Bismillah.
Maaf banget baru update, kemarin-kemarin aku benar-benar sibuk banyak kerjaan dan nggak sempat mikirin hal lain
Gapake lama, happy reading!
Ayat 20
“Pulang sekolah ke tongkrongan biasa, Ben?” tanya Bima.
Ben masih tampak tidak bergairah, malas dan lesu, serta lebih banyak melamun. Hal itu membuat teman-temannya berpikir bahwa Ben habis patah hati karena putus dengan Brenda.
“Bukannya lo enggak suka sama Brenda? Kok kayak yang habis patah hati terhebat aja,” celetuk Leo.
“Bukan Brenda, tapi Aurora.” Saki menyahuti, membuat teman-temannya bersorak heboh.
“Tipenya Om Ben berubah jadi yang ukhti-ukhti, guys!” Aladin tergelak, ikut menertawakan Ben.
“Daripada tipe lo, janda beranak satu. Idih banget, Din!” balas Toriq tak kalah heboh. Mereka semua tertawa. Sementara Ben menatap mereka malas, enggan menggubris candaan teman-temannya.
Gawainya berbunyi, ada telepon dari Bintang. “Ngadu lagi tuh cewek, ribet banget.” Ben menolak panggilannya tanpa ragu, akan tetapi Bintang kembali meneleponnya terus menerus dan Ben selalu menolaknya. Ketika akan menonaktifkan gawainya, sebuah pesan dari Bintang muncul.
Brenda masuk rumah sakit, Sat!
Ben menghela napas. “Tuh cewek enggak ada kapoknya, ya, gangguin hidup gue?!” Ben berdecak kesal.
“Kenapa?” tanya Bima.
“Brenda, masuk rumah sakit lagi. Ya terus gue harus ngapain?”
Erza menepuk pundak Ben. “Mending, lo kelarin dulu urusan lo sama Brenda. Lo yang mulai buat masalah sama tuh cewek, lo juga yang harus akhiri.”
“Erza, yang mulai duluan itu Bintang, bukan gue. Dan gue udah putusin dia, udah kelar, dong?” balasnya tidak terima.
“Gue akui yang lo lakuin ke Brenda itu salah.” Ben menatap Saki skeptis mendengar perkataan laki-laki itu.
“Gue cuma berusaha melindungi orang-orang terdekat dan teman-teman gue, salah? Bintang ngancam gue, dan gue berhak dong, ngancam dia balik?”
“Masalah lo itu sama Bintang, bukan sama Brenda. Harusnya lo enggak bawa Brenda dalam masalah ini disaat lo sendiri tahu kalau Brenda suka dan terobsesi sama lo. Lo harus tahu gimana cara memperlakukan perempuan saat nyokap lo sendiri juga perempuan, Ben,” nasihat Erza.
Ben menatap Erza dengan pandangannya yang sulit diartikan, hanya dipenuhi sarat akan rasa kecewa. “Erza, gue enggak nyangka lo bisa ngomong kayak gini sama gue, disaat gue belain dan lindungin lo dan bokap lo.” Ben menggeleng tidak habis pikir.
Seolah tersadar akan apa yang baru dikatakannya, Erza menatap Ben penuh rasa bersalah. “Ben, sorry …,”
Ben menggeleng, lalu berbalik, pergi lebih dulu meninggalkan teman-temannya.
Erza mengejar Ben. “Ben, tunggu! Gue minta maaf. Enggak seharusnya gue ngomong kayak tadi sampai bahas masalah nyokap lo. Ben!!”
“Pergi!” usir Ben.
Ben mencegat angkot yang lewat, mengabaikan Erza. Suatu kesalahan karena Ben tidak membawa sepeda motor hari ini, membuatnya harus berdesak-desakkan dengan banyak orang. Ben melihat seorang gadis ikut masuk ke dalam angkot dan itu adalah Aurora. Ben memalingkan wajahnya, enggan terlihat buruk di hadapan gadis itu. Ben berusaha meredakan amarahnya. Akan tetapi hatinya terus bergemuruh. Dia harus melampiaskannya kepada sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sang Al Kafirun
Teen FictionBen takut jatuh cinta. Ditinggalkan atas sebuah pengkhianatan adalah bukti ketakutannya untuk jatuh cinta. Tapi siapa yang bisa menentukan kita akan jatuh cinta atau tidak, dan jatuh cinta kepada siapa. Karena nyatanya jiwa laki-laki itu nyaris seka...