------- 0.3 Y2X

779 122 11
                                    

👤

Jaemin dan Yangyang sampai di gudang tua berdebu itu. Mereka mendobraknya. Aneh sekali. Yangyang bilang gudang ini tidak di gembok. Tapi saat datang, malah terlihat gembok besar terpampang didepan pintu dengan tidak elitnya.

Brak!!

Pintu terbuka paksa. Jaemin berlarian mencari mayat Haechan. Yangyang juga begitu, hingga,

"JAEMIN!!! DISINI!!!"

Yangyang meneriakkan nama Jaemin hingga sang empu pun menghampirinya. Yangyang menunjuk mayat yang terduduk dibagian belakang gudang tanpa kepala. Kemudian terlihat kepalanya terpajang di atas nakas yak terpakai. Wajah tenang dengan senyuman manisnya.

Dia... Tetap menjadi Haechan yang ceria bahkan diakhir hidupnya. Jaemin buru-buru mengambil ponselnya dan berniat memanggil 119. Namun Yangyang menghentikannya.

"Kita harus cari sesuatu yang penting dulu. Yang mungkin Haechan gak mau ketauan polisi dan cuma boleh diketahui sahabatnya," kata Yangyang. Jaemin pun hanya menurut. Haechan duduk dengan tangan diikat dibelakang. Jaemin mengitari Haechan sementara Yangyang berkeliling area.

"Harusnya dia gak ninggalin barang bukti," gumam Yangyang yang tidak terdengar oleh Jaemin.

Sementara Jaemin mengitari tubuh Haechan dan berhenti memerhatikan jari Haechan. Jari yang tampak lemah namun tidak membuat sebuah tanda menghilang. Jari tangan kanan Haechan seperti menyebutkan angka 2 (✌). Namun tiga jari yang membentuknya tidak lagi rapat. Namun jari tengah dan telunjuknya masih tegak. Jaemin memerhatikannya. Kemudian tangan kiri pun sama. Tapi, jari tengah dan telunjuk disilang seperti membentuk huruf 'x'.

Jaemin yang tidak mengerti pun mengambil gambarnya. Yangyang menoleh dan memerhatikan Jaemin. Jaemin yang panik langsung memasukkan ponselnya ke saku. Dia kembali mengitari Haechan setelah posisi jari Haechan ia kacaukan.

"Nemuin sesuatu?" tanya Yangyang. Jaemin menggeleng.

"Gue pikir tadi gue nemu. Tapi cuma debu. Gak jadi di foto deh," jawab Jaemin dengan tenang. Yangyang pun mengangguk, dan melanjutkan penelusurannya. Jaemin kembali memerhatikan tangan Haechan.

"Apa ini? Y?" Jaemin kembali memotret telapak tangan Haechan. Kali ini dengan diam-diam. Setelah selesai, ia menepuk pundak Yangyang.

"Yang, udahan aja. Panggil polisi sekarang," kata Jaemin. Yangyang mengangguk. Tidak ada barang bukti disini. Baguslah, batin Yangyang.

Jaemin memanggil polisi. Kali ini benar-benar ia panggil. Namun setelah memanggil polisi, Jaemin kembali mendapat pesan.

+82 243 xxxx xxxx

(Send video)

Kalau kau memberi tahu apa pun pada polisi tentangku, atau pesanku ini... Anak ini akan meninggal sekarang juga hahaha...

Jaemin meremas ponselnya. Bagaimana bisa orang ini punya video Jisung sedang tidur dengan seragamnya dirumahnya?! Kalau dia tau rumah Jisung... Kemungkinan besar, dia tau semua alamat rumah temannya yang sebelumnya menjadi korban. Renjun ditikam di kamarnya. Pasti Sang Jiwa Ketujuh ini tau dimana rumah Renjun yang terpencil itu.

"Mau kemana?" Yangyang menahan Jaemin yang ingin pergi.

"Gue mau nyamperin Jisung! Tapi sebelum itu gue mau lacak ini nomor sama polisi," kata Jaemin. Yangyang menahannya kembali.

"Kata dia lo gak boleh ngasih tau apapun tentang dia ataupun tentang pesannya. Apalagi nomornya. Lo mau Jisung mati?" tanya Yangyang. Jaemin terdiam.

"Kita tunggu polisi dulu aja disini. Nanti kita juga kena interogasi,"

👤

Aku menghela napas lega setelah Yangyang mengabariku tak ada barang bukti sama sekali. Apa aku haris ganti nomor lagi? Ini sudah empat kali dalam sebulan aku mengganti nomor telepon. Huh, memang sesulit ini balas dendam. Apalagi tentang masa lalu yang bahkan mereka tidak ingat. Kenapa aku haris mengingat masa lalu bodoh itu? Masa lalu yang membuat diriku benar-benar menyimpan dendam.

"Nak! Ibu udah nyiapin makanan kesukaan kamu loh!" Sial. Ibuku lagi.

Aku menuruni tangga dari kamarku. Ibuku selalu saja menghalangiku untuk memikirkan apa rencanakymu selanjutnya. Dia menatapku yang kini duduk didepannya sambil menunggu makanan siap.

"Kamu bikin temen kamu nangis lagi?" tanya ibuku. Aku mengangguk.

"Kamu bisa kan berhenti? Jangan terusin dendam ini," kata ibuku. Aku menggeleng dan mengambil sandwich yang sudah siap dipiring.

"Ibu, kalo aja ibu tau rasanya dibunuh enam kali di enam kehidupan berbeda. Ibu gak akan ngelarang aku kayak gini," jawabku. Aku pun pergi dari rumah dan bergegas ke sekolahku. SMA WayV. Walau ini sudah malam, ada sistem piket disana yang mengharuskan siswanya piket malam. Sepertinya hari ini akan mudah. Tanpa ibuku yang terus memanggilku untuk makan atau disuruh ke Warung, aku bisa bebas memikirkan semuanya dengan matang.

👤

Jaemin pulang dengan lunglai. Mana sempat ia pergi kerumah Jisung? Sudah hampir tengah malam. Ini semua karena polisi mencurigainya. Tasnya dan barang-barangnya hampir disita jika saja Yangyang tidak bilang kalau mereka baru datang untuk merokok. Untung polisi itu percaya dengan ucapan Yangyang.

Drrt... Drrt... Drrt...

Ponsel Jaemin bergetar. Telepon dari Chenle.

"Yo?" Jaemin mengerutkan dahinya begitu mendengar suara Chenle terengah-engah.

"Hosh... hosh... Jaemin! Cepet kesini!"

👤














Y2X? Ketebak banget dong :"

Kalo ada yang gak ngerti berarti... Hehehe

Sayang kalian :"







30Days Project  SWgroup22

Vote and comment very important!!

Share ke teman kalian yaaaaa

How To Die [7 Dreams]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang