mengenakan kaus besar dan celana jins panjang. Sedang duduk di kursi kayu sambil melipat kaki sopan dan memiringkan kepala sambil mengusap rambut panjangnya yang basah. Matanya melirik jam tangan. Dan sadar dia masih punya waktu.

Faya langsung berdiri ketika dia mendekat. Tubuhnya berhadapan dengan gadis itu dan menatap dalam matanya.

"Gue akan kasih, yang lo pingin."

Wajah Faya masih datar.

"Gue akan biarkan lo bebas. Kembali ke ADS atau kemanapun yang lo mau."

Kali ini mata Faya sedikit membulat dan hal itu membuatnya tersenyum kecil. Cinta memang sudah membuatnya sangat bodoh. Tapi biar, hidup terlalu pendek untuk tidak melakukan hal yang bodoh.

Ekspresi Faya mengeras lagi. "Apa syaratnya?"

"Gue mau lo. Sekarang."

Handuk itu menyabet cepat wajahnya, kemudian dia tertawa. "Lo tambah galak, gue tambah..." dia tidak melanjutkan hanya menghela nafas saja.

Tubuh Faya melangkah mundur ketika dia sendiri maju cepat mendekati gadis itu perlahan. Kemudian dia memojokkan Faya ke dinding, mendekatkan wajahnya. Tangannya mengambil remote kecil di saku celana.

"Ini, kunci untuk hampir semua pintu di rumah ini."

Tangan Faya berusaha mengambil kunci itu cepat.

"Sabar, Sayang. Gue akan kasih, serius. Gue bajingan dan penjahat, tapi bukan tukang bohong dan penipu kayak lo." Ujung hidungnya sudah menyentuh ujung hidung Faya. Kemudian bergeser ke samping, lalu bergerak di leher gadisnya.

"God, you smell so good." Tubuhnya makin mendekat lagi, hingga tidak ada jarak tersisa.

Dua tangan Faya sudah membentengi. Berusaha menahan tubuh besarnya yang menempel di dada Faya. Jari-jari tangan Faya meremas kuat seolah ingin menyakitinya. Tenaganya lebih besar dari Faya, gadis itu selalu berusaha memberontak dan melawan. Akhirnya selalu sia-sia. Tidak ada yang bisa menahannya. Wangi tubuh, basah rambutnya dan nafas Faya yang tersengal menahan emosi sungguh membuatnya lupa. Apalagi ketika bibirnya mulai merasakan leher jenjang itu. Kemudian terus naik ke atas dan tiba di bibir Faya sendiri. Dia bisa merasakan air mata Faya turun, atau bibir Faya yang tiba-tiba menggigitnya keras. Sakit, karena dia bisa merasakan bibirnya yang robek terluka. Tapi dia hampir kehabisan waktu dan tidak perduli lagi.

"Pilihannya ada dua. Satu, pergi dengan gue sekarang. Gue nggak akan paksa lo melakukan apa-apa yang lo nggak inginkan. Dua, melakukan yang gue inginkan dari hari pertama gue lihat lo, setelah itu lo bebas. Pilih yang mana?"

Mata mereka bertautan. Tatapan Faya sangat terluka, sedih sekali dengan titik-titik air mata. Sekalipun ekspresinya dingin luar biasa. Tubuh gadis ini juga bergetar dipelukannya. Jauh di dalam hatinya dia tidak sampai hati. Luka pada mata Faya juga melukainya. Apa ini nurani? Apa dia masih punya nurani setelah selama ini? Tapi melepaskan Faya juga akan melukai dirinya.

Jangan cengeng, goblok.

Kemudian dia melepas kaus yang dia kenakan. Faya mulai menyerangnya marah. Memukul dan menendang. Tapi dia Aryo Kusuma. Hanya Arsyad lawan seimbangnya. Jika tidak kehabisan waktu dan akal, mungkin dia tidak akan memaksa begini. Tapi dia ingin Faya jadi miliknya saja, dia ingin menandai. Sekalipun setelah itu Faya akan hilang dan pergi.

Only if You DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang