------- 0.5 How To Die

760 123 32
                                    

👤

Oh?

Giliran diriku lagi. Kalian sudah menunggu aku bercerita bagaimana matahari kalian mati kan? Aku tau itu. Matahari kalian mati dengan tenang kok.

Seperti biasa, pagi ini aku berangkat ke SMA WayV. Tak lupa bertanya pada Yangyang bagaimana kondisi tiga Jiwa terakhir itu. Syukurlah mereka sudah menyadari kalau aku membunuh sesuai urutan umur. Syukur? Iya aku bersyukur karena mereka akhirnya tau, waktu mereka hidup, tak akan lama lagi.

"Hendery!" Panggilku. Aku sudah sampai di SMA itu. Hendery menoleh dan tersenyum manis kepadaku.

"Kenapa?" tanyanya. Aku tersenyum dan membisikkan sesuatu. Air muka anak fashion itu berubah. Benar-benar berubah. Aku yakin dia akan mengatakan aku gila. Aku gila? Ya memang. Di enam kehidupan sebelumnya aku tidak gila. Tapi sekarang lah waktunya menjadi sedikit gila.

"Maaf, tapi gue gak bisa nyelakain mereka. Gue tau lo mau bales dendam, Chan. Tapi lo harus tau, caranya gak gini," katanya. Aku mendengkus mendengar perkataan Hendery. Aku pun berbalik dan pergi. Hendery, diajak bersenang-senang malah seperti anak sok baik yang tak memiliki dosa. Hitung saja dosanya pakai kalkulator jika sempat. Sudah lebih dari seratus orang dia bunuh.

"Chan! Lo gak serius kan mau bunuh tiga orang itu?"

👤

Aku mendengus sepanjang pelajaran. Bahkan guruku terlihat terganggu dengan napasku yang terdengar kasar. Untungnya bel istirahat segera berbunyi. Aku pun meninggalkan kelas. Yangyang bilang, ketiga irang itu sedang menuju restoran barbeque didekat sekolah mereka. Aku pun mengikutinya.

Aku ingin melihat seberapa bahagia mereka setelah beberapa dari mereka meninggal. Benar-benar teman yang buruk. Bagaimana bisa mereka berpesta disana? Memanggang daging dan menyeruput ramyeon yang tersaji sambil tertawa. Namun si Kaya dan si Tampan nampaknya enggan menyentuh daging yang tersaji. Oh, apa mereka masih mengingat rasa daging teman mereka itu? Hahaha, ternyata masih membekas ya? Rasa daging yang unik kan?

"Bahagia kalian?" aku bergumam sambil tertawa. Sesekali meminum Soju yang tersaji diatas meja. Aku belum legal. Tapi toh, tinggal satu tahun lagi aku legal. Tak akan ada bedanya kan? Apalagi jika kalian tau aku membunuh beberapa orang sebelumnya. Aku ini... Sudah lebih dari legal.

👤

Pulang dari restoran itu, mereka berpisah. Aku membuntuti Matahari kalian. Aku yakin setelah ini akan ada berita di internet. Aku benar-benar mengikuti Lee Haechan. Dia berjalan ke tempat yang aku tak kenal sama sekali. Apa dia pindah rumah?

Dia berhenti berjalan dan berbalik. Sial, aku ketahuan. Dia tersenyum. Nampak seperti sudah siap. Ah... Aku suka ini. Dia pasrah.

"Gimana? Ini tempat yang cocok buat bunuh gue kan?" tanyanya. Aku membalas senyumnya dengan seringaiku, "Gue siapin alat yang kemungkinan besar lo butuhin buat bunuh gue. Sebuah pedang. Gue gak tau apa salah gue atau apa gue kenal lo di masa lalu, tapi firasat gue lo bakal penggal gue. Bukan firasat sih, Jisung yang ngasih tau gue,"

"Kau tidak curiga Jisung adalah antek-antekku?" tanyaku. Dia senyum. Senyum yang sangat tenang. Nampak tak takut dengan apa yang akan terjadi. Berbeda dengan yang lainnya.

"Dia teman gue. Apapun yang terjadi, dia bakal bantuin gue. Dan gue kasih tau lo satu hal. Dendam lo itu cuma sebuah ambisi untuk menang. Emang apa salahnya selalu kalah? Gue kenal lo cuma di kehidupan sebelumnya. Gue gak tau dosa gue apaan, tapi tolong lo hentikan dendam ini," katanya. Aku tersenyum. Aku menyerangnya dan menumbangkannya dengan sekali tendang. Pingsan? Wah, lemah sekali anak ini. Aku pun menggeretnya dan segera mengikatnya di kursi yang ada didalam gudang dimana Haechan menunjukkan tempatnya untuk mati. Mungkin aku akan main-main sebent—

"Oy! Bunuh cepet!" sial. Yangyang muncul. Dia membawa tasnya sembari mengelap keringat yang menetes. Dia menghampiriku kemudian membuka topengku. Wajah yang aku sembunyikan pun terlihat. Wajah yang mungkin Haechan kenal. Dan topeng itu... Dia menjadi tanda pengenalku di SMA WayV.

"Lo kagak panas apa pake ginian mulu tiap hari?" Yangyang mulai sewot. Ada gunanya juga sih memelihara codot tak berotak ini. Dia pengalih yang hebat. Aku menggeleng dan mengambil sebuah benda yang katanya Haechan siapkan untuk membunuhnya. Lelaki ini penuh persiapan. Ck ck ck...

Aku kaget. Ini benar-benar pedang. Sangat tajam saat aku mengetesnya di jariku. Jariku hampir saja terpotong jika Yangyang tidak menghentikan aku.

"Hnnggg..." Ah, Lee Haechan sudah bangun. Dia mengerjapkan matanya. Aku menyeringai. Pintu gudang dan jendela gudang tua ini sudah Yangyang tutup hanya menyisakan cahaya sore yang remang-remang memasuki celah kayu fondasi gudang. Sepertinya ia berusaha melihat wajahku. Oh, aku berada dalam gelap ya? Hahaha, tidak kelihatan olehnya.

"Yangyang?" Aku tersenyum. Sengaja. Wajah Yangyang aku perlihatkan padanya. Yangyang tersenyum dan mendekati Haechan. Dia menepuk kepala Haechan.

"Selamat bergabung sama yang lain," kata Yangyang. Yangyang berjalan menuju belakang tubuh Haechan dan mengeluarkan pulpen. Ia menuliskan huruf Y di telapak tangan Haechan. Tunggu, apa yang ia lakukan?!

"Biar lebih seru aja. Nanti atur tangannya jadi betuk huruf V sama X," kata Yangyang. Aku pun hanya mengangguk. Bagaimana pun, dia adalah planner yang bagus. Yah, walaupun aku kadang tidak tau apa yang ia rencanakan. Seperti sekarang. Untuk apa memberi kode seperti itu? Menyusahkan diriku saja.

Yangyang keluar dari gudang sunyi itu.

"Harusnya gue tau dari awal," ujar Haechan. Aku tertawa dan menumpukan tanganku pada ujung pengangan pedang yang ia berikan padaku.

"Harusnya kau lebih jeli dari awal Lee Haechan. Darimana Yangyang dapat luka tusuk itu, dan darimana dia berasal. Asal kau tau, aku menantikan momen dimana aku menyelesaikan ini semua,"

Aku mengitari Haechan sambil memainkan pedang. Ia terlihat tenang.

"Gue mau tau sesuatu. Dosa gue apa? Apa cukup berat sampe lo bunuh gue?" tanyanya. Hahaha... Aku yakin dia ingin tau sebelum mati.

Aku tersenyum setelahnya dan mendekatkan wajahku dengan wajahnya. Oh, seperti yang aku duga. Dia sedikit terkejut melihatku.

"Jangan bodoh Haechan. Kau tidak mungkin tidak mengenaliku haha. Oh, apa kau tau siapa aku di kehidupan sebelumnya? Zaman Joseon, aku adalah pangeran Joon. Dan kau adalah anak penasihat kerajaan. Gila sekali kau menbunuhku hanya karena kau ingin adikku Jin memegang tahta agar kau bisa berkuasa juga nantinya. Ah... Kau masih bertanya apa dosamu cukup berat? Dibanding yang lain, kau tidak cukup berat. Dan kau harus merasakan dosa yang tidak cukup berat ini sekarang, hahaha," aku menyeringai bebas. Air muka matahari kalian selalu tenang. Aku jadi tertantang.

"Gue cuma mau bilang satu hal terakhir buat lo. Ada jiwa kedelapan. Gue tau itu. Tapi gue gak bisa bagi tau temen-temen gue karena mereka gak bisa dipercaya. Ya selain Mark. Sayangnya lo bunuh dia. Jiwa kedelapan ini pelindung. Entah dipihak siapa, gue berharap banget dia bisa menghentikan aktivitas lo yang buruk ini," katanya panjang. Eum... Dipihak siapa ya? Hahaha...

Dia tersenyum dan memejamkan matanya. Aku mulai mengayunkan pedangku dan...












Zrashhh!!!!















Kepalanya pun terpisah dari tubuhnya. Ah, aku harus membersihkan semua darah yang muncrat dan beberapa barang bukti. Setelah itu baru mengirim pesan pada Na Jaemin.

👤









Hmmm... Agak panjang kah?

30Days Project  SWgroup22

Vote and comment very important!!

Share ke teman kalian yaaaa

How To Die [7 Dreams]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang