Ayat 4

310 87 9
                                    

بسم الله الر حمن الر حيم

tekan bintang...vote dan komentar jangan lupa.

Follow instagram@windiisnn_ dan @windisworld_story


Usai mengambil surat skorsing di ruang BK, Ben pergi ke kelasnya. Melewati lorong-lorong kelas yang ramai oleh murid karena sudah waktunya pulang, Ben berdecak malas. Sesampainya di depan kelas, Ben mendapati teman-temannya sedang nongkrong dan duduk-duduk sambil bermain gitar sambil menyanyi.

"Alasan masih bersama... bukan karena terlanjur lama... tapi rasanya yang masih sama..." Bima memetik dan menggenjreng gitarnya dengan lihai, yang lain menyanyi bersama-sama, sedangkan Leo memainkan cajon yang dipinjamnya dari kelas sebelah. Kelas sebelah mengambilnya di ruang musik, dan jika ada jadwal kelas lain praktik di ruang musik, Pak Ardi akan marah-marah lantaran alat musiknya entah pergi ke mana. Pak Ardi adalah guru pengampu seni musik di SMA Triguna Utama.

Seperti contoh simpel lain, kunci ruang musik yang digunakan untuk latihan salah satu kelas hingga sore, dan jika keesokan harinya ada kelas lain yang hendak praktik, mereka kebingungan mencari kunci karena kuncinya terkadang dibawa pulang salah satu siswa dan tidak memberi kabar kepada Pak Ardi ataupun teman-teman sekelasnya, atau kadang menaruhnya di laci meja Pak Ardi tanpa konfirmasi. Bahkan, kadang mnyerahkannya ke staf Tata Usaha tanpa konfirmasi kepada Pak Ardi. Hingga saat ditanya kunci ruang musiknya di mana, mereka hanya saling tunjuk-menunjuk, mencarinya ke sana ke mari sampai jatah jam pelajaran hampir habis, pelajaran baru dimulai.

"Saki." Ben menanggil Saki yang hendak pergi ke masjid diikuti Toriq dan Aladin. "Lo kenal Aurora?" tanyanya. Ben bertanya kepada Saki hanya karena beranggapan bahwa Aurora merupakan pemuda agamis seperti Saki dilihat dari penampilannya. Ben juga pernah beberapa kali melihat Aurora berkumpul bersama anak-anak Rohis --kala itu Ben belum mengetahui namanya. Ben hanya berpikir dan menilai dari luarnya dulu, siapa tahu dalamnya sama seperti Saki.

"Mamang Ben nanyain cewek?! Gue nggak salah denger, kan?!!" tanya Aladin heboh. Sedangkan Ben sudah mendelik.

"Nggak jadi, nggak jadi!" ketusnya, lalu masuk kelas mengambil ranselnya.

Ben masuk kelas, sedangkan yang lain di luar heboh dengan pertanyaan Ben.

"Bim! Masa Ben nanyain cewek?!!" Aladin bersorak.

Saki mengapit kepala Aladin dengan kedua lengannya, membawa lelaki berdarah Jawa itu untuk bergegas. "Nggak usah nyebar isu nggak berguna."

"Gue nggak nybar isu, Saki!" Aladin melepaskan kepalanya. "Kan lo sendiri tadi denger Ben nanyain cewek. Siapa tadi, Aurora?"

"Lo kenal?" tanya Toriq.

Saki mengangguk, "Anak rohis, sekretaris umum."

"Wiih, kok gue baru ngerti?" Aladin menelengkan kepalanya.

"Mana gue tahu, gue kan bukan ikan," balas Saki cuek, kembali berjalan menuju masjid.

Di sisi lain, Ben yang baru keluar kelas, hendak ikut bergabung dengan teman-temannya untuk menyanyi, sebelum seorang gadis menghadangnya. Dia menyodorkan kotak berpita biru kepada Ben. Lelaki itu mengangkat alisnya. "Apa?"

"Buat kamu," jawab gadis itu dengan percaya diri. Ben menatapnya datar dalam diam cukup lama.

Bima menggenjreng gitarnya, "Hadiah!!! Sikat Mang! Tarik Sist!!"

"SEMONGKO!!!"

"Teerpesona... aku terpesona... memandang-memandang wajahmu yang manis... terpesona... aku terpesona... menatap-menatap wajahmu yang manis..."

Cinta Sang Al KafirunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang