بسم الله الر حمن الر حيم
Jangan lupa tekan bintang dan kasih komen ya gengs ☺
Happy reading!
Di dalam taksi, Aurora memikirkan segala hal yang terjadi hari ini. Ben yang tiba-tiba datang ke masjid dan mengikuti pelajaran bersama kelasnya. Ben yang menghampirinya di depan masjid. Ben yang menawarkan bantuan kepadanya. Aurora bingung dengan semua yang terjadi secara mendadak. Tidak pernah terlintas di pikirannya untuk berurusan dengan manusia pemarah dan nakal seperti Ben.
Pemarah dan nakal, itu yang Aurora simpulkan tentang Ben.
Ben mudah marah, dan jika sudah marah, apalagi kepada sesama jenis, tidak pernah tidak berakhir dengan baku hantam. Ben nakal, sering bolos, tidak taat aturan, suka melawan guru. Aurora tahu, Ben anak dari keluarga berada. Motor dan mobilnya sering bergonta-ganti, merek sepatu dan tas sekolah yang mahal. Hanya saja, penampilannya urakan, tidak pernah memakai ikat pinggang, seragamnya dikeluarkan, sepatu dan kaus kaki warna-warni, serta rambut warna-warni. Lelaki itu sekolah dan bertingkah seenak hati. Di luar konteks sekolah, Aurora tidak tahu lagi seperti apa kebejatan atau kebobrokan lelaki itu yang lainnya.
Aurora hendak turun dari taksi, "Berapa, Pak?" tanyanya.
"Nggak usah, Neng. Udah dibayar sama temannya tadi."
Aurora mengernyit. Pikirannya melayang kembali pada sosok Ben. Sebenarnya ada apa dengan Ben? tanyanya dalam hati.
"Ooh. Kalo gitu makasih, Pak." Aurora keluar. Besok Aurora akan mengganti uangnya, dia tidak ingin berhutang apalagi kepada Ben.
Baru turun dari taksi, seorang wanita berkerudung yang masih terbilang muda, usianya masih tigapuluh tiga tahun, berdiri di hadapannya, menatap Aurora dengan cemas. Aurora mengucap salam yang kemudian dijawab oleh wanita tersebut.
Wanita itu meraba-raba tubuh Aurora, barang kali ada yang lecet dari gadis itu. "Ya Allah, Ara. Kamu nggak apa-apa?" tanyanya khawatir.
Aurora diam saja.
"Kenapa telepon Mama nggak diangkat? Mama cemas nungguin kamu jam segini baru pulang. Nggak ada masalah, kan?"
"Aku nggak apa-apa." Setelah mengatakan itu, Aurora memasuki rumah, meninggalkan wanita yang menyebut dirinya Mama.
Setelah mengucap salam, Aurora hanya mendapati seorang bocah laki-laki kelas 5 SD yang sudah memakai kopiah, sarung, serta koko di samping seorang seorang pria dewasa yang berpenampilan sama dengan bocah laki-laki itu.
"Wa'alaikumussalam."
Aurora mnghampiri lelaki dewasa itu lalu mencium tangannya.
"Kenapa jam segini baru pulang?" tanya pria itu.
Aurora menghela napas. "Ara mau mandi." Gadis itu hendak berlalu, tetapi lelaki itu kembali bersuara.
"Mama kamu khawatir nungguin kamu pulang. Kalo mau pulang telat kabarin dia, hargai dia sebagai Mama kamu!"
Gadis itu sangat berharap kalimat lain dari pria dewasa itu.
"Kalo mau pulang telat, kabarin Papa, kalau butuh dijemput, kabarin Papa, Papa khawatir." Tetapi harapan memang hanya harapan. Lelaki yang Aurora cintai setengah mati, lelaki yang Aurora begitu hormati, tidak pernah mengkhawatirkannya barang satu kali. Yang dikhawatirkan hanya anak laki-lakinya. Aurora juga berhak mendapatkan kepedulian itu dari sang papa.
Aurora lelah, tidak ingin sampai dia berkata kasar kepada orang tuanya, tidak juga ingin berdebat. Karena sesungguhnya Allah membenci itu.
"Iya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sang Al Kafirun
Teen FictionBen takut jatuh cinta. Ditinggalkan atas sebuah pengkhianatan adalah bukti ketakutannya untuk jatuh cinta. Tapi siapa yang bisa menentukan kita akan jatuh cinta atau tidak, dan jatuh cinta kepada siapa. Karena nyatanya jiwa laki-laki itu nyaris seka...