47. Guilty (Half part only)

1.9K 406 52
                                    

If you notice, yes ini part 47. Bukan karena kelewatan dan salah tulis part. Tapi karena part 46 hanya akan ada di versi cetaknya nanti. Tapi harus sabar. Part yang dihilangkan tidak akan mengurangi esensi cerita sama sekali.

Part ini, juga hanya akan publish setengahnya. Lagi-lagi, bagian yang hilang tidak akan mengurangi esensi cerita. (sorry diulang, biar jelas).  Anyway, hope you always enjoy.

***

Persidangan Danika bergulir lancar. Yanto memang sudah mati, tapi si pelaku kedua memiliki rekaman bukti kejahatan Michelle dulu yang juga dimiliki Yanto. Kesaksian dari si pelaku kedua membuat jalannya persidangan sesuai dengan harapan.

Karena itu semua. Hanif dan Faya sepakat untuk menunda pernikahan mereka. Bukan hanya karena sidang yang memang sedang sangat intens, baik frekuensi dan emosinya. Juga karena Hanif merasa Faya belum nyaman dengan segala yang baru untuk mereka.

Gadisnya itu sudah mulai beraktifitas kembali di ADS, bersama Leo dan timnya. Tapi memang Hanif meminta Arsyad untuk tidak menempatkan Faya ke dalam misi yang berkaitan dengan Aryo Kusuma lagi. Arsyad marah karena itu, tapi diam saja karena berusaha mengerti dan masih mencerna tentang hubungannya dengan Faya.

"Abang masih marah sama lo?" tanya Mareno yang berdiri di sebelahnya.

Mereka sedang berada di MG dan melihat Danika yang duduk bersama Tania dari luar kaca kamar rawat Danika.

"Bukannya Abang selalu marah?"

Mareno terkekeh. "Lo tahu nggak muka Abang lucu banget waktu gue bilang gue mau married sama Tania hari itu juga."

Tawanya juga lepas. "Ya. Apalagi waktu tahu gue berhasil siapkan penghulu. Sumpah mukanya aneh banget."

Mereka tertawa kecil bersama. Arsyad memang selalu kaku, terlalu kaku.

"Jadi gimana rasanya udah married?" tanyanya pada Mareno dari samping.

"Haaa...surgaaa, Nif. Lo cepetan beneran. Rasanya hidup lengkap. Bangun pagi udah bau kopi, atau bau tubuhnya yang biasanya nggak gue bolehin pake apa-apa. Atau betapa sekarang dia berusaha nurut sama gue, sekalipun gue sering minta aneh-aneh."

"Siaaaal...stop. Gue nggak nanya bagian ranjang, bego."

Tawa mereka sudah lepas lagi.

"Ya tapi apa lagi dong. That's the best part. Untuk bisa melakukan apa yang gue mau kapan aja dan dimana aja."

Satu tangan sudah menempeleng kepala adiknya itu yang makin tertawa.

"Dasar brengseeek, brengsek. Anak lo berdua bakal banyak kayaknya." Dia masih tertawa saat Mareno tiba-tiba berhenti.

"Apa?" tanya Mareno seperti terkejut.

"Ren, jangan bilang lo nggak sadar akibat dari hubungan seks adalah anak."

Pembicaraan mereka terpotong karena tahu Tania sudah keluar dari ruangan Danika.

"Nif, terimakasih ya. Kamu udah banyak bantuin dokter Andreas juga katanya," ujar Tania tanpa tahu apa sebelumnya topik pembicaraan mereka.

Senyumnya terkembang lebar karena melihat Mareno yang ekspresinya masih aneh sekali. "No worries, Tan. Senang bisa bantu."

"Ren, aku mau ke ruangan dokter Reyn."

"Sayang, kamu pakai KB nggak?" tanya Mareno pada Tania.

Dia tambah terkikik geli melihat wajah Tania yang mengernyit heran.

"Nggak, kenapa?"

"Shit." Mareno sudah menyumpah serapah panik. "Kok bisa?"

"Maksudnya kok bisa?" Tania menatap wajahnya dan Mareno bergantian dengan heran. "Kalian abis ngomongin apa?"

Only if You DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang